Wednesday 3 June 2015

HUBUNGAN TEHNIK PEMASANGAN INFUS DAN CARA PEMBERIAN OBAT DENGAN KEJADIAN PLEBITIS

ABSTRAK

Enam puluh persen pasien yang di rawat di Rumah Sakit menggunakan infuse dan rata-rata pasien diberikan obat melalui intravena lewat selang infus. Survey awal di RSUD.M Yunus Bengkulu.dari tanggal 26–29 november dari 25 pasien yang telah dipasang infus terdapat 13 pasien (52%) yang sudah menampakan adanya tanda-tanda plebitis seperti peradangan disekitar tusukan jarum infus, kemerahan dan nyeri di sepanjang vena. Tujuan penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan tehnik pemasangan infus dan cara pemberian obat dengan kejadian phlebitis di ruang melati RSUD.M.Yunus Bengkulu tahun 2010.
Jenis dalam penelitian ini adalah deskriktif analitik  dengan menggunakan desain kohort. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang di pasang infus di melati C2, RSUD. Dr, M. Yunus Bengkulu. Dengan jumlah sampel 62 responden dianalisa dengan univariat menggunakan tabel distribusi frekuensi dan bivariat menggunakan uji chi scuare.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, lebih dari separuh (54,8%) tehnik pemasangan  infus tidak baik,  lebih dari separuh (56,5%) cara pemberian obat tidak baik, hampir separuh (46,8%) responden yang dipasang infus mengalami phlebitis, ada hubungan yang bermakna antara tehnik pemasangan infus dengan kejadian plebitis, (p=0,019) dan Tidak ada hubungan yang bermakna antara cara pemberian obat dengan kejadian plebitis, (p=1,000).
Kepada pihak RS diharapkan dapat merevisi dan mensosialisasikan kembali  protaf yang telah ada kepada seluruh perawat seperti menempel didinding atau dengan cara memberikan pelatihan kembali tentang  standar prosedur pemasangan infus dan prosedur pemberian obat kepada perawat, dengan menggunakan standar yang baru demi mengurangi angka kejadian phlebitis.

Kata kunci : phlebitis, tehnik pemasangan infus, cara pemberian obat

FILE LENGKAPNYA DOWNLOAD DI SINI
COVER            : http://adf.ly/10052769/coverdk
BAB1                : http://adf.ly/10052769/bab1
BAB2                : http://adf.ly/10052769/bab2
BAB3                : http://adf.ly/10052769/bab3
BAB4                : http://adf.ly/10052769/bab4
BAB5                : http://adf.ly/10052769/bab5
DAPUS             : http://adf.ly/10052769/dapusdk

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PENCEGAHAN DENGAN KEJADIAN MALARIA



