Saturday 7 August 2010

hepatitis

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan pembangunan Indonesia sehat adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal. Derajat kesehatan yang optimal akan dilihat dari unsure kualitas hidup serta unsur-unsur mortalitas (angka kematian) yang mempengaruhinya, yaitu morbiditas (angka kesakitan) serta status gizi. Indikasi morbiditas, salah satunya adalah Hepatitis (Dinkes Propinsi Bengkulu, 2002).
Penyakit Hepatitis diumpamakan seperti pohon yang terus berkembang dari tahun ketahun. Hepatitis adalah penyakit yang dapat merusak dan dapat berlangsung lama dan menjadi berat. (health). Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, suatu anggota family Hevadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut sirosa hati atau kanker hati. (Filbert Anthony, 2006).
Imunisasi hepatitis B sedini mungkin setelah lahir, mengingat sekitar 33 % ibu melahirkan di negara berkembang adalah pengidap HBsAg ( Hepatitis B serum Antigen ) positif dengan perkiraan transmisi maternal 40 % ( Ikatan Dokter Anak Indonesia, 1999). Pemberian imunisasi hepatitis B kepada bayi sedini mungkin menjadi prioritas program imunisasi hepatitis B. hal ini akan memberikan perlindungan segera bagi bayi tersebut dari infeksi yang sudah terjadi (melalui penularan perinatal). (Bambang. H, 2002).
Imunisasi hepatitis B cukup efektif untuk mencegah penyakit hepatitis B dan juga untuk mencegah kanker hati. Vaksin ini memberikan daya lindung yang sangat tinggi (> 96 %) tehadap penyakit hepatitis B, sebagaimana telah terbukti pada berbagai percobaan klinis dari jutaan pemakainya. Bila jadwal vaksin telah dijalani selengkapnya, maka daya lindungnya akan bertahan lebih kurang selama 5 tahun, setelah ini dapat diberikan tambahan imunisasi untuk memperpanjang daya lindungnya.
Persentase cakupan imunisasi Hepatitis B1 di Indonesia yang diberikan pada bayi dengan usia kurang dari 7 hari pada tahun 2000 sebesar 3 % dan mengalami peningkatan pada tahun 2002 menjadi 10 %, sedangkan cakupan imunisasi Hepatitis B yang diberikan pada bayi dengan usia lebih dari 7 hari pada tahun 2000 sebesar 90% mengalami penurunan pada tahun 2002 menjadi 50 %. Cakupan imunisasi Hepatitis B1 secara keseluruhan mengalami penurunan dari tahun 2000 sebesar 93 % menjadi 60 % pada tahun 2002.
Jumlah bayi di Bengkulu pada tahun 2009 adalah 8.251 bayi, dengan hasil Cakupan imunisasi Hepatitis B1 yang diberikan pada bayi dengan usia 0-7 hari masih sangat rendah yaitu hanya 3.443 bayi dari 8.251 bayi keseluruhan ( 29,7 % ) (Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, 2009).
Faktor – faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi : 1) Perilaku, 2) Sikap, 3) pengetahuan (Penelitian Muhammad Ali, 2003). Pengetahuan merupakan suatu hasil yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan sasuatu objek tertentu melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan perabaan. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui proses melihat, mendengar selain itu melalui pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan formal dan non formal (Notoatmodjo, 2003). Sehingga pengetahuan tentang imunisasi hepatitis B1 dapat mempengaruhi terhadap cakupan imunisasi hepatitis B1.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang Hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap ketepatan pemberian imunisasi hepatitis B1 pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Tahun 2010.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas rendahnya cakupan imunisasi hepatitis B1 maka penulis merumuskan masalah bagaimana ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu terhadap pemberian imunisasi hepatitis B1 pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Tahun 2010.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan Ibu terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B1 pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran pengetahuan ibu tentang imunisasi Hepatitis B1 pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Tahun 2010.
b. Diperolehnya gambaran pemberian imunisasi Hepatitis B1 pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Tahun 2010.
c. Diperolehnya hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan pemberian imunisasi hepatitis B1 pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Tahun 2010.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Memenuhi syarat untuk menyelesaikan Jurusan D III Keperawatan Bengkulu tahun 2010, selanjutnya penulis ini dapat menjadi media penulis dalam mengaplikasikan berbagai ilmu pengetahuan yang telah penulis dapatkan di bangku kuliah dalam bentuk karya tulis ilmiah yang berfungsi mengasah kemampuan penulis.
2. Bagi Akademik
Diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dan dapat memotivasi untuk melakukan penelitian yang lebih baik dan memberikan sumbangan pengetahuan yang bermanfaat, bahan evaluasi terhadap kegiatan perkuliahan yang telah dilaksanakan sehingga akan bermanfaat untuk pengembangan pendidikan selanjutnya dan dapat dijadikan referensi penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama.
3. Bagi puskesmas
Memberikan informasi masalah Hepatitis B1 sehingga dapat memperketat pengawasan kesehatan terhadap bayi usia 0 – 7 hari.

