Saturday 23 May 2015

HUBUNGAN KETAATAN DIIT DAN OLAHRAGA DENGAN KESTABILAN GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS YANG BEROBAT DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM



BAB I
PENDAHULUAN
  
1.1    Latar Belakang
Seiring dengan berhasilnya pemerintah dalam pembangunan nasional telah menunjukkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia (Kasdu, 2002)
Sebagai dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, pola penyakit di Indonesia mulai mengalami pergeseran yang cukup meyakinkan. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur turun, meskipun diakui angka penyakit infeksi ini masih ada seperti hepatitis, AIDS dan TBC yang juga angka kematiannya masih tinggi. Di lain pihak penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif diantaranya Diabetes Mellitus juga meningkat tajam, perubahan pola penyakit itu diduga ada hubungannya dengan cara hidup yang berubah sesuai bertambahnya kemakmuran (Sjaifoellah, 1996).
Diabetes mellitus yang lebih dikenal dengan penyakit kencing manis merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik kadar gula darah berlebihan (hiperglikemia). Ini terjadi karena kelainan sekresi insulin, retensi insulin dan lebih banyak disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat. Gejala yang khas pada diabetes mellitus yaitu banyak makan (polidipsia), banyak minum (polifagia), dan banyak buang air kecil (poliuria) meskipun tidak semua orang mengalami gejala khas tersebut (Khisanti, 2004).
Diabetes mellitus merupakan momok baru bagi masyarakat Indonesia. Hal ini karena jumlah penderitanya semakin meningkat. Menurut survey yang dilakukan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO), Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes mellitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk, sedangkan urutan di atasnya adalah India, China dan Amerika Serikat. Temuan tersebut semakin membuktikan bahwa penyakit diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius (Octa, 2006)
Fakta lain yang tidak kalah mencengangkan adalah data Departemen Kesehatan yang menyebutkan bahwa jumlah penderita rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin. Organisasi yang peduli terhadap permasalahan diabetes mellitus, Diabetic Federation mengestimasikan bahwa jumlah penderita diabetes mellitus yang pada tahun 2001 terdapat 5,6 juta penderita diabetes untuk usia di atas 20 tahun, akan meningkat menjadi 8,2 juta pada tahun 2020, bila tidak dilakukan upaya perubahan pola hidup sehat pada penderita (Octa, 2006)
Sementara di Propinsi Bengkulu jumlah penderita diabetes yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2003 sebanyak 1.398 orang, tahun 2004 sebanyak 2.996 dan tahun 2005 sebanyak 1.202 orang. Diabetes mellitus juga menduduki urutan ke-2 penyakit terbesar di Poli Dalam dan penyebab kematian terbanyak penyakit endokrin pada tahun 2005 yaitu sebanyak 11 orang (1,91%), pada triwulan pertama tahun 2006 penderita diabetes mellitus yang berobat ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu sebanyak 611 orang dengan kasus baru sebanyak 31 orang penderita (Medical Record RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu).
Untuk menurunkan angka kesakitan karena diabetes mellitus, penanganannya akan bervariasi seiring dengan kemajuan dalam metode terapi. Meskipun tim kesehatan akan mengarahkan penanganannya, namun penderita sendirilah yang harus bertanggung jawab dalam pelaksanaan terapi yang komplek dalam bentuk perawatan diabetes secara mandiri. Perawatan yang utama terdiri dari penatalaksanaan diit, latihan, kontrol gula darah dan terapi obat-obatan (Azwar, 1998).
Meskipun sudah sedemikian majunya riset di bidang pengobatan diabetes dengan ditemukannya berbagai jenis insulin dan obat oral yang mutakhir, diit dan olahraga masih tetap merupakan pengobatan yang penting pada penatalaksanaan diabetes. Diit dan olahraga merupakan komposisi yang ampuh untuk mengontrol diabetes. Diit yang efektif dapat memperbaiki resistensi insulin dan olahraga yang teratur dapat mengontrol kadar gula darah (karena membuat insulin bekerja lebih efektif) serta membantu menurunkan berat badan, memperkuat jantung dan mengurangi stress (Vitahealth, 2004).
Survey awal yang penulis lakukan pada beberapa penderita diabetes mellitus yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu melalui wawancara didapat sebanyak 60% penderita mengatakan bahwa mereka tidak melakukan diit khusus dan tidak melakukan olahraga, dan sebanyak 40% penderita mengatakan melakukan diit dengan mengurangi makan-makanan yang mengandung gula dan jarang melakukan olahraga. Hampir seluruh penderita diabetes mellitus yang diwawancarai mengatakan bahwa kadar gula darah mereka pada tes gula darah terakhir, rata-rata lebih dari 160 mm/dL. Berdasarkan hal tersebut terlihat masih kurangnya kepatuhan dan ketaatan penderita diabetes mellitus dalam melakukan diit dan olahraga untuk menjaga kestabilan gula darahnya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan diit dan olahraga terhadap kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis menetapkan rumusan masalah penelitian, yaitu : apakah terdapat hubungan ketaatan diit dan olahraga dengan kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006.

1.3    Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah hubungan ketaatan diit dan olahraga dengan kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006, sedangkan jenis diit, jenis olahraga, penggunaan obat, penggunaan insulin dan dosis obat/insulin tidak termasuk cakupan bahasan dalam penelitian.

1.4    Tujuan Penelitian
1.4.1        Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan ketaatan diit dan olahraga dengan  kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006.
1.4.2        Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui gambaran ketaatan diit pada penderita diabetes mellitus yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006.
2.      Untuk mengetahui gambaran keteraturan olahraga pada penderita diabetes mellitus yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006.
3.      Untuk mengetahui gambaran kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus yang taat menjalankan diit dan olahraga di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006.
4.      Untuk mengetahui gambaran kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus yang tidak menjalankan diit dan olahraga di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006.
5.      Untuk mengetahui hubungan diit dengan kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus yang taat menjalankan diit dan olahraga di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006.
6.      Untuk mengetahui hubungan olahraga dengan kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus yang tidak menjalankan diit dan olahraga di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006.

1.5    Manfaat Penelitian
1.5.1        Untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman yang berharga bagi peneliti sendiri tentang hubungan diit dan olahraga terhadap kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus.
1.5.2        Untuk menambah dukungan bahwa hasil penelitian yang dibuat memberikan informasi yang sesuai dengan teori yang ada.
1.5.3        Memberikan masukan bagi petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan dan perawatan pada penderita diabetes mellitus di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
1.5.4        Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat menambah literatur tentang hubungan diit dan olahraga terhadap kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus bagi STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu dan memberikan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1     Diabetes Mellitus
2.1.1        Pengertian
Diabetes mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemik kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer, 1999).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolic yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dan manifestasikan berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price A. Sylvia, 1994).
Diabetes mellitus adalah kelainan kronik berupa gangguan metabolisme karbohidrat karena defisiensi insulin atau penggunaan karbohidrat secara berlebih (Nurachman, 2001).
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah/hiperglikemia (Baughman, 2000).
Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa diabetes mellitus adalah suatu keadaan dimana tubuh tidak bisa mengendalikan kadar gula dalam darah, sehingga tubuh mengalami kelebihan gula dalam darah (hiperglikemia) dan menimbulkan berbagai komplikasi.