BAB I

PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Malaria ditemukan hampir diseluruh bagian dunia, terutama di negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis, seperti beberapa bagian benua afrika dan Asia Tenggara. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memperkirakan saat ini diseluruh dunia sekitar 300 juta sampai 600 juta kasus klinis malaria dijumpai setiap tahun (WHO, 2000) dan penyakit menular melalui faktor nyamuk Anopheles tersebut mampu membunuh anak setiap 20 detiknya dan menjadi penyakit paling mematikan (Muthar, 2003).
Prevalensi malaria di Indonesia adalah 50 per 1000 penduduk (2004) dan ditargetkan turun hingga 5 per 100 penduduk tahun 2010 (Indonesia Sehat 2010). Malaria merupakan penyakit yang terdapat di negara tropis. Setiap 30 detik seorang anak meninggal dunia akibat malaria. Di Indonesia terdapat 310 kabupaten dan kota yang merupakan daerah endemic malaria. Tingginya jumlah kasus malaria akibat lingkungan yang sangat mendukung terjadinya penularan. Seperti lingkungan yang banyak tergenang air kotor dan rumah yang tidak sehat. Kasus yang terakumulasi akibat rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan yang ada. Pada tahun 2006 dan 2007 malaria dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Peningkatan kasus malaria di delapan propinsi, delapan kabupaten yang mencapai 20.331 penduduk, 12 desa dengan kesakitan sejumlah 1.015 dan kemtian 23 orang. Case fatalitty rate sebesar 2,19% (Ferdinand, 2007).
Dari profil kesehatan propinsi Bengkulu tahun 2008 menyatakan bahwa angka kesakitan malaria diukur dengan menggunakan malaria klinis dalam bentuk Annual Malaria Insiden (AMI), artinya indikator ini menyatakan kesakitan berdasarkan gejala klinis bukan berdasarkan pada pemeriksaan laboratorium. Jumlah penderita klinis di propinsi Bengkulu pada tahun 2006 berjumlah 33.413 penderita dan yang positif sebanyak 3.178. Penderita diobati sebanyak 32.062 dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 33.450 penderita, dan yang positif sebanyak 7.033. Penderita diobati sebanyak 16.725 penderita.
Tabel 1.1 Jumlah penderita Malaria di Kecamatan dan Puskesmas Kota Bengkulu tahun 2008
NO
Kecamatan
Puskesmas
JumLah Balita
1
2
3
4
1
Gading Cempaka
Jembatan Kecil
Jalan Gedang
Lingkar Barat
Lingkar Timur
272
46
32
11
2
Ratu Agung
Kuala Lempuing
Nusa Indah
Sawah Lebar
8
28
146
3
Ratu Samban
Anggut Atas
221
4
Teluk Segara
Pasar Ikan
Kampung Bali
506
94
5
Sungai Serut
Sukamerindu
21
6
Muara Bangkahulu
Ratu Agung
Beringin Raya
44
19
7
Selebar
Basuki Rahmad
Betungan
228
32
8
Kampung Melayu
Kandang
Padang Serai
43
16

Jumlah
1.767
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bengkulu (2008)


Dari tabel diatas kasus tertinggi Malaria adalah Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu dengan jumlah 506 orang. Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan di Puskesmas Pasar Ikan jumlah balita dari bulan januari sampai dengan Desember 2009 berjumlah 1.893 orang balita. Kasus Malaria di Kota Bengkulu dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan sedikit, hal ini dapat dilihat dari data sebagai berikut :  Jumlah penderita klinis di propinsi Bengkulu pada tahun 2006 berjumlah 33.413 penderita dan yang positif sebanyak 3.178. Penderita diobati sebanyak 32.062 dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 33.450 penderita, dan yang positif sebanyak 7.033. Penderita diobati sebanyak 16.725 penderita.
Dilihat dari hal tersebut, maka upaya pencegahan penyakit malaria ini sangat diperlukan. Upaya pencegahan kejadian kesakitan akan penularan malaria saat ini telah ibagikan 2,5 juta kelambu berinsektisida kepada ibu hamil, anak balita dan penduduk miskin di 45 kabupaten endemis yang sangat membutuhkan (Ferdinand, 2007). Adapun upaya pencegahan penyakit malaria diantaranya adalah menghindari gigitan nymuk malaria, membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa, mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria, pemberian obat pencegahan malaria, dan pemberian vaksin malaria (Prabowo, 2007). Sedangkan menurut Haswani (2004), dalam hal pemberantasan malaria dapat dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan larvasida, dan secara hayati menggunakan agent biologis seperti predator.
Menjaga lingkungan sekitar rumah menjadi prioritas utama agar kasus ini tidak terjadi lagi. Kebersihan lingkungan rumah merupakan tanggung jawab keluarga khususnya ibu. Dalam kehidupan sehari-hari peran ibu lebih dominan karena lebih sering berinteraksi dengan anggota keluarga dan lingkungan rumah. Peran dan pengetahuan ibu diperlukan untuk menciptakan lingkungan rumah yang bersih dan sehat. Dengan terciptanya lingkungan rumah yang bersih dan sehat akan memutuskan mata rantai kehidupan nyamuk Anopheles, sehingga terbebas dan terhindar dari penyakit malaria (Satari, 2004).
Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui  panca indra yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba, di mana sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
 Upaya penanggulangan malaria bukan saja merupakan tugas dari tenaga kesehatan, tetapi seluruh masyarakat. Ibu yang mempunyai peranan utama dalam penanggulangan malaria pada balita karena ibulah yang paling dekat dengan anak. Jika anak sudah jelas menderita penyakit malaria, perhatian orang tua sangat diperlukan untuk membantu proses penyembuhan pada anak. Keberhasilan seorang ibu mencegah dan mengobati anaknya dari penyakit malaria tergantung dari pengetahuan yang dimiliki ibu (Notoatodjo, 1993).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul “Hubungan Tingkat  Pengetahuan Ibu Tentang Pencegahan Dengan Kejadian Malaria Di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu Tahun 2009”.