Hepatitis B

Hepatitis B
Hepatitis B adalah penyakit yang dapat merusak dan dapat berlangsung lama dan menjadi berat. (health, 2006)
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, suatu anggota family Hevadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut sirosa hati atau kanker hati. (Filbert Anthony, 2006).
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali ditemukan oleh Blumberg pada tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen Australia. Virus termasuk DNA virus. Virus hepatits B berupa partikel 2 lapis berukuran 42 nm yang disebut “Partikel Dane”. Lapisan luar terdiri atas antigen HbsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat Hepatitis B core antigen (HbcAg) dan Hepatitis B e antigen (HbeAg) antigen permukaan (HbsAg) terdiri atas lipo protein. Virus Hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.
2.1.2 Cara Penularan
Penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara, yaitu :
1) Parenteral
Dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo.

2) Non Parenteral
Karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus hepatitis B.
Secara epidemologi penularan penyakit infeksi virus Heptitis B dibagi 2 cara penting, yaitu :
1) Penularan Vertikal
Yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HbsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko infeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar Negara satu dan yang lain berkaitan dengan kelompok etnik.
2) Penularan Horizontal
Yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus hepatitis B kepada orang lain di sekitarnya, misalnya melalui hubungan seksual.
2.1.3 Gejala
Umumnya tidak ada gejala dan tanda-tanda selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Infeksi sering kali tidak disertai gejala apapun, akan tetapi pada hepatitis B akut memiliki gambaran ikterus yang jelas. Hepatitis B akut memiliki gambaran gejala klinis yang terjadi atas 3 fase, yaitu:
1) Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri di daerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mu,ai tampak kelainan hati ( kadar bilirubin serum, SGOT dan SPGT, Fosfatose Alkali meningkat).

2) Fase Ikterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan splenomegali , timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua. Setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal.
3) Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase, pembesaran hati masih ada dan terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.
2.1.4. Pencegahan
Pencegahan merupakan upaya terpenting karena paling efektif terhadap infeksi virus Hepatitis B (VHB).
Secara umum pencegahan mencakup sterilisasi instrument kesehatan, alat dialysis individual, membuang jarum disposable ke tempat khusus, dan pemakaian sarung tangan oleh tenaga medis, penyuluhan perihal sex yang aman, penggunaan jarum sunting disposable, mencegah kontak mikrolesi (pemakaian sikat gigi, sisir) menutup luka.
Selain itu idealnya skrining ibu hamil (trisemester ke-1 dan ke-3) terutama resiko tinggi dan skrining populasis resiko tinggi (lahir di daerah hiperendemis dan belum pernah imunisasi, homo-heteroseksual, pasangan sex ganda, tenaga medis, pasien dialysis, keluarga pasien VHB, kontak seksual dengan pasien VHB). Sedangkan secara khusus imunisasi universal bayi baru lahir telah berhasil menurunkan prevelens VHB. (Boerhan Hidayat, Purnawati, S. Pujianto, 2005)