2.1.2        Anatomi dan Fisiologi Pankreas
Pankreas adalah kelenjar eksokrin dan endokrin bertandan dengan panjang kira-kira 15 cm, lebar 5 cm dan beratnya rata-raga 60-90 gram. Pankreas terletak pada retoperitoneal abdomen bagian atas, di depan vertebrata lumbalis I dan II, diantara duodenum dan lien atau kelenjar usus dua belas jari dan belakang lambung. Pankreas terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu kepala, badan dan ekor pankreas.
Kepala pankreas terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum yang melingkarinya. Badan pankreas terletak di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis I. Ekor pankreas bagian yang runcing di sebelah kiri yang sebenarnya menyentuh lympa (lien). Pankreas mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai fungsi endokrin dan fungsi eksokrin. Fungsi endokrin dilaksanakan oleh pulau langerhans, sedangkan fungsi eksokrin dilakukan oleh sel-sel sekretino. Lobulanya membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit.
Pulau langerhans terdiri dari empat sel :
1.      Sel-sel Alpha
Membuat atau menghasilkan hormon glukagon. Suatu hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah.
2.      Sel-sel Betha
Menghasilkan hormon insulin yaitu suatu hormon yang berperan penting dalam pengaturan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
3.      Sel-sel Delta
Menghasilkan hormon stomatostatin dan gastin. Hormon stomastostatin memberikan efek growth hormon, thyrotropin, insulin dan glikogen. Gastin memberikan pengaruh dalam meningkatkan tonus otot gastrointestinal, meningkatkan sekresi mukosa usus.
Fungsi hormon insulin mengendalikan kadar glukosa dan bisa digunakan sebagai pengobatan, memperbaiki kemampuan sel tubuh dalam mengobservasi dan menggunakan glukosa dan lemak. Fungsi pulau langerhans sebagai nurisekresi dalam pengeluaran homeostatis nutrisi, menghambat sekresi insulin, glikogen dan polipeptida pankreas (Price A. Sylvia, 1994).

2.1.3        Etiologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa etiologi diabetes mellitus bermacam-macam meskipun pada akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita diabetes mellitus baik pada IDDM maupun NIDDM (Price A. Sylvia, 1994).
Secara garis besar penyebab dari diabetes mellitus ini digolongkan menjadi dua faktor yaitu :
1.      Faktor genetik
Penyakit autoimun yang ditemukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju pada proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin.
2.      Faktor non genetik
Dapat disebabkan oleh infeksi virus yang dianggap sebagai faktor utama seperti virus rubella, hepatitis, coksali, mononukrosis infecsiosa. Gangguan nutrisi seperti : obesitas, malnutrisi, protein, alcohol bisa juga disebabkan obat-obatan, stress yang pada akhirnya dapat menstimulasi autoimun yang bersifat sitotoksik terhadap sel bheta (Price A. Sylvia, 1994).
Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM) disebabkan oleh penghancuran sel betha pulau langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan pada Non Insulin Diabetes Mellitus (NIDDM) disebabkan kegagalan relatif sel betha dan resistensi insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel betha tidak mampu mengimbangi retensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain, artinya sel betha pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Mansjoer, 1999).

2.1.4        Patofisiologi Diabetes Mellitus
Dalam keadaan normal jika terdapat insulin, maka asupan glukosa (produksi glukosa) yang melebihi kebutuhan kalori akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot. Proses ini disebut glikogenesis yang dapat mencegah hiperglikemia (kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dl).
Jika kadar glukosa darah melebihi normal, maka timbulnya glikosuria ini disebabkan karena tubuli-tubuli ginjal tidak sanggup lagi untuk mereabsorbsi semua glukosa yang ada dalam tubuli, glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang dapat menimbulkan peningkatan jumlah urin (poliuria), sehingga timbul rasa haus yang berlebihan (polidipsia), karena glukosa hilang bersama urine. Dengan hilangnya kalori dan starvasi selluler selera makan menjadi meningkat dan penderita akan sering makan (polifagia) (Guyton, 1987).
Jika terdapat defisit insulin, empat perubahan metabolik terjadi menimbulkan hiperglikemia :
1.      Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang.
2.      Glikogenesis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
3.      Glikolisis meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara terus-menerus melebihi kebutuhan.
4.      Glukoneogenesis meningkat dan lebih banyak lagi glukosa “hati” yang tercurah ke dalam darah dari hasil pemecahan asam amino dan lemak (Sjaifoellah, 1996).

2.1.5        Klasifikasi Diabetes Mellitus
Menurut Baughman (2000) diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi :
1.      Diabetes mellitus tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Sel-sel betha dari pulau langerhans pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh autoimun, diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitan mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2.      Diabetes mellitus tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas insulin. Paling sering terjadi pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3.      Sindrom atau kondisi lainnya seperti : Diabetes Mellitus Gestasional (GDM), awitan selama kehamilan (pada trimester kedua dan ketiga)
2.1.6        Manifestasi Klinis
1.      Diabetes mellitus tipe I
a.       Gejala muncul secara tiba-tiba
b.      Hiperglikemia
c.       Glikosuria, diuresis osmotik
d.      Poliuria, polidipsia dan polifagia
e.       Gejala lain termasuk keletihan dan kelemahan
f.       Berat badan menurun
g.      Ketoasidosis diabetik (DAK) menyebabkan tanda-tanda dan gejala nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, jika tidak diatasi terjadi perubahan tingkat kesadaran, koma dan kematian.
2.      Diabetes mellitus tipe II
a.       Gejala lamban (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif.
b.      Gejala seringkali ringan seperti keletihan, mudah tersinggunh, poliuria, polidipsia, polifagia, luka pada kulit yang sulit sembuh, kesemutan, mengantuk, infeksi vaginal, penglihatan kabur (bila kadar glukosa sangat tinggi) (Baughman, 2000).

2.1.7        Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada penderita diabetes mellitus dapat diketahui dengan hasil laboratorium. Pemeriksaan laboratorium tersebut terdiri dari : elektrolit, penurunan gula darah, blood urea nitrogen (BUN), serum kalasinin, dan test urin untuk menilai kadar glikosuria.
1.      Pemeriksaan darah/true glukosa
a.       Gula darah puasa (normal 70-110 mg/dl)
b.      Gula darah post prandial diambil 2 jam setelah makan (normal kurang dari 140 mg/dl) digunakan untuk skrining atau evaluasi pengobatan.
c.       Test toleransi glukosa oral / TTGO (normal kurang dari 115 mg/dl) terutama pada penderita bebas diit dan beraktifitas fisik.
d.      Lipid-lipid dalam darah sering meningkat pada diabetes mellitus yang tidak terkontrol, terutama dalam keadaan kerosit.
e.       Jumlah eritrosit biasanya tidak berkurang, jumlah leukosit juga normal, jika terdapat ketosis dan asidosit berat, maka jumlah leukosit bisa meningkat sampai dengan 20.000/m3.
2.      Pemeriksaan urine
a.       Pemeriksaan Benedict (reduksi) adanya glukosa dalam urine yang merupakan karakteristik untuk diabetes mellitus.
b.      Konsentrasi gula dalam urine bisa mencapai 10%, jika ada ketosis menahan urine, urine dapat mengandung zat-zat keton dalam jumlah besar (Sjaifoellah, 1996).