1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulis merumuskan masalah penelitian yaitu adakah hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang pencegahan dengan kejadian malaria di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu.

1.3  Tujuan Penelitian

1.3.1.  Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pencegahan dengan Kejadian Malaria di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu.
1.3.2 . Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengetahui gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pencegahan di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu.
1.3.2.2.  Mengetahui gambaran Kejadian Malaria di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu.
1.3.2.3. Untuk mengetahui Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pencegahan Dengan Kejadian Malaria di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu.

1.4  Manfaat Penelitian

1.4.1.   Tempat Penelitian (Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu)

Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dan masukan mengenai   Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pencegahan dengan Kejadian Malaria di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu.
1.4.2.   Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan dalam mempelajari Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pencegahan  dengan Kejadian Malaria di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu.
1.4.3.      Bagi Peneliti Lain

Informasi yang didapat dari peneliti ini berguna sebagai bahan literatur atau referensi bagi peneliti lain yang berminat dalam penelitian tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pencegahan dengan Kejadian Malaria di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu.
DOWNLOAD FILE LENGKAPNYA DISINI  


gambaran pengetahuan dan sikap tentang penyakit menular seks pada mahasiswa perawat stikes dehasen Bengkulu



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar balakang
Remaja merupakan generasi harapan bangsa, untuk itu perlu disiapkan sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas di masa yang akan datang. Penduduk dunia saat ini berjumlah 6,3 milyar jiwa, dari jumlah itu, penduduk remaja mencapai lebih dari 1 milyar. Jumlah remaja di Indonesia mencapai 62 juta yang sedang memasuki prilaku reproduksi dan seksual yang dapat membahayakan atau justru mengancam kehidupan seperti : akan tertularnya penyakit menulas seks (PMS), HIV/AIDS, dan gonorrhea, chlamydia, syphilis, trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis (Santoso,2005).
PMS dapat berdampak terhadap penyebaran penyakit menular seks (PMS) yang akan menular melalui pasangan dan bahkan keturunannya. Penyebarannya melalui seks bebas dengan bergonta-ganti pasangan. Hubungan seks satu kali saja dapat menularkan penyakit bila dilakukan dengan orang yang tertular salah satu penyakit kelamin. yaitu virus HIV/AIDS, Gonore, Herpes Genetalia, Sefilis, maupun penyakit menular seks lainnya (PMS), kemudian timbul rasa ketagihan, hancurnya masa depan remaja tersebut, remaja wanita yang terlanjur hamil akan mengalami kesulitan selama kehamilan karena jiwa dan fisiknya belum siap (Ratna Mahdiana 2010). Menurut Admin (2008). Bahwa setiap tahun terdapat 1 dari 18 gadis remaja Amerika Serikat hamil sebelum nikah dan 1 dari 5 pasien AIDS tertular HIV pada usia remaja.