2.1.5. Vaksin Hepatitis B
Vaksin hepatits B sering disebut dengan unject. Unject ini sendiri adalah :
1) Alat suntik (spluit dan jarum) sekali dan tidak dipakai ulang dengan spesifikasi Uniject-HB sebagai berikut:
a. Isi kemasan 0,5 cc
b. Ukuran jarum 25 G x 5/8”
c. Dimensi; panjang kemasan 2,3 x 3,5 cm
d. Satu box karton (3 liter) isi 100 uniject
e. Satu coldbox carton (isi 40 liter) berisi 800 uniject-Hb 12 water pack.
2) Alat suntik yang tidak perlu diisi vaksin oleh petugas sebelum disuntikan, karena sudah terisi dari pabriknya, setiap uniject sudah dilengkapi dengan alat pemantau suhu VVM (Vaksin Vial Monitor).
3) Alat suntik yang tidak perlu distrerilkan oleh petugas sebelum disuntikan karena sudah strelil dari pabriknya.
4) Alat suntik yang dapat mencegah terjadinya penularan penyakit karena jarum suntik hanya dapat dipakai satu kali saja.
2.1.6. Jadwal Pemberian Imunisasi Hepatitis B
Jadwal pemberian imunisasi hepatitis B dapat dilihat dalam table berikut:
Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi Hepatitis B
Umur Vaksin Keterangan
Saat Lahir Hepatitis B-1 HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HBsAg ibu positif, dalam watu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semua status HBsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HBsAg positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
1 Bulan Hepatitis B-2 HB-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan
6 Bulan Hepatitis B-3 HB-3 pada umur 6 bulan. Untuk mendapat respon imun yang optimal interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.
Pedoman Imunisasi di Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005
2.1.7. Efek samping/ Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Hepatitis B
KIPI adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga disebabkan oleh imunisasi. Terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi (dapat sampai 3 bulan).
Pemantauan KIPI ditujukan pada setiap kelainan yang terjadi pada periode pasca imunisasi. Pemantauan suntikan yang aman ditujukan pada sasaran suntikan, petugas dan masyarakat serta lingkungan terkait.
Menurut WHO : 1999, klasifikasi KIPI adalah sebagai berikut :
1) Reaksi vaksin
Induksi vaksin yaitu intrinsic vaksin dengan individu. Potensiasi vaksin yaitu gejala yang timbuldipicu oleh vaksin. Kejadian disebabkan atau dipicu oleh vaksin walaupun diberikan secara benar. Disebabkan oleh sifat dasar vaksin.
2) Kesalahan Program
Kejadian disebabkan oleh kesalahan dalam persiapan, penanganan, ataupun pemberian vaksin.
3) Kebetulan
Kejadian terjadi setelah imunisasi tetapi tidak disebabkan oleh vaksin.
4) Reaksi Suntikan
Kejadian yang disebabkan oleh rasa takut/ gelisah atau sakit dari tindakan penyuntikan dan bukan dari vaksin.
5) Tidak Diketahui
Penyebab kejadian ini tidak dapat ditetapkan.
Gejala KIPI ringan (sering dijumpai) pada pemberian imunisasi hepatitis B, reaksi local pada anak adalah 5 % pada orang dewasa adalah 15 % demam >380C yaitu 1-6%, dan tidak dijumpai iritabel, malaise dan gejala sistemik.

2.2. Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen. (IDAI, 2005)
Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan perlindungan kekebalan di dalam tubuh bayi dan anak guna melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi dan anak. (Sulianti, S. 2007). Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit (I.G.N. Ranuh, dkk., 2001:5).
Imunisasi adalah membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memberikan antigen atau vaksin pada bayi.(Elizabet,MD). Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat antibody untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. (Aziz Alimut Hidayat.2008).
Imunisasi adalah suatu usaha yang dilakukan dan pemberian vaksin pada tubuh seseorang sehingga dapat menimbulkan kekebalan terhadap penyakit tertentu.(DEPKES RI.2009).
Terdapat dua macam Imunisasi, menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia tahun 2005, yaitu :
a. Imunisasi Aktif
Merupakan pemberian imunisasi berupa pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibody sendiri. Contohnya adalah imunisasi campak, polio, BCG, Hepatitis B, DPT.
b. Imunisasi Pasif
Penyuntikan sejumlah antibody, sehingga kadar antibiotic dalam tubuh meningkat, contohnya adalah pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibody dari ibunya melelalui darah placenta selama masa kandungan, misalnya antibody terhadap campak.
Terdapat 2 macam imunisasi menurut Litbang, yaitu :
1. Imunisasi dasar ialah pemberian kekebalan I, II, III pada bayi.
2. Imunisasi ulang ialah pemberian kekebalan setelah imunisasi dasar.