3.      Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai resiko diabetes mellitus, namun tidak menunjukkan adanya gejala diabete mellitus. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan penderita dengan diabetes mellitus, TGT (Toleransi Gula Terganggu), GDPT (Gula Darah Puasa Terganggu), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. (PB. Perkeni, 2006).
Tabel 2.1. Nilai diagnostik untuk tes toleransi glukosa

Darah Vena
Mg/dL
Darah Kapiler
mg/dL
Plasma vena
Mg/dL
DM
Glukosa darah puasa

dan/atau 2 jam sesudah beban

TGT
Glukosa darah puasa

2 jam sesudah beban
> 120



> 180



< 120


> 120-< 150
> 120



> 200



< 120


> 140-< 200
> 140



> 200



< 140


> 140-<200 span="">
(Sumber : Sjaifoellah, 1996).

2.1.8        Komplikasi Diabetes Mellitus
Menurut Baughman (2000) komplikasi yang berkaitan dengan diabetes mellitus digolongkan sebagai komplikasi akut dan komplikasi kronis.
1.      Komplikasi akut
Komplikasi yang terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dalam glukosa darah, yaitu :

a.       Hipoglikemia
Adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kadar glukosa dalam darah sampai dibawah 60 mg/dl. Gejala berkeringat, tremor, rasa lapar, mual, berdebar, pusing, kesadaran menurun sampai koma.
b.      Ketoasidosis diabetik (DKA)
Adalah peningkatan jumlah keton dalam plasma akibat peningkatan glukosa.
c.       Sindrom hyperglikemik hiperosmolar non-ketotic (HHNK).
Adalah suatu sintrom yang ditandai dengan hiperglikemi berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis disertai menurunnya kesadaran.
2.      Komplikasi kronis
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun awitan, yaitu :
a.       Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar) : mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular serebral. Glukosa darah yang tinggi dalam jangka waktu panjang akan menaikkan kadar kolesterol dan trigliseri darah. Lama-kelamaan akan terjadi aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah.
b.      Mikrovaskular  (penyakit pembuluh darah kecil) :
1)      Mengenai mata (retinopati) adalah penumputan zat-zat sisa metabolisme, gula oleh sel-sel lensa mata. Bentuk kerusakan bisa berupa bocor dan keluar cairan atau darah yang membuat retina bengkak atau endapan lemak yang disebut eksudat. Selain itu terjadi cabang-cabang abnormal pembuluh darah yang rapuh yang mengakibatkan penglihatan yang kabur.
2)      Mengenai ginjal (nefropati)
Diagnosis nefropati ditegakkan jika didapatkan kadar albumin > 30 mg di dalam urin dalam 24 jam pada 2 dari tiga kali pemeriksaan yang pada akhirnya berlanjut menjadi gagal ginjal stadium akhir.
c.       Penyakit neuropati : mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomal serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.

2.1.9        Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk menormalisasi aktivitas insulin dan kadar gula darah untuk menurunkan perkembangan komplikasi neuropati dan vaskular. Tujuan terapeutik pada masing-masing tipe diabetes adalah untuk mencapai kadar glukosa darah (euglikemia) tanpa mengalami hipoglikemia dan tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari penderita dengan serius. Terdapat lima komponen penatalaksanaan untuk diabetes yaitu : diit, olahraga/latihan, pemantauan, obat-obatan (sesuai kebutuhan) dan penyuluhan.
1.      Komponen penatalaksanaan diabetes mellitus :
a.       Pengobatan utama dari diabetes mellitus tipe I adalah insulin
b.      Pengobatan utama dari diabetes mellitus tipe II adalah penurunan berat badan.
c.       Aktivitas/latihan/olahraga penting dalam meningkatkan keefektifan insulin
d.      Gunakan preparat hipoglikemia oral jika diit dan olahraga tidak berhasil mengontrol kadar glukosa darah.
e.       Karena pengobatan bervariasi sepanjang perjalanan penyakit akibat perubahan gaya hidup, status fisik dan emosional, juga kemajuan terapi, secara konstan dikaji dan modifikasi rencana pengobatan juga penyesuaian sehari-hari dalam pengobatan. Penting untuk memberikan penyuluhan basik bagi penderita maupun keluarga (Baughman, 2000).
2.      Dasar perawatan diabetes mellitus dititikberatkan untuk :
a.       Memberikan energi yang cukup untuk mencapai/mempertahankan berat badan normal
b.      Mencegah terjadinya hipoglikemia post prandial yang berlebihan.
c.       Mencegah terjadinya hiperglikemia apabila memakai obat insulin (Sjaifoellah, 1996)
3.      Obat-obatan anti diabetik
a.       Golongan sulfonamide
Mekanisme kerja golongan obat ini adalah :
1)      Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan
2)      Menurunkan ambang sekresi insulin
3)      Menekan pengeluaran glukogen
Obat ini bekerja dengan menstimulasi sel bheta pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan.
b.      Golongan binguanid
Berfungsi untuk menurunkan kadar gula darah menjadi normal dan tidak menyebabkan hypoglikemia.
c.       Golongan inhibitor alfa glukosinase
Berfungsi menghambat kerja enzim alfa glukosinase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hyperglikemia post prandial.
d.      Golongan insulin
Berfungsi meningkatkan glukosa disportat pada sel dan mengurangi produksi glukosa hati.
e.       Insulin
Berfungsi mengendalikan kadar glukosa darah (Sjaifoellah, 1996).

2.2  Diit
Diit adalah penatalaksanaan yang penting dari ke-2 tipe diabetes mellitus. Makanan yang masuk harus dibagi merata sepanjang hari, ini harus konsisten dari hari ke hari. Sangat penting bagi penderita diabetes mellitus untuk mengkoordinasikan antara makanan yang masuk dan aktivitas sehari-hari (Moore MC, 1997).
Diit juga merupakan awal dari usaha mengendalikan diabetes. Diit harus dapat memenuhi kebutuhan gula tubuh, tetapi tidak boleh berlebihan. Kunci diit diabetes adalah memilih karbohidrat yang aman. Makan makanan yang mengandung karbohidrat halus dan lemak harus dihindari karena kurang sekali mengandung serat sehingga mudah diubah menjadi gula di dalam darah (Vitahealth, 2004).
Meskipun demikian, penderita diabetes mellitus tetap membutuhkan gula dalam batas yang dibutuhkan tubuh. Keberadaan gula dalam tubuh dibutuhkan sel untuk menjalankan fungsinya. Penderita diabetes mellitus juga tetap membutuhkan zat-zat makanan dalam bentuk protein, hidrat arang, lemak, mineral dan vitamin. Intinya, penderita diabetes mellitus membutuhkan makanan empat sehat lima sempurna yang dalam konsep baru dikenal dengan menu seimbang (Kompas, 2003).
2.2.1       Tujuan Diit pada Diabetes Mellitus
Menurut Sjaifoellah (1996) tujuan umum penatalaksanaan diit pada diabetes mellitus adalah :
1.      Mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar normal.
2.      Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
3.      Mencegah komplikasi akut dan kronik.
4.      Meningkatkan kualitas hidup.