(WHO, 2003) Peningkatan insidens infeksi menular seksual dan penyebarannya di seluruh dunia tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa pelaksanaan program penyuluhan yang intensif akan menurunkan insidens infeksi menular seksual atau paling tidak insidensnya relatif tetap. Namun demikian, di sebagian besar negara insidens infeksi menular seksual relatif masih tinggi (Hakim, 2003). Angka penyebarannya sulit ditelusuri sumbernya, sebab tidak pernah dilakukan registrasi terhadap penderita yang ditemukan. Jumlah penderita yang terdata hanya sebagian kecil dari penderita sesungguhnya (Lestari, 2008).
Di Indonesia, infeksi menular seksual yang paling banyak ditemukan adalah syphilis dan gonorrhea. Prevalensi infeksi menular seksual di Indonesia sangat tinggi ditemukan di kota Bandung, yakni dengan prevalensi infeksi gonorrhea sebanyak 37,4%, chlamydia 34,5%, dan syphilis 25,2%; Di kota Surabaya prevalensi infeksi chlamydia 33,7%, syphilis 28,8% dan gonorrhea 19,8%; Sedang di Jakarta prevalensi infeksi gonorrhea 29,8%, syphilis 25,2% dan chlamydia 22,7%. Di Medan, kejadian syphilis terus meningkat setiap tahun. Peningkatan penyakit ini terbukti sejak tahun 2003 meningkat 15,4% sedangkan pada tahun 2004 terus menunjukkan peningkatan menjadi 18,9%, sementara pada tahun 2005 meningkat menjadi 22,1%.
Setiap orang bisa tertular penyakit menular seksual. Kecenderungan kian meningkatnya penyebaran penyakit ini disebabkan perilaku seksual yang bergonta-ganti pasangan, dan adanya hubungan seksual pranikah dan diluar nikah yang cukup tinggi. Kebanyakan penderita penyakit menular seksual adalah remaja usia 15-29 tahun, tetapi ada juga bayi yang tertular karena tertular dari ibunya (Lestari, 2008). Tingginya kasus penyakit infeksi menular seksual, khususnya pada kelompok usia remaja, salah satu penyebabnya adalah akibat pergaulan bebas. Sekarang ini di kalangan remaja pergaulan bebas semakin meningkat terutama di kota-kota besar.
Pengetahuan tentang PMS dapat di tingkatkan dengan pemberian pendidikan kesehatan reproduksi dan PMS yang dimulai pada usia remaja. Pendidikan tentang PMS di kalangan remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi juga mengenai bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual (PMS) dan kehamilan yang belum diharapkan atau kehamilan berisiko tinggi,(BKKBN, 2005). Adapun terjadinya penularan PMS yaitu : Berhubungan seks yang tidak aman dengan penderita PMS (tanpa menggunakan pelindung/kondom), Ganti-ganti pasangan seks, Pelacuran, Melakukan hubungan seks secara anal, karena hubungan ini mudah menimbulkan luka. Adapun dampak dari seseorang PMS yaitu akan tertularnya penyakit menulas seks (PMS), HIV/AIDS, dan gonorrhea, chlamydia, syphilis, trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis. Begitujuga sebaliknya dengan pengetahuan dan sikap yang baik remaja dapat  terhindar dari dampak dari PMS.
 (Luthfie 2008) menunjukkan dari 2181 mitra sebanyak 13% melakukan seksual aktif, enam terkena penyakit menular seksual, tiga HIV, dan empat narkoba. Survey itu menjaring 190 remaja siswa SMA/ SMK di Bandung. Mereka menyatakan berbagai alasan yang mendorong mereka melakukan hubungan seks diluar nikah. Sebanyak 26% beralasan melakukan hubungan intim untuk menyalurkan dorongan seks, 17% sebagai ungkapan cinta, 17% untuk kesenangan, 13% dipaksa pacar, 10% agar dianggap modern, 8% uji keperawanan/ perjaka, 5% imbalan, dan 3% mengatasi stress. Sarwono (2006) dalam penelitiannya terhadap remaja di Jakarta memperoleh data bahwa sebagian besar remaja (53,6%) tertarik pada masalah hubungan seks sebelum perkawinan. Denga pengetahuan dan sikap remaja yang baik, remaja dapat terhindar dari dampaknya PMS. Yang dapat mengancam masa depan remaja tersebut.
