Bayi PREMATUR
* February 1st, 2011
* Posted in bayi
* Posted by mbudiono20
* Write comment
PENGERTIAN
Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
Kejadian lahir prematur diperkirakan 7% dari semua kelahiran.
ETIOLOGI
1. Sebagian tidak diketahui penyebabnya.
2. Ada yang dapat dikaitkan dengan kondisi:
- Kemiskinan
- Suku bangsa ras hitam
- Umur ibu 35 th
- Aktifitas ibu meningkat
- Malnutrisi
- Merokok
- Penyakit akut / kronik (preeklamsi, jantung, paru)
- Hamil ganda
- Polihidramnion
- Sebelumnya pernah preterm
- ‘Kesundulan’
- Servik inkompeten
- Malformasi uterus (uterus ganda dll)
- Trauma uterus
- Perdarahan (plasenta previa, sol. Plasenta)
- Ketuban pecah dini / amnionitis
- Kondisi janin jelek: Eritroblastosis, pertumbuhan janin jelek dll.
PATOFISIOLOGI
Kwantitas dan kwalitas sel sel organ bayi prematur belum cukup fungsi organ belum sempurna sehingga menyebabkan morbiditas dan mortalitasnya meningkat.
Hal ini tampak jelas, seperti:
- Pengendalian suhu: Jaringan lemak dan aktifitas otot kurang, napas inade kuat, kurang kalori akan menyebabkan produksi panas kurang. Sedangkan permukaan tubuh yang relatif luas dan kurangnya jaringan lemak subkutan menyebabkan pengeluaran panas berlebihan. Ditambah dengan pengontrolan panas oleh saraf pusat belum sempurna, semuanya akan menyebabkan suhu bayi cenderung subnormal dan mudah terpenga ruh lingkungan sekitarnya.
- Sistem pernapasan: Alveoli kecil dengan sedikit pembuluh darah kapiler, otot pernapa- san masih lemah dan pusat pernapasan belum sempurna menyebabkan pengambilan oksigen belum cukup sehingga bayi sering hipoksia, hipotermia, sianosis, asidosis dan mati mendadak. Surfaktan kurang sering menyebabkan kolap. Ritme dan dalamnya pernapasan tidak teratur menyebabkan apnea dan sianosis. Reflek batuk belum ada menyebabkan aspirasi. Lubang hidung sempit sering menyebabkan trauma lecet dan infeksi
MANIFESTASI KLINIS
Ciri ciri bayi prematur sangat bervariasi. Penampilannya makin jelas pada bayi dengan usia gestasi kecil / muda.
Panjang badan dapat diperkirakan dari usia kehamilannya, dan sebaliknya.
Rumus 1 ¼ kali umur dalam minggu adalah panjang badan dalam Cm, dalam prakteknya mendekati benar.
Berat badan bervariasi tergantung daerah atau negara, adanya kelainan kongenital, kehamilan, biologik dll. Berat badan bayi prematur biasanya akan turun sesudah beberapa hari perawatan dan akan meningkat cukup bagus setelah mencapai berat seperti waktu lahir yang biasanya pada usia 3 bulan.
Proporsi umumnya adalah kepala lebih besar dari badannya.
Aktifitas kurang aktif dengan semakin rendahnya usia kehamilan.
Bayi bayi prematur biasanya cenderung mempunyai suhu subnormal.
Dengan imaturitas organ yang ada cenderung timbul berbagai komplikasi.
PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya sama seperti perawatan pada BBLR
Pada bayi yang sangat muda (26-30 minggu)
- Diharapkan melahirkan di Rumah Sakit yang lengkap dan petugas terlatih.
- Karena risiko bertambah oleh transportasi dan kurangnya perawatan awal.
- Perlu dilakukan usaha pencegahan dan penanganan etiologi dengan baik.
- Bila bayi bayi pada usia ini terkena hipoksia atau perdarahan intra kranial masif maka segala upaya penyelamatan menjadi tidak berarti.
Pada bayi prematur 30-34 minggu
Problemnya sama seperti bayi yang lebih muda, tetapi dengan perawatan yang intensif sekarang akan lebih besar harapan hidupnya.