2.2.1.Tujuan Imunisasi
Tujuan Imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu. (Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005)
2.2.2. Manfaat Imunisasi
Manfaat dari Imunisasi adalah :
1) Untuk Anak
Mencegah penderita yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.
2) Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
3) Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara.
2.2.3. Standar Ketetapan Imunisasi
Target universal Child Immunization (UCI) dalam cakupan imunisasi untuk BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B harus mencapai 80 %, baik tingkat nasional, propinsi dan kabupaten bahkan disetiap desa. (Satgas Imuniasai-IDAI, 2005)
2.3. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pacaindera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan bau. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan pada manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah-masalah kehidupan manusia, pengetahuan diibaratkan sebagai suatu alat yang dihadapi. (Notoatmodjo, 1997)
2.3.1. Unsur- unsur Pengetahuan
Menurut Lengeveld dalam Ahmad (1994), ada tiga macam unsure pengetahuan yaitu :
a. Pengamatan (mencamkan) yaitu menggunakan indera lahir atau batin untuk menangkap objek.
b. Sasaran objek yaitu sesuatu objek yang menjadi bahan pengetahuan.
c. Kesadaran (jiwa) yaitu salah satu dari alam yang ada pada diri manusia.
2.3.2. Batas-batas pengetahuan
Menurut Gazalba (1992) ada tiga batasan pengetahuan yaitu :
a. Pengetahuan Indera : lapangannya segala sesuatu yang dapat disentuh oleh panca indera secara langsung, biasanya segala sesuatu yang dapat ditangkapnya oleh panca indera.
b. Pengetahuan Ilmu : lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset/eksperimen) : Batasannya segala sesuatu yang tidak dapat dilakukan peneliti.
c. Pengetahuan Filsafat : lapangannya segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alami) dan nisbi (relatif) batasannya adalah batasan alam.
2.3.3. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
a. Faktor pendidikan dan pelatihan.
b. Faktor lingkungan.
c. Faktor intern.
d. Faktor pengalaman.
e. Faktor ekonomi.
2.3.4. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), ada enam tingkat pengetahuan :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, termasuk di dalamnya adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari.
2. Memahami (comprehension)
Memahami adalah suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek tang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil. Aplikasi dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan rumus, hukum, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.



4. Analisis (analysis).
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi untuk penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.3.6. Hubungan tingkat Pengetahuan terhadap pemberian Imunisasi Hepatitis B1
Para ahli psikologi kognitif berpendapat bahwa kegiatan belajar merupakan proses yang bersifat internal yang berhubungan dengan banyak factor eksternal sehingga akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Faktor internal itu antara lain pendidikan, ekonomi, social budaya, pengalaman, media massa dan lain-lain (Notoadmojo, 2000).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pengetahuan yang rendah kemungkinan dapat mengurangi rasa percaya dalam hal wawasan dan kemampuan dalam mengambil keputusan baginya. Semakin baik pengetahuan seseorang maka akan membuat seseorang semakin baik berperilaku (Purwanto, 1999). Teori ini dapat digunakan untuk melihat bagaimana ibu akan dapat berupaya mengatasi, mencegah dan melakukan suatu tindakan untuk penyakit Hepatitis dengan pengetahuan yang lebih luas dan kompleks.

Hepatitis B

Hepatitis B
Hepatitis B adalah penyakit yang dapat merusak dan dapat berlangsung lama dan menjadi berat. (health, 2006)
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, suatu anggota family Hevadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut sirosa hati atau kanker hati. (Filbert Anthony, 2006).
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali ditemukan oleh Blumberg pada tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen Australia. Virus termasuk DNA virus. Virus hepatits B berupa partikel 2 lapis berukuran 42 nm yang disebut “Partikel Dane”. Lapisan luar terdiri atas antigen HbsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat Hepatitis B core antigen (HbcAg) dan Hepatitis B e antigen (HbeAg) antigen permukaan (HbsAg) terdiri atas lipo protein. Virus Hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.
2.1.2 Cara Penularan
Penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara, yaitu :
1) Parenteral
Dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo.

2) Non Parenteral
Karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus hepatitis B.
Secara epidemologi penularan penyakit infeksi virus Heptitis B dibagi 2 cara penting, yaitu :
1) Penularan Vertikal
Yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HbsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko infeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar Negara satu dan yang lain berkaitan dengan kelompok etnik.
2) Penularan Horizontal
Yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus hepatitis B kepada orang lain di sekitarnya, misalnya melalui hubungan seksual.
2.1.3 Gejala
Umumnya tidak ada gejala dan tanda-tanda selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Infeksi sering kali tidak disertai gejala apapun, akan tetapi pada hepatitis B akut memiliki gambaran ikterus yang jelas. Hepatitis B akut memiliki gambaran gejala klinis yang terjadi atas 3 fase, yaitu:
1) Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri di daerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mu,ai tampak kelainan hati ( kadar bilirubin serum, SGOT dan SPGT, Fosfatose Alkali meningkat).