Kasus HIV/AIDS di Kota Bengkulu  pada tahun 2005 berjumlah 5 orang, tahun 2006 terjadi peningkatan sebanyak 48 orang, pada tahun 2007 terjadi penurunan 25 orang dikarenakan ada penderita yang pindah kedaerah lain dan meninggal, tahun 2008 terjadi peningkatan sebanyak 49 orang, tahun 2009 terjadi peningkatan yang sangat drastis sebanyak 136 orang dan pada tahun 2010 dari bulan januari sampai maret sebanyak 19 orang (KPA provinsi Bengkulu, 2010).
                 Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti terhadap 10 orang mahasiswa pada empat perguruan tinggi yang berorientasikan kesehatan yakni Stikes Trimandiri Sakti, Akkes Sapta Bakti, Stikes Bakti Husada dan Stikes Dehasen, dari keempat sekolah tinggi tersebut hanya informan dari Stikes Dehasen mengaku kurangnya pengetahuan, sikap tentang PMS.
                 Stikes Dehasen memilki program studi (prodi) sebanyak 3 prodi yaitu prodi D III keperawatan, prodi kesehatan masyarakat dan prodi S1 keperawatan dengan jumlah mahasiswa 708 orang yang terbagi atas 219 orang untuk D3 keperawatan, 55 orang untuk kesehatan masyarakat dan 138 orang S1 keperawatan. Umur dari mahasiswa rata-rata 17-24 tahun yang dalam fase perkembangan manusia adalah fase remaja akhir. Dari data bagian kemahasiswaan Stikes Dehasen yang penulis dapatkan pada tahun 2006 terdapat 2 orang mahasiswa cuti untuk menikah dengan berbagai alasan diantaranya hamil di luar nikah dan 2 orang mahasiswa pindah, tahun 2007 sebanyak 8 orang, tahun 2008 sebanyak 8 orang dan 2009 sebanyak 15 orang. Dari hasil survey awal yang dilakukan peneliti di stikes dehasen bengkulu  terhadap 10 orang mahasiswa hanya 5 mahasiswa yang bisah menjawab dengan benar tentang defenisi cara penularan dan pencegahan tentang penyakit menular seks serta sikap terhadap (PMS). Maka peneliti ingin malakuka penelitian tentang. “Gambaran Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Perawat Stikes Dehasen Tentang Penyakit Menular Seks tahun 2011”






B.     Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut diatas, penulis merumuskan permasalahan penelitian yaitu. “Belum diketahuinya pengetahuan dan sikap mahasiswa perawat stikes dehasen tentang PMS. ”

C.     Tujuan Penelitian
1.       Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap tentang penyakit menular seks pada mahasiswa perawat stikes dehasen Bengkulu.
2.                  Tujuan khusus
a.     Mengetahuai distribusi, frekuensi pengetahuan seks pada mahasiswa Stikes Dehasen tentang PMS.
b.     Mengetahuai distribusi, frekuensi sikap mahasiswa Stikes Dehasen tentang PMS.






D.     Manfat penelitian
1.               Untuk akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah, yang bermanfaat bagi akademis yang berhubungan dengan penyakit menular seks.
2.               Untuk mahasiswa
Diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan kebijakan untuk meningkatkan pemberian komunikasi, informasi dan edukasi tentang hubungan seksual pranikah
3.               Untuk peneliti lain
   Dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta di harapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian serupa yang akan di kembangkan lebih lanjut.

FILE LENGKAPNYA DONLOAD DI SINI http://adf.ly/1IFnb8