Yang penting adalah persiapan sebaik baiknya sebelum kelahiran, antara lain
- Pencegahan PMH
- Kehangatan suhu
- Bantuan respirasi
- Kalori yang adekuat
Pada bayi prematur 34-38 minggu
Dapat di RS dengan peralatan sederhana. Pengawasan komplikasi lebih ketat.
KOMPLIKASI
Masalah pada bayi prematur sering timbul karena kesulitan adaptasi ekstra uterin. Hal ini berhubungan dengan imaturitas sistim organ.
Masalah tersebut diantaranya adalah:
1. Masalah respirasi:
Asfiksia karena kesulitas bernapas
PMH (penyakit membran hialin) karena kurangnya surfaktan
Apnea karena kurangnya kontrol pernapasan oleh otak
Risiko BPD (bronchopulmonary displasia), penyakit Wilson Mikity dll
2. Masalah Saraf
Perdarahan intra kranial
Ensefalopati hipoksia iskemik
Kerusakan saraf pendengaran
3. Masalah kardiovaskuler
Hipotensi dan hipovolemia karena banyak cairan atau darah hilang
Penyakit jantung kongestif karena PDA (paten duktus arteriosus)
4. Masalah hematologi : Anemia dan Kecenderungan perdarahan
5. Masalah nutrisi dan saluran cerna: Kembung, maldigesti, malabsorbsi, NEK dll
6. Masalah metabolik : Hipo atau hiperkalsemia, Hipermagnesia, Hiperbilirubinemia, dll
7. Masalah ginjal : Ginjal yg imatur → daya filtrasi↓ → overload cairan → edem dll
8. Masalah temperatur : Sering terjadi hipotermia atau hipertermia
9. Masalah imunitas : Sering terinfeksi karna mekanisme pertahanan belum sempurna
10. Masalah mata : Retrolental fibroplasia.
Friday, 5 August 2011
KEPATUHAN MINUM OBAT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah usaha yang diarahkan agar setiap penduduk dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Upaya tersebut sampai saat ini masih menjadi kendala yang disebabkan masih tingginya masalah kesehatan, terutama yang berkaitan dengan penyakit yang dapat menghambat kemampuan seseorang untuk hidup sehat, ( Depkes RI, 2002 ).
Penggunaan obat merupakan hal yang sangat krusial dalam pengobatan penyakit. Oleh karena itu obat obat mesti diberikan dengan tepat, baik tepat penyakit, tepat obat, tepat dosis, tepat cara pakai, tepat pasien, kalau tidak obat akan memberikan efek yang tidak diharapkan dan bahkan bisa memberikan efek keracunan yang membahayakan jiwa pasien, (Dunia Farmasi, 2010).
Organisasi kesehatan dunia WHO menyebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pembelanjaan obat di negara-negara berkembang antara 20 – 40% terhadap total biaya kesehatan sedangkan di negara maju antara 10 – 20%, disebutkan juga bahwa 50 – 90% pasien di negara berkembang membayar biaya pengobatan secara swadaya (tidak ditanggung asuransi). Khusus untuk Indonesia, harga obat tergolong mahal yang disebabkan oleh lebih dari 90% bahan baku obat harus diimpor dari luar negeri, (Dunia Farmasi, 2010).
Menurut laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara majunya sebesar 50% sedangkan di negara berkembang, jumlah tersebut bahkan lebih rendah. Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan terapi utamanya pada terapi penyakit tidak menular (misalnya : diabetes, hipertensi, asma, kanker, dsb), gangguan mental, penyakit infeksi HIV / AIDS dan tuberkulosis Adanya ketidakpatuhan pasien pada terapi penyakit ini dapat memberikan efek negatif yang sangat besar karena prosentase kasus penyakit-penyakit tersebut diseluruh dunia mencapai 54% dari seluruh penyakit pada tahun 2001. Angka ini bahkan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 65% pada tahun 2020.
Ada beberapa hal yang bisa memicu kekambuhan pada pasien, antara lain tidak patuh minum obat, tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter, gaya hidup yang tidak sehat, kurangnya dukungan dari keluarga, kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga tentang suatu penyakit serta adanya masalah kehidupan yang berat yang dapat memicu kambuhnya suatu penyakit tersebut, (Akbar, 2008).
Kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang ditentukan oleh tujuh dimensi, faktor terapi, faktor sistem kesehatan, faktor lingkungan, usia, dukungan keluarga, motivasi pasien dan faktor sosial ekonomi. Diatas semua faktor itu, diperlukan komitmen yang kuat dan koordinasi yang erat dari seluruh pihak dalam mengembangkan pendekatan multidisiplin untuk menyelesaikan permasalahan ketidak patuhan pasien ini, (Purwanto, 2010).
Kepatuhan yang rendah terhadap obat yang diberikan dokter dapat meningkatkan risiko morbiditas, mortalitas dan resistensi obat baik pada pasien maupun pada masyarakat luas. Banyak faktor berhubungan dengan kepatuhan terhadap terapi pengobatan termasuk karakteristik pasien, hubungan antara petugas pelayanan kesehatan dan pasien, regimen terapi dan seting pelayanan kesehatan, selain itu umur, jenis kelamin, motivasi pasien, suku/ras dan status ekonomi keluarga berhubungan dengan kepatuhan pasien dibeberapa tempat di Indonesia, (Purwanto, 2010).
Lamanya penyakit akan memberikan efek negative terhadap kepatuhan pasien. Makin lama pasien mengidap penyakit, makin kecil pasien tersebut patuh pada pengobatannya. Masalah biaya pelayanan juga merupakan hambatan yang besar bagi pasien yang mendapat pelayanan rawat jalan dari klinik umum. Tingkat ekonomi atau penghasilan yang rendah akan berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin karna tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat atau membayar tranportasi, (Notoadmodjo,2003).
Usia berpengaruh terhadap cara pandang seseorang dalam kehidupan, masa depan dan pengambilan keputusan. Misalnya seorang pasien usia 35 tahun dengan 2 orang anak balita dibandingkan dengan penderita lain yang berusia 78 tahun dimana semua anaknya sudah mandiri tentu saja berbeda dalam menentukan pilihan untuk mendapatkan kesehatan. Penderita yang dalam usia produktif merasa terpacu untuk sembuh mengingat dia masih muda mempunyai harapan hidup yang tinggi, sebagai tulang punggung keluarga , sementara yang tua menyerahkan keputusan pada keluarga atau anak-anaknya. Tidak sedikit dari mereka merasa sudah tua, capek, hanya menunggu waktu, akibatnya mereka kurang motivasi dalam menjalani terapi pengobatan. Usia juga erat kaitannya dengan prognose penyakit dan harapan hidup mereka yang berusia diatas 55 tahun kecenderungan untuk terjadi berbagai komplikasi yang sangat besar bila dibandingkan dengan yang berusia dibawah 40 tahun. Selain itu kemampuan ekonomi, motivasi atau dukungan keluarga juga berperan dalam ketaatan seseorang menjalani terapi, (Indonesian Nurse, 2008). Penelitian Zuliana, (2009) di puskesmas Pekan Labuhan Medan, menunjukkan 31,6% pasien tidak patuh dalam menjalani pengobatan, hal ini di karenakan kurangnya dukungan keluarga, pengaruh sosial ekonomi dan jarak rumah dan tempat pelayanan medis yang cukup jauh membuat pasien tidak patuh terhadap pengobatan.
Berdasarkan data yang di peroleh di sub bagian rekam medic di RSUD.M.Yunus Bengkulu, jumlah kunjungan pasien di ruang melati RSUD.M.Yunus Bengkulu, tahun 2008 sebanyak 1941 pasien, tahun 2009 sebanyak 1532 pasien dan pada tahun 2010 sebanyak 1715 pasien dan jumlah kunjungan pada bulan Desember sebanyak 129 pasien.