2.2.2       Perencanaan Makan dan Kebutuhan Kalori pada Diabetes Mellitus
Pada dasarnya kebutuhan kalori pada diabetes tidak berbeda dengan non diabetes, yaitu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk aktivitas baik fisik maupun psikis, dan untuk mempertahankan berat badan supaya mendekati idaman. Prinsip dasar dari pemenuhan kalori diabetes adalah :
1.      Cukup kalori untuk mencapai atau mempertahankan BB idaman.
2.      Perhatikan adanya komplikasi, sesuaikan dengan komplikasi
3.      Cukup vitamin dan mineral (Sjaifoellah, 1996)
Menurut Mansjoer (1999) standar diit diabetes mellitus dipakai 8 (delapan) macam diit yaitu dengan ukuran karbohidrat 40%, protein 15-20% dan lemak 30-40%.
Tabel 2.2. Standar Diit Diabetes Mellitus
Macam diit
Kalori
Protein
(gr)
Lemak
(gr)
Karbohidrat
(gr)
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
1100
1300
1500
1700
1900
2100
2300
2500
50
55
60
65
70
80
85
90
30
35
40
45
50
55
65
65
160
195
225
260
300
325
350
390
Keterangan :
Diit I s/d III        :   Diberikan untuk penderita yang terlalu gemuk/obesitas
Diit IV s/d VI     :   Diberikan untuk penderita yang berat badannya normal.
Diit VII s/d VIII    :        Diberikan untuk penderita yang kurus atau juvaniele diabetes dengan komplikasi.
Berat badan ideal = 90% x (tinggi badan dalam cm-100) x 1 kg
 
Untuk mengetahui berapa jumlah kalori yang dibutuhkan seorang penderita diabetes terlebih dahulu harus mengetahui berapa berat badan ideal seseorang. Cara menghitung berat badan ideal menurut Brocca : (Sjaifoellah, 1996).

Berat badan ideal = tinggi badan dalam cm-100 x 1 kg
 
Catatan : pada laki-laki dengan tinggi badan < 160 cm atau pada wanita  < 150 cm berlaku rumus :


Setelah mengetahui berat badan ideal, baru dapat menghitung jumlah kalori yang dibutuhkan seorang penderita diabetes mellitus. Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seorang penderita diabetes mellitus :
1.      Menghitung kebutuhan basal dahulu dengan cara mengalikan berat badan ideal dengan jumlah kalori :
a.       Berat badan ideal dalam kg x 30 kkal untuk laki-laki.
b.      Berat badan ideal dalam kg x 25 kkal untuk perempuan.
2.      Kemudian ditambahkan dengan jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kegiatan sehari-hari :
a.       Kerja ringan : ditambah 10% dari kalori basal.
b.      Kerja sedang : ditambah 20% dari kalori basal.
c.       Kerja berat : ditambah 40-100% dari kalori basal.
2.2.3       Hubungan Diit dengan Gula Darah
Pada orang normal zat gula yang berlebih dalam tubuh disimpan menjadi otot dan lemak dengan bantuan hormon insulin. Insulin ini bertugas mengatur kadar gula dalam darah. Sedangkan pada penderita diabetes mellitus, hormon insulin yang seharusnya mengatur kadar gula darah tidak dapat berfungsi dengan baik, sehingga kadar gula darah tetap tinggi (Kompas, 2003).
Mereka yang tidak menderita diabetes mellitus, masih dapat mengkonpensasi banyaknya konsumsi makanan dan kegiatan fisik karena kapasitas sekresi insulinnya masih utuh. Tetapi penderita diabetes mellitus tidak sanggup mensekresi insulin secara normal karena kemampuannya hilang. Tubuh orang normal dapat menyesuaikan terhadap perubahan-perubahan dalam jumlah makanan yang masuk dan kegiatan fisik dari jam ke jam dengan mengubah sekresi insulin, akan tetapi penderita diabetes mellitus tidak dapat melakukan hal itu jika mereka tidak terus menerus mengatur dosis insulinnya untuk mencegah fluktuasi yang tinggi dalam kadar glukosanya (Price A. Sylvia, 1994).
Dengan melakukan diit tinggi karbohidrat, rendah lemak, tinggi serat dan mengurangi konsumsi gula yang disesuaikan dengan batas toleransi penderita dapat mengurangi kerja insulin dan memacu keaktifan produksi insulin, sehingga kadar gula darah dapat dikontrol menjadi normal atau mendekati normal (Kompas, 2003).

2.3      Olahraga
Dari sudut ilmu kesehatan, tidak diragukan lagi bahwa olahraga, apabila dilakukan sebagaimana mestinya menguntungkan bagi kesehatan dan kekuatan pada umumnya. Selain itu telah lama pula olahraga digunakan sebagai bagian pengobatan diabetes mellitus. Namun karena olahraga bagi pengidap diabetes mellitus (bagi orang normal juga demikian) dapat menimbulkan hal-hal yang tidak biasa, bahkan mungkin tidak diharapkan maka harus diperhatikan waktu penderita diabetes berolahraga, jenis olahraga dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan olahraga (Sjaifoellah, 1996).
Olahraga atau latihan fisik adalah salah satu cara dalam pengaturan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus. Selain untuk menjaga kebugaran olahraga juga dapat menurunkan berat badan, mempermudah transport glukosa ke dalam sel, dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah (Vitahealth, 2004).


2.3.1      Jenis Olahraga pada Penderita Diabetes Mellitus
Jenis olahraga yang baik untuk pengidap diabetes mellitus adalah olahraga yang memperbaiki kesegaran jasmani. Oleh karena itu, harus dipilih jenis olahraga yang memperbaiki semua komponen kesegaran jasmani yaitu yang memenuhi ketahanan, kekuatan, kelenturan tubuh (fleksbilitas), keseimbangan, ketangkasan, tenaga dan kecepatan. Agar memenuhi, latihan olahraga sebaiknya bersifat kontinyu (continous), ritmis (rhythmical), interval, progresif, dan latihan ketahanan (enducance).
1.      Latihan kontinue
Latihan harus berkesinambungan, terus-menerus tanpa berhenti,  contoh : jogging selama 30 menit tanpa istirahat.
2.      Latihan ritmis
Dipilih yang berirama yaitu otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Contoh jalan kaki, berenang.
3.      Latihan interval
Olahraga yang dilakukan selang seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh : jalan cepat kemudian lambat.
4.      Latihan progresif
Latihan yang dilakukan harus berangsur-angsur dari sedikit kelatihan yang lebih berat secara bertahap.

5.      Latihan daya tahan
Untuk memperbaiki sistem kardiovaskuler, sebelum mengikuti program latihan/olahraga harus dilakukan pemeriksaan kardiovaskular terlebih dahulu. Dilakukan selama 3 hari dalam 1 minggu (Sjaifoellah, 1996).

2.3.2      Takaran Latihan Olahraga Pada Diabetes Mellitus
Terapi olahraga juga mempunyai dosis dan takaran. Jika dosis kurang, manfaat yang diharapkan akan kurang dan jika berlebihan akan merugikan tubuh. Takaran olahraga yang perlu diperhatikan adalah :
1.      Intensitas latihan
Olahraga yang bersifat ringan hingga sedang yaitu menghasilkan 60-70% detak jantung maksimum atau MHR (Maximum Heart Rate). Perhitungannya adalah (220-umur) dikalikan faktor keamanan (60-70%).
2.      Lama latihan
Minimal lama latihan adalah 25 menit, lebih baik jika dilakukan selama 40-90 menit, bahan bakar yang digunakan sebagai sumber tenaga adalah yang berasal dari asam lemak, sehingga glukosa darah dan lemak darah (kolesterol akan digunakan tubuh, maka kadar kedua zat tersebut akan menuju normal.  
3.      Frekuensi latihan
Yang dimaksud frekuensi latihan adalah frekuensi latihan setiap minggu. Latihan olahraga yang dilakukan 3 kali seminggu memberi efek cukup, dan latihan olahraga yang dilakukan 4 kali memberi efek baik, dan lebih baik jika latihan olahraga dilakukan 6 kali dalam seminggu (Sjaifoellah, 1996).