2) Fase Ikterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan splenomegali , timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua. Setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal.
3) Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase, pembesaran hati masih ada dan terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.
2.1.4. Pencegahan
Pencegahan merupakan upaya terpenting karena paling efektif terhadap infeksi virus Hepatitis B (VHB).
Secara umum pencegahan mencakup sterilisasi instrument kesehatan, alat dialysis individual, membuang jarum disposable ke tempat khusus, dan pemakaian sarung tangan oleh tenaga medis, penyuluhan perihal sex yang aman, penggunaan jarum sunting disposable, mencegah kontak mikrolesi (pemakaian sikat gigi, sisir) menutup luka.
Selain itu idealnya skrining ibu hamil (trisemester ke-1 dan ke-3) terutama resiko tinggi dan skrining populasis resiko tinggi (lahir di daerah hiperendemis dan belum pernah imunisasi, homo-heteroseksual, pasangan sex ganda, tenaga medis, pasien dialysis, keluarga pasien VHB, kontak seksual dengan pasien VHB). Sedangkan secara khusus imunisasi universal bayi baru lahir telah berhasil menurunkan prevelens VHB. (Boerhan Hidayat, Purnawati, S. Pujianto, 2005)

2.1.5. Vaksin Hepatitis B
Vaksin hepatits B sering disebut dengan unject. Unject ini sendiri adalah :
1) Alat suntik (spluit dan jarum) sekali dan tidak dipakai ulang dengan spesifikasi Uniject-HB sebagai berikut:
a. Isi kemasan 0,5 cc
b. Ukuran jarum 25 G x 5/8”
c. Dimensi; panjang kemasan 2,3 x 3,5 cm
d. Satu box karton (3 liter) isi 100 uniject
e. Satu coldbox carton (isi 40 liter) berisi 800 uniject-Hb 12 water pack.
2) Alat suntik yang tidak perlu diisi vaksin oleh petugas sebelum disuntikan, karena sudah terisi dari pabriknya, setiap uniject sudah dilengkapi dengan alat pemantau suhu VVM (Vaksin Vial Monitor).
3) Alat suntik yang tidak perlu distrerilkan oleh petugas sebelum disuntikan karena sudah strelil dari pabriknya.
4) Alat suntik yang dapat mencegah terjadinya penularan penyakit karena jarum suntik hanya dapat dipakai satu kali saja.
2.1.6. Jadwal Pemberian Imunisasi Hepatitis B
Jadwal pemberian imunisasi hepatitis B dapat dilihat dalam table berikut:
Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi Hepatitis B
Umur Vaksin Keterangan
Saat Lahir Hepatitis B-1 HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HBsAg ibu positif, dalam watu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semua status HBsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HBsAg positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
1 Bulan Hepatitis B-2 HB-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan
6 Bulan Hepatitis B-3 HB-3 pada umur 6 bulan. Untuk mendapat respon imun yang optimal interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.
Pedoman Imunisasi di Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005
2.1.7. Efek samping/ Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Hepatitis B
KIPI adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga disebabkan oleh imunisasi. Terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi (dapat sampai 3 bulan).
Pemantauan KIPI ditujukan pada setiap kelainan yang terjadi pada periode pasca imunisasi. Pemantauan suntikan yang aman ditujukan pada sasaran suntikan, petugas dan masyarakat serta lingkungan terkait.
Menurut WHO : 1999, klasifikasi KIPI adalah sebagai berikut :
1) Reaksi vaksin
Induksi vaksin yaitu intrinsic vaksin dengan individu. Potensiasi vaksin yaitu gejala yang timbuldipicu oleh vaksin. Kejadian disebabkan atau dipicu oleh vaksin walaupun diberikan secara benar. Disebabkan oleh sifat dasar vaksin.
2) Kesalahan Program
Kejadian disebabkan oleh kesalahan dalam persiapan, penanganan, ataupun pemberian vaksin.
3) Kebetulan
Kejadian terjadi setelah imunisasi tetapi tidak disebabkan oleh vaksin.
4) Reaksi Suntikan
Kejadian yang disebabkan oleh rasa takut/ gelisah atau sakit dari tindakan penyuntikan dan bukan dari vaksin.
5) Tidak Diketahui
Penyebab kejadian ini tidak dapat ditetapkan.
Gejala KIPI ringan (sering dijumpai) pada pemberian imunisasi hepatitis B, reaksi local pada anak adalah 5 % pada orang dewasa adalah 15 % demam >380C yaitu 1-6%, dan tidak dijumpai iritabel, malaise dan gejala sistemik.