Survey awal yang dilakukan peneliti pada pasien pasca perawatan di ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu dari 10 orang pasien yang menjalani pengobatan di rumah, 5 orang diantaranya mengatakan tidak teratur meminum obat, 2 orang diantaranya mengatakan terlalu mahalnya biaya dan tidak sanggup membeli obat, 2 orang responden dengan usianya sudah tua dan merasa harapan untuk sembuh sangat rendah, dan 1 orang responden lagi mengatakan kurang termotivasi karena merasa bosan jika harus meminum obat setiap hari.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik dan berkeinginan untuk melakukan peneliti dengan judul, hubungan karateristik pasien dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka didapat rumusan masalah apakah ada hubungan antara karateristik usia, status ekonomi, dan motivasi Dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu 2011.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan karateristik pasien dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui gambaran kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
b. Diketahui gambaran usia pasien pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
c. Diketahui gambaran motivasi pasien pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
d. Diketahui gambaran status ekonomi pasien pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu,
e. Diketahui hubungan usia dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
f. Diketahui adakah hubungan motivasi pasien dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
g. Diketahui hubungan status ekonomi pasien dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk RSUD Dr. M. yunus Bengkulu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karateristik pasien yang berhubungan dengan dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
2. Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan memberikan masukan dalam mempelajari karateristik pasien yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat
3. Untuk Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian serupa yang akan dikembangkan lebih lanjut.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah usaha yang diarahkan agar setiap penduduk dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Upaya tersebut sampai saat ini masih menjadi kendala yang disebabkan masih tingginya masalah kesehatan, terutama yang berkaitan dengan penyakit yang dapat menghambat kemampuan seseorang untuk hidup sehat, ( Depkes RI, 2002 ).
Penggunaan obat merupakan hal yang sangat krusial dalam pengobatan penyakit. Oleh karena itu obat obat mesti diberikan dengan tepat, baik tepat penyakit, tepat obat, tepat dosis, tepat cara pakai, tepat pasien, kalau tidak obat akan memberikan efek yang tidak diharapkan dan bahkan bisa memberikan efek keracunan yang membahayakan jiwa pasien, (Dunia Farmasi, 2010).
Organisasi kesehatan dunia WHO menyebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pembelanjaan obat di negara-negara berkembang antara 20 – 40% terhadap total biaya kesehatan sedangkan di negara maju antara 10 – 20%, disebutkan juga bahwa 50 – 90% pasien di negara berkembang membayar biaya pengobatan secara swadaya (tidak ditanggung asuransi). Khusus untuk Indonesia, harga obat tergolong mahal yang disebabkan oleh lebih dari 90% bahan baku obat harus diimpor dari luar negeri, (Dunia Farmasi, 2010).
Menurut laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara majunya sebesar 50% sedangkan di negara berkembang, jumlah tersebut bahkan lebih rendah. Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan terapi utamanya pada terapi penyakit tidak menular (misalnya : diabetes, hipertensi, asma, kanker, dsb), gangguan mental, penyakit infeksi HIV / AIDS dan tuberkulosis Adanya ketidakpatuhan pasien pada terapi penyakit ini dapat memberikan efek negatif yang sangat besar karena prosentase kasus penyakit-penyakit tersebut diseluruh dunia mencapai 54% dari seluruh penyakit pada tahun 2001. Angka ini bahkan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 65% pada tahun 2020.
Ada beberapa hal yang bisa memicu kekambuhan pada pasien, antara lain tidak patuh minum obat, tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter, gaya hidup yang tidak sehat, kurangnya dukungan dari keluarga, kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga tentang suatu penyakit serta adanya masalah kehidupan yang berat yang dapat memicu kambuhnya suatu penyakit tersebut, (Akbar, 2008).
Kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang ditentukan oleh tujuh dimensi, faktor terapi, faktor sistem kesehatan, faktor lingkungan, usia, dukungan keluarga, motivasi pasien dan faktor sosial ekonomi. Diatas semua faktor itu, diperlukan komitmen yang kuat dan koordinasi yang erat dari seluruh pihak dalam mengembangkan pendekatan multidisiplin untuk menyelesaikan permasalahan ketidak patuhan pasien ini, (Purwanto, 2010).
Kepatuhan yang rendah terhadap obat yang diberikan dokter dapat meningkatkan risiko morbiditas, mortalitas dan resistensi obat baik pada pasien maupun pada masyarakat luas. Banyak faktor berhubungan dengan kepatuhan terhadap terapi pengobatan termasuk karakteristik pasien, hubungan antara petugas pelayanan kesehatan dan pasien, regimen terapi dan seting pelayanan kesehatan, selain itu umur, jenis kelamin, motivasi pasien, suku/ras dan status ekonomi keluarga berhubungan dengan kepatuhan pasien dibeberapa tempat di Indonesia, (Purwanto, 2010).