2.3.3      Hal yang Perlu Diperhatikan oleh Penderita Diabetes yang Berolahraga
Menurut Sjaifoellah (1996) pengidap diabetes mellitus yang melakukan olahraga harus memperhatikan hal berikut :
1.      Jangan memulai olahraga jika kadar glukosa darah rendah, misal sebelum makan.
2.      Sepatu yang dipakai harus benar-benar pas, karena luka sekecil apapun dapat menimbulkan komplikasi parah.
3.      Latihan harus didampingi oleh orang yang tahu mengatasi hipoglikemia.
4.      Penderita DM harus selalu membawa permen/gula saat latihan untuk pertolongan bila terjadi hipoglikemia.
5.      Lakukan pemeriksaan kaki secermat mungkin selesai latihan, untuk kemungkinan terjadi perlukan dan dilakukan pertolongan yang diperlukan (Sjaifoellah, 1996)
2.3.4      Hubungan Olahraga dengan Gula Darah
Pada orang normal glukosa disimpan dalam otot dan hati sebagai cadangan tenaga yang berbentuk glikogen. Glikogen yang disimpan dalam hati sebanyak 80-120 gram dan glikogen otot 300-400 gram. Sedangkan pada pengidap diabetes mellitus, persediaan glikogen otot dan hati relatif lebih sedikit pada orang normal. Kekurangan glikogen ini sejalan dengan kekurangan insulin yang ada.
Peran insulin yang pasti dalam respon metabolik terhadap olahraga tergantung pada ketersediaan insulin. Terlalu banyak insulin akan menurunkan produk glukosa hati dan menurunkan lipolisis. Apabila insulin dalam jumlah yang cukup atau hanya sedikit berkurang, olahraga menurunkan kadar glukosa darah akibat pemakaian yang meningkat dan perbaikan dalam glikogenesis hati. Jadi hasil keseluruhannya adalah menguntungkan.
Efek baik lain dari olahraga bagi pengidap diabetes mellitus adalah perbaikan ikatan insulin dengan reseptornya dan perbaikan pada sensitivitas insulin. Peningkatan sensitivitas insulin hampir selalu proporsional dengan kesegaran jasmani. Olahraga juga berpengaruh terhadap agregasi trombosit pada pengidap diabetes mellitus yang melakukan olahraga secara teratur. Perbaikan ini mungkin memberikan efek baik terhadap pencegahan penyakit trombosit pada diabetes mellitus (Sjaifoellah, 1996).



2.4     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan penderita, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
2.4.1      Pengkajian
Adapun data yang perlu dikaji atau dikumpulkan :
1.      Data biografi
Data biografi yang perlu dikumpulkan meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, umur berapa mulai menderita DM.
2.      Riwayat kesehatan
a.       Riwayat kesehatan sekarang
Pada riwayat kesehatan sekarang pada penderita diabetes mellitus, biasanya penderita mudah letih, kecapean, poliuria, polipagia, polidipsia, dan kadang disertai penurunan BB/tidak, serta riwayat menyeluruh yang mempengaruhi kadar gula darah seperti : intake makanan, stress, infeksi, penggunaan obat atau penyakit lainnya.
b.      Riwayat kesehatan dahulu
Sejarah atau riwayat penyakit masa lalu terutama mengenai yang pernah dialami masa anak-anak, operasi, kebiasaan sosial, berat badan dan apakah penyakit yang sekarang merupakan penyakit kronis serta riwayat apakah pernah dirawat sebelumnya.
c.       Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat yang terpenting adalah apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
d.      Riwayat psikososial
Biasanya keadaan emosi penderita, rasa cemas, takut, mudah tersinggung dan kadang penderita pemurung lebih suka berdiam diri. Biasanya ditemukan pribadi menarik diri dalam sistem interaksi sosial.
3.      Kebutuhan sehari-hari
Yang perlu dikaji pada penderita diabetes mellitus yaitu : banyak makan, pola eliminasi BAK, kebiasaan sering BAK dimalam hari, warna urine kuning pucat, dehidrasi, pola eliminasi BAB (diare atau konstipasi), pola istirahat dan tidur, serta pola aktivitas cepat lelah.
4.      Pemeriksaan fisik
a.       Keadaan umum : penderita lemah
Kesadaran komposmentis sampai koma, tanda-tanda vital dalam batas normal, kecuali hipoglikemia bisa hipotensi.
b.      Mata
Fungsi penglihatan terganggu bisa ditemui dengan diplopia, katarak retinopati.
c.       Sistem vaskuler
Terjadi impotensi.
d.      Abdomen
Akan ditemukan turgor kulit yang jelek karena terjadi dehidrasi akibat poliuria.
e.       Genitalia
Cenderung akan mengalami penurunan libido (impotensi) pada laki-laki dan vagina discharge bagi perempuan.
f.       Extremitas
Fungsi pergerakan menurun, sensasi perabaan menurun.
5.      Data spiritual
Menurunnya tingkat kepercayaan penderita terhadap agama karena cenderung penderita menolak keadaannya.
6.      Data penunjang
Data penunjang meliputi program therapi dan pemeriksaan diagnostik. Adapun pemeriksaan diagnostik adalah :
a.       Test toleransi glukosa (TTG) menunjang lebih besar dari 200 mg/dl. Biasanya test ini dianjurkan untuk penderita yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat di bawah kondisi stress.
b.      Gula darah puasa (FBS) normal atau di atas normal (normal : 70-120 mg/dl).
c.       Essei hemoglobin glikosat di atas rentang normal. Test ini mengukur persentse glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin (rentang normal 5-6%).
d.      Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e.       Kadar serum trigliserida dan kolesterol dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan protensitas pada terjadinya aterosklerosis (Barbara Engram, 1999).

2.4.2      Diagnosa
Adapun kemungkinan diagnosa yang mungkin timbul pada penderita diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
1.      Defisit volume cairan aktual dan potensial berhubungan dengan penurunan asupan cairan (Barbara C-Long, 1989).
2.      Perubahan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pelanggaran intake (Susan Mautin, hal 404).
3.      Kelelahan berhubungan dengan kurangnya produksi energi metabolic, gangguan kimia tubuh (insifisiensi insulin), energi yang meningkat (hypermetabolik) (Marlyn, 1989).
4.      Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan efek dari penyakit, pengurangan aliran arteri (Marlyn, 1989).
5.      Potensial terhadap infeksi berhubungan dengan hiperglikemia (Susan Marlyn Tucher, Edisi V).
6.      Kecemasan penderita dan keluarga berhubungan dengan ketidaktahuan tentang penyakit dan perawatan (Maril S, 1999).
7.      Disfungsi seksual berhubungan dengan penurunan sensor perabaan (Marlyn E, Doengoes, 1989).
8.      Potensial komplikasi hiperglikemia dan hipoglikemia berhubungan dengan ketidaktahuan penderita tentang diit (Lynda Juall Carpenito, 2000).
9.      Gangguan konsep diri berhubungan dengan pengaruh status kesehatan dan konsekuensi penyakit kronis (Marlyn E, Doengoes, 1989).