2.2. Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen. (IDAI, 2005)
Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan perlindungan kekebalan di dalam tubuh bayi dan anak guna melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi dan anak. (Sulianti, S. 2007). Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit (I.G.N. Ranuh, dkk., 2001:5).
Imunisasi adalah membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memberikan antigen atau vaksin pada bayi.(Elizabet,MD). Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat antibody untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. (Aziz Alimut Hidayat.2008).
Imunisasi adalah suatu usaha yang dilakukan dan pemberian vaksin pada tubuh seseorang sehingga dapat menimbulkan kekebalan terhadap penyakit tertentu.(DEPKES RI.2009).
Terdapat dua macam Imunisasi, menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia tahun 2005, yaitu :
a. Imunisasi Aktif
Merupakan pemberian imunisasi berupa pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibody sendiri. Contohnya adalah imunisasi campak, polio, BCG, Hepatitis B, DPT.
b. Imunisasi Pasif
Penyuntikan sejumlah antibody, sehingga kadar antibiotic dalam tubuh meningkat, contohnya adalah pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibody dari ibunya melelalui darah placenta selama masa kandungan, misalnya antibody terhadap campak.
Terdapat 2 macam imunisasi menurut Litbang, yaitu :
1. Imunisasi dasar ialah pemberian kekebalan I, II, III pada bayi.
2. Imunisasi ulang ialah pemberian kekebalan setelah imunisasi dasar.

2.2.1.Tujuan Imunisasi
Tujuan Imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu. (Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005)
2.2.2. Manfaat Imunisasi
Manfaat dari Imunisasi adalah :
1) Untuk Anak
Mencegah penderita yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.
2) Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
3) Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara.
2.2.3. Standar Ketetapan Imunisasi
Target universal Child Immunization (UCI) dalam cakupan imunisasi untuk BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B harus mencapai 80 %, baik tingkat nasional, propinsi dan kabupaten bahkan disetiap desa. (Satgas Imuniasai-IDAI, 2005)
2.3. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pacaindera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan bau. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan pada manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah-masalah kehidupan manusia, pengetahuan diibaratkan sebagai suatu alat yang dihadapi. (Notoatmodjo, 1997)
2.3.1. Unsur- unsur Pengetahuan
Menurut Lengeveld dalam Ahmad (1994), ada tiga macam unsure pengetahuan yaitu :
a. Pengamatan (mencamkan) yaitu menggunakan indera lahir atau batin untuk menangkap objek.
b. Sasaran objek yaitu sesuatu objek yang menjadi bahan pengetahuan.
c. Kesadaran (jiwa) yaitu salah satu dari alam yang ada pada diri manusia.
2.3.2. Batas-batas pengetahuan
Menurut Gazalba (1992) ada tiga batasan pengetahuan yaitu :
a. Pengetahuan Indera : lapangannya segala sesuatu yang dapat disentuh oleh panca indera secara langsung, biasanya segala sesuatu yang dapat ditangkapnya oleh panca indera.
b. Pengetahuan Ilmu : lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset/eksperimen) : Batasannya segala sesuatu yang tidak dapat dilakukan peneliti.
c. Pengetahuan Filsafat : lapangannya segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alami) dan nisbi (relatif) batasannya adalah batasan alam.
2.3.3. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
a. Faktor pendidikan dan pelatihan.
b. Faktor lingkungan.
c. Faktor intern.
d. Faktor pengalaman.
e. Faktor ekonomi.
2.3.4. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), ada enam tingkat pengetahuan :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, termasuk di dalamnya adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari.
2. Memahami (comprehension)
Memahami adalah suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek tang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil. Aplikasi dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan rumus, hukum, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.



4. Analisis (analysis).
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi untuk penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.3.6. Hubungan tingkat Pengetahuan terhadap pemberian Imunisasi Hepatitis B1
Para ahli psikologi kognitif berpendapat bahwa kegiatan belajar merupakan proses yang bersifat internal yang berhubungan dengan banyak factor eksternal sehingga akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Faktor internal itu antara lain pendidikan, ekonomi, social budaya, pengalaman, media massa dan lain-lain (Notoadmojo, 2000).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pengetahuan yang rendah kemungkinan dapat mengurangi rasa percaya dalam hal wawasan dan kemampuan dalam mengambil keputusan baginya. Semakin baik pengetahuan seseorang maka akan membuat seseorang semakin baik berperilaku (Purwanto, 1999). Teori ini dapat digunakan untuk melihat bagaimana ibu akan dapat berupaya mengatasi, mencegah dan melakukan suatu tindakan untuk penyakit Hepatitis dengan pengetahuan yang lebih luas dan kompleks.