Lamanya penyakit akan memberikan efek negative terhadap kepatuhan pasien. Makin lama pasien mengidap penyakit, makin kecil pasien tersebut patuh pada pengobatannya. Masalah biaya pelayanan juga merupakan hambatan yang besar bagi pasien yang mendapat pelayanan rawat jalan dari klinik umum. Tingkat ekonomi atau penghasilan yang rendah akan berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin karna tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat atau membayar tranportasi, (Notoadmodjo,2003).
Usia berpengaruh terhadap cara pandang seseorang dalam kehidupan, masa depan dan pengambilan keputusan. Misalnya seorang pasien usia 35 tahun dengan 2 orang anak balita dibandingkan dengan penderita lain yang berusia 78 tahun dimana semua anaknya sudah mandiri tentu saja berbeda dalam menentukan pilihan untuk mendapatkan kesehatan. Penderita yang dalam usia produktif merasa terpacu untuk sembuh mengingat dia masih muda mempunyai harapan hidup yang tinggi, sebagai tulang punggung keluarga , sementara yang tua menyerahkan keputusan pada keluarga atau anak-anaknya. Tidak sedikit dari mereka merasa sudah tua, capek, hanya menunggu waktu, akibatnya mereka kurang motivasi dalam menjalani terapi pengobatan. Usia juga erat kaitannya dengan prognose penyakit dan harapan hidup mereka yang berusia diatas 55 tahun kecenderungan untuk terjadi berbagai komplikasi yang sangat besar bila dibandingkan dengan yang berusia dibawah 40 tahun. Selain itu kemampuan ekonomi, motivasi atau dukungan keluarga juga berperan dalam ketaatan seseorang menjalani terapi, (Indonesian Nurse, 2008). Penelitian Zuliana, (2009) di puskesmas Pekan Labuhan Medan, menunjukkan 31,6% pasien tidak patuh dalam menjalani pengobatan, hal ini di karenakan kurangnya dukungan keluarga, pengaruh sosial ekonomi dan jarak rumah dan tempat pelayanan medis yang cukup jauh membuat pasien tidak patuh terhadap pengobatan.
Berdasarkan data yang di peroleh di sub bagian rekam medic di RSUD.M.Yunus Bengkulu, jumlah kunjungan pasien di ruang melati RSUD.M.Yunus Bengkulu, tahun 2008 sebanyak 1941 pasien, tahun 2009 sebanyak 1532 pasien dan pada tahun 2010 sebanyak 1715 pasien dan jumlah kunjungan pada bulan Desember sebanyak 129 pasien.
Survey awal yang dilakukan peneliti pada pasien pasca perawatan di ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu dari 10 orang pasien yang menjalani pengobatan di rumah, 5 orang diantaranya mengatakan tidak teratur meminum obat, 2 orang diantaranya mengatakan terlalu mahalnya biaya dan tidak sanggup membeli obat, 2 orang responden dengan usianya sudah tua dan merasa harapan untuk sembuh sangat rendah, dan 1 orang responden lagi mengatakan kurang termotivasi karena merasa bosan jika harus meminum obat setiap hari.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik dan berkeinginan untuk melakukan peneliti dengan judul, hubungan karateristik pasien dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka didapat rumusan masalah apakah ada hubungan antara karateristik usia, status ekonomi, dan motivasi Dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu 2011.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan karateristik pasien dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui gambaran kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
b. Diketahui gambaran usia pasien pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
c. Diketahui gambaran motivasi pasien pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
d. Diketahui gambaran status ekonomi pasien pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu,
e. Diketahui hubungan usia dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
f. Diketahui adakah hubungan motivasi pasien dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
g. Diketahui hubungan status ekonomi pasien dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk RSUD Dr. M. yunus Bengkulu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karateristik pasien yang berhubungan dengan dengan kepatuhan minum obat pasca rawat di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
2. Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan memberikan masukan dalam mempelajari karateristik pasien yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat
3. Untuk Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian serupa yang akan dikembangkan lebih lanjut.
Subscribe to:
Posts (Atom)