2.4.3      Intervensi Keperawatan
Setelah mengumpulkan data lalu membuat intervensi keperawatan :
1.      Defisit volume cairan aktual atau potensial berhubungan dengan asupan cairan.
Intervensi :
a.       Tanyakan pada penderita waktu adanya gejala seperti kencing berlebihan
b.      Observasi tanda-tanda vital
c.       Monitor intake dan output
d.      Timbang berat badan
e.       Berikan cairan yang telah ditentukan
2.      Perubahan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pelanggaran intake/diit.
Intervensi :
a.       Jelaskan pada penderita tujuan therapi diit.
b.      Anjurkan penderita untuk menjalankan diit yang telah ditentukan.
c.       Anjurkan penderita untuk melakukan aktivitas dan latihan sesuai kemampuannya.
d.      Bantu penderita untuk memecahkan masalah yang mempengaruhi ketaatan diit.
3.      Kelelahan berhubungan dengan produksi energi metabolic, gangguan kimia (insufisiensi insulin) energi yang meningkat (hipermetabolik).
Intervensi :
a.       Diskusikan tentang penghematan energi ketiga beraktivitas
b.      Ganti aktivitas dengan waktu istirahat
c.       Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas.
4.      Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan efek perjalanan penyakit
Intervensi :
a.       Kaji sirkulasi darah pada daerah ekstremitas (terutama darah perifer)
b.      Anjurkan penderita untuk tidak membiarkan kaki tergantung dalam waktu yang lama.
c.       Anjurkan penderita untuk menghindari sepatu yang sempit.
d.      Diskusikan tentang komplikasi penyakit dari hasil pertukaran vaskuler seperti pada luka.
e.       Berikan cara tentang perawatan kaki yang tepat.
5.      Potensial terhadap infeksi pada kulit berhubungan dengan hiperglikemia
Intervensi :
a.        Observasi tanda-tanda infeksi
b.       Anjurkan pada penderita untuk tidak menggerakan daerah yang mungkin rentan terhadap infeksi.
6.      Kecemasan penderita dan keluarga berhubungan dengan ketidaktahuan tentang penyakit dan proses perawatan
Intervensi :
a.       Jelaskan pada penderita dan keluarga tentang masalah/resiko yang terjadi sesuai dengan penyakitnya,
b.      Berikan kesempatan pada penderita untuk bertanya
c.       Beri penkes tentang diit melalui konsul ke tim medis, anti diit.
7.      Disfungsi seksual berhubungan dengan menurunnya kemampuan sensori.
Intervensi : berikan pendidikan kesehatan terhadap pasangan (sexual education).
8.      Potensial komplikasi hiperglikemia/hipoglikemia berhubungan dengan ketidaktauan tentang diit.
Intervensi :
a.       Pantau kadar gula darah sebelum pemberian obat-obatan hipoglikemia sebelum makan serta satu jam sebelum tidur.
b.      Observasi tanda dan gejala dari hipoglikemia/hiperglikemia
9.      Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan konsekuensi penyakit kronik.
Intervensi :
a.       Bina hubungan saling percaya
b.      Dorong penderita untuk mengatakan perasaannya terutama cara ia merasakan sesuatu, berpikir atau memandang dirinya.
c.       Jaga privasi dan lingkungan individu.

2.5     Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka di atas maka kerangka konseptual tentang hubungan diit dan olahraga dengan kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus penelitian ini adalah :
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Variabel independen dan dependen










Variabel dependen
 


Variabel independen
 



 





2.6     Definisi Operasional
Tabel 2.3. Definisi Operasional Variabel Independen
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1
Diit
Diit yang dimaksud dalam penelitian ini adalah diit yang dianjurkan untuk penderita diabetes mellitus yang berobat di poliklinik penyakit dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

Wawancara
wawancara
Taat, jika sesuai dengan diit yang telah ditentukan = 1

Tidak Taat, jika tidak sesuai dengan diit yang telah ditentukan = 0

Nominal
2
Olahraga
Olahraga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah olahraga untuk penderita diabetes mellitus yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu


Wawancara
Wawancara
Teratur, jika melakukan olahraga > 3 kali seminggu dengan waktu minimal 25 menit = 1

Tidak teratur, jika melakukan olahraga < 3 kali seminggu dengan waktu         < 25 menit = 0

Ordinal
3
Kestabilan gula darah
Gula darah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Melihat kartu/status berobat penderita
Observasi pendoku mentasian
Stabil = 1
Jika kadar gula darah:
Puasa 70-120 mg/dl
Post prandial   140-200 mg/dl

Tidak stabil           = 0
Puasa > 120 mg/dl
Post prandial  > 200 mg/dl

Nominal

2.7     Hipotesis
1.    Ho   :   Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara diit dengan kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
       Ha   :   Terdapat hubungan yang signifikan antara diit dengan  kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
2.    Ho   :   Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara olahraga dengan  kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
       Ha   :   Terdapat hubungan yang signifikan antara olahraga dengan  kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

BAB III
METODE PENELITIAN

            Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, dimana variabel diukur atau dikumpulkan sekaligus dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 1993).

            Tempat dan Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, sedangkan objek penelitian adalah penderita diabetes mellitus yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

            Populasi dan Sampel
3.1.1     Populasi
Populasi adalah seluruh penderita diabetes mellitus yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu pada saat penelitian dilakukan. Pada triwulan pertama tahun 2006, jumlah penderita diabetes mellitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu sebanyak 611 orang.


3.1.2     Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah penderita diabetes mellitus yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dari tanggal 08 November sampai dengan 15 Desember 2006 yang diambil secara accidental sampling. Dengan kriteria sampel :
1.      Ada pada saat penelitian dilakukan
2.      Bersedia menjadi responden
3.      Sedikitnya sudah melakukan tiga kali kunjungan

            Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui wawancara yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan ketaatan dan keteraturan melakukan olahraga.
Sumber data diperoleh dari :
1.      Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara.
2.      Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari data status penderita.



            Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Editing
Yaitu memeriksa kelengkapan data dan perbaikan.
2.      Coding
Yaitu pemberian kode pada checklist.
3.      Tabulating
Yaitu mentabulasi data berdasarkan kelompok data yang telah ditentukan kedalam master tabel.
4.      Entry Data
Data yang telah dikoding dimasukkan kemudian dianalisis dengan menggunakan komputer.
5.      Cleaning Data
Kegiatan mengecek kembali data yang sudah diproses, apakah ada kesalahan atau tidak pada masing-masing variabel.

            Analisis Data
          Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari variabel yang diteliti, baik variabel dependent maupun independent.

          Analisis Bivariat
Analisis ini untuk menguji hipotesa antara variabel dependent dan variabel independent dengan menggunakan uji Chi-Square (X2) untuk tabel 2 x 2    X2 = .
Keeratan hubungannya dengan :
C =
Nilai C dibandingkan dengan
Cmax =
Nilai m adalah nilai terkecil dari baris atau kolom, dalam hal ini m = 2, maka :
Cmax = = = 0,707.







BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan ketaatan diit dan olahraga dengan kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus. Tempat penelitian ini di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dari tanggal 08 November sampai 15 November 2006.
4.1     Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran tentang ketaatan diit, olahraga dan kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
1.      Ketaatan Diit
Gambaran tentang ketaatan diit dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Ketaatan Diit Penderita DM
Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Diit
Frekuensi
Persentase
Tidak Taat
30
60%
Taat
20
40%
Total
50
100%
Sumber : Data primer, 2006.

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 50 orang sampel terdapat 30 orang (60%) yang tidak taat diit dan 20 orang (40%) yang taat diit.

2.      Olahraga
Gambaran tentang olahraga pada penderita diabetes mellitus dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2.
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Keteraturan Olahraga Penderita DM Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Olahraga
Frekuensi
Persentase
Tidak Teratur
42
84%
Teratur
8
16%
Total
50
100%
Sumber : Data primer, 2006.

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 50 orang sampel terdapat 42 orang (84%) tidak teratur berolahraga dan 8 orang (16%) teratur olahraganya.

3.      Kestabilan Gula Darah
Gambaran tentang kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3.
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kestabilan Gula Darah Penderita DM Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Gula Darah
Frekuensi
Persentase
Tidak Stabil
32
64%
Stabil
18
36%
Total
50
100%
Sumber : Data primer, 2006.
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 50 orang sampel terdapat 32 orang (64%) gula darahnya tidak stabil dan 18 orang (36%) gula darahnya stabil.

4.2     Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan ketaatan diit dan olahraga dengan kestabilan gula darah pada penderita diabetes melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
1.      Hubungan Ketaatan Diit dengan Kestabilan Gula Darah
Hasil analisis hubungan antara ketaatan diit dengan kestabilan gula darah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.4.
Tabulasi Silang Antara Ketaatan Diit dengan Kestabilan Gula Darah
Pada Penderita Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Diit
Kestabilan Gula Darah
Total
X2
p
C
OR
Tidak Stabil
Stabil
F
%
F
%
F
%
Tidak taat
Taat
28
4
93,3
20,0
2
16
6,7
80,0
30
20
100
100
24,917
0,000
0,599
56,000
Jumlah
32
64,0
8
36,0
50
100
Sumber : Data primer, 2006.
Pada tabel di atas ternyata dari 30 orang responden yang tidak taat diit terdapat 28 orang responden gula darahnya tidak stabil atau 93,3% dari 30 orang dengan nilai ekspektasi (frekuensi yang diharapkan terjadi) = 19,2, dan terdapat 2 orang responden gula darahnya stabil atau 6,7% dari 30 orang dengan nilai ekspektasi (frekuensi yang diharapkan terjadi) = 10,8. Sedangkan dari 20 orang responden yang taat diit terdapat 4 orang responden tidak stabil gula darahnya atau 20,0% dari 20 orang responden dengan nilai ekspektasi (frekuensi yang diharapkan terjadi) = 12,8, dan terdapat 16 orang responden yang gula darahnya stabil atau 80% dari 20 orang responden dengan nilai ekspektasi (frekuensi yang diharapkan terjadi) = 7,2. Total responden yang tidak taat dan taat diit dengan gula darah yang tidak stabil ada 32 orang atau 64,0% dari 50 orang responden yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Dari total responden yang tidak taat dan taat diit dengan gula darah yang stabil ada 18 orang atau 36% dari 50 orang responden yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Dengan nilai ekspektasi (frekuensi yang diharapkan terjadi) = 18,0.
Dari tabel 4.4 di atas semua sel frekuensi ekspektasi nilainya lebih dari 5. Expected count minimum  adalah 7,2 sehingga memenuhi syarat untuk dilakukan uji chi-square, karena tidak ada sel harapannya kurang dari 5, maka kriteria yang digunakan adalah continuity correction.
Hasil uji chi-square continuity correction diperoleh nilai sig. = 0,000 < α = 0,01 dan tentunya akan lebih kecil dari α = 0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat perbedaan kestabilan gula darah antara penderita taat diit dengan penderita tidak taat diit atau ada hubungan yang signifikan antara diit dengan kestabilan gula darah pada penderita diabetes melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
Hal ini sesuai dengan penelitian Laboratories dan Epidemiologi WHO (1999) yang membuktikan bahwa peningkatan masukan makanan berlemak jenuh, rendah karbohidrat serta penurunan masukan makanan berserat dapat berakibat menurunnya kesensitifan insulin dan ketidaknormalan toleransi glukosa. Hans Diehl (1998) juga mengatakan bahwa gula darah pada penderita diabetes mellitus dapat dibuat normal dan dapat menyingkirkan pemakaian obat dan insulin jika penderita mau makan makanan dari tumbuh-tumbuhan alami yang mengandung banyak serta, mengurangi makanan-makanan berlemak, minyak, produk hewani, gula dan mau mengatur jumlah waktu dan macam makanan yang dikonsumsinya.
Analisa symmetric measures digunakan untuk melihat kekuatan hubungan. Kekuatan hubungan ini dapat dilihat dari nilai koefisien kontingensi (C). Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai koefisien kontingensi maksimum. Semakin dekat nilai koefisien kontingensi kepada koefisien kontingensi maksimum, maka semakin besar kekuatan hubungan antara kedua faktor, yang rumusnya      adalah : Cmax =  dengan m adalah harga minimum dari banyak baris dan banyak kolom, jika dihitung nilai C = 0,707 (Sudjana, 1996).
Singgih santoso berpendapat jika nilai koefisien kontingensi kurang dari 0,5 maka kekuatan hubungan dianggap rendah dan jika nilai koefisien kontigensi di atas 0,5 kekuatan hubungan dianggap tinggi.
Hasil analisis diperoleh dari koefisien kontingensi sebesar 0,599. Nilai ini cukup dekat dengan 0,707 dengan demikian dapat dikatakan bahwa kekuatan hubungan antara ketaatan diit dengan kestabilan gula darah adalah kuat (Sudjana, 1996).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh James Anderson dalam Diehl (1998) bahwa peningkatan lemak dalam diit menurunkan kepekaan penderita diabetes mellitus terhadap insulin dan kadar gula darah akan selalu berubah sesuai dengan jumlah lemak dan pola diit yang dilakukan. Peningkatan jumlah lemak yang dikonsumsi dan pola diit yang tidak terkontrol akan meningkatkan kadar gula darah penderita.
Hasil uji odds ratio (OR) didapat nilai 56,000 artinya penderita yang tidak diit mempunyai kemungkinan 56,000 kali gula darahnya tidak stabil jika dibandingkan dengan penderita yang taat diit.
Untuk mencegah kemungkinan peningkatan kadar gula darah dan menjaga kestabilan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus diperlukan kerjasama yang baik antara dokter, perawat, ahli gizi, tenaga kesehatan lain serta peran penderita dengan cara memberikan penyuluhan secara intensif mengenai penyakit yang diderita dan dasar-dasar perawatan, menjelaskan pada penderita cara mengatur diit yang baik, berikan daftar makanan pengganti dan ajarkan cara penggunaannya, ajarkan penderita memantau glukosa darahnya secara mandiri, dan perlunya ditekankan kepada penderita bahwa penyakit diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan sehingga penderita harus mematuhi diit yang telah ditentukan baginya.

2.      Hubungan Antara Olahraga Dengan Kestabilan Gula Darah
Hasil analisis hubungan antara diit dengan kestabilan gula darah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.5.
Tabulasi Silang Antara Olahraga dengan Kestabilan Gula Darah
Pada Penderita Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Olahraga
Kestabilan Gula Darah
Total
p
OR
Tidak Stabil
Stabil
F
%
F
%
F
%
Tidak teratur
Teratur
31
1
73,8
12,5
11
7
26,2
87,5
42
8
100
100
0,002
19,727
Jumlah
32
69,0
18
36,0
50
100
Sumber : Data primer, 2006.
Tabel di atas adalah tabulasi silang antara olahraga dengan kestabilan gula darah. Pada tabel terlihat 42 orang responden yang tidak teratur berolahraga terdapat 31 orang responden yang gula darahnya tidak stabil atau 73,8% dari 42 orang responden, dengan nilai ekspektasi (frekuensi yang diharapkan terjadi) = 26,9, dan terdapat 11 orang responden yang gula darahnya stabil atau 26,2% dari 42 orang responden dengan nilai ekspektasi (frekuensi yang diharapkan terjadi) = 15,1. Sedangkan dari 8 orang responden yang teratur olahraga terdapat 1 orang responden yang tidak stabil gula darahnya atau 12,5% dari 8 orang responden dengan nilai ekspektasi (frekuensi yang diharapkan terjadi) = 5,1, dan terdapat 7 orang responden yang stabil gula darahnya atau 87,5% dari 8 orang responden dengan nilai ekspektasi (frekuensi yang diharapkan terjadi) = 2,9. Total responden yang tidak teratur dan teratur olahraga dengan gula darah tidak stabil ada 32 orang responden atau 64,0% dari 50 orang responden yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, dengan nilai ekspektasi (frekuensi yang diharapkan terjadi) = 32,0. Total responden yang tidak teratur dan teratur olahraga dengan gula darah stabil ada 18 orang atau 36,0% dari 50 orang responden yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, dengan nilai ekspektasi (frekuensi yang diharapkan terjadi) = 18,0.
Dari tabel 4.5 di atas terlihat bahwa ada satu sel frekuensi ekspektasi yang nilainya kurang dari 5, maka digunakan uji exact fisher’s. Hasil uji exact fisher’s diperoleh nilai exact sig. (p) = 0,002. Karena nilai p < 0,05. maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti terdapat perbedaan kestabilan gula darah antara penderita yang melakukan olahraga teratur dengan penderita yang tidak teratur olahraga atau ada hubungan yang signifikan antara olahraga dengan kestabilan gula darah pada penderita diabetes melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Yogyakarta yang menunjukkan efek baik olahraga terhadap penurunan kadar glukosa darah akibat pemakaian insulin yang meningkat dan perbaikan dalam glikolisis hati (Sjaifoelah, 1996). Vitahealth (2004) juga mengatakan bahwa olahraga atau latihan fisik pada penderita diabetes mellitus dapat membantu dalam mengatur kadar gula darah, menjaga kebugaran, menurunkan berat badan, mempermudah transport glukosa ke dalam sel, dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga akan memperbaiki kendali glukosa.
Hasil analisis symmetric measure didapat nilai koefisien kontingensi sebesar 0,424. Angka ini jauh dengan nilai Cmaks = 0,707, sehingga dapat dikatakan bahwa kekuatan hubungan antara olahraga dengan kestabilan gula darah adalah sedang.
Analisa symmetric measures digunakan untuk melihat kekuatan hubungan. Kekuatan hubungan ini dapat dilihat dari nilai koefisien kontingensi (C). Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai koefisien kontingensi maksimum. Semakin dekat nilai koefisien kontingensi kepada koefisien kontingesi maksimum, maka semakin besar kekuatan hubungan antara 2 faktor, yang rumusnya adalah : Cmaks ­­= dengan m = nilai terkecil dari jumlah baris atau kolom, dalam penelitian ini m = 2, jika dihitung hasilnya C = 0,707 (Sudjana, 1996).
Singgih Santoso berpendapat jika nilai koefisien kontingensi kurang dari 0,5 maka kekuatan hubungan dianggap rendah dan jika nilai koefisien kontingensi di atas 0,5 kekuatan hubungan dianggap tinggi.
Hasil analisis diperoleh nilai koefisien kontingensi sebesar 0,424, nilai ini jauh dari nilai koefisien kontingensi maksimum (0,707). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kekuatan hubungan antara olahraga dengan kestabilan gula darah adalah sedang. Sedangnya hubungan ini dikarenakan ada faktor lain selain olahraga yang berhubungan dengan kestabilan gula darah yaitu faktor pekerjaan dan kondisi penderita (Sjaifoelah, 1996).
Berdasarkan hasil estimasi resiko (OR) didapat nilai 19,727, artinya penderita yang tidak teratur olahraga mempunyai kemungkinan 19,727 kali gula darahnya tidak stabil dibandingkan penderita yang olahraga teratur.
Karena kelainan dasar pada penderita diabetes mellitus adalah resistensi insulin, maka penderita diabetes mellitus hendaknya diberi pengertian tentang efek baik olahraga terhadap kontrol glukosa darahnya, sekaligus diterangkan pula resiko terjadinya hipoglikemia, khususnya bagi penderita yang mendapat insulin, harus diterangkan pula bahwa olahraga memerlukan persyaratan dan program tertentu, jenis, takaran, dan lama latihan untuk memberi efek baik pada kondisi penyakitnya




BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1       Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dapat disimpulkan bahwa :
1.      Terdapat 60% penderita diabetes mellitus tidak taat diit.
2.      Terdapat 84% penderita diabetes mellitus yang tidak teratur olahraga.
3.      Terdapat 64% penderita diabetes mellitus yang kadar gula darahnya tidak stabil.
4.      Terdapat hubungan yang signifikan antara ketaatan diit dengan kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
5.      Terdapat hubungan yang signifikan antara olahraga dengan kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

5.2       Saran
Dari kesimpulan di atas maka penulis menyarankan sebagai berikut :
1.      Bagi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan petugas kesehatan lebih meningkatkan perhatian pada masalah yang timbul sebagai faktor resiko munculnya diabetes melitus, diantaranya dengan memasang poster-poster tentang bahaya diabetes mellitus dan pentingnya menjaga pola hidup yang sehat sejak dini.
2.      Bagi Penderita Diabetes Melitus
Dianjurkan kepada penderita untuk berkonsultasi dan bekerjasama dengan ahli gizi atau petugas kesehatan yang lain mengenai perawatan dan penatalaksanaan diabetes mellitus dengan taat pada diit yang telah ditentukan baginya dan melakukan olahraga atau latihan fisik.
3.      Bagi Peneliti Lain
Agar dapat melakukan penelitian tentang faktor-faktor lain yang mempengaruhi kestabilan gula darah diantaranya penggunaan obat oral, insulin, jenis olahraga, intensitas olahraga dan pekerjaan.


DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, S. (1998), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Bina Aksara, Jakarta.

Baughman, D.C dan Jo Ann, C.H, (2000), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall, (2000), Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinisi, Edisi VI, Jakarta : EGC.

Diehl Hans, (1998), Waspadai Diabetes, Kolesterol, Hipertensi, Bandung : Indonesia Publishing House.

Doenges, M.E, (1989), Nursing Care Plans, Edisi III, Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur C, (1987), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi, Jakarta :  EGC.

Http://www.kompas.com/kompas-cetak/0302/20/kesehatan.html

Kasdu, Dini, (2002), Kiat Sehat dan Bahagia di Usia Menopause, Jakarta : Puspa Suara.

Khisanti. I.A, (2004), Memantau Diabetes Secara Mandiri, Jakarta : RSUP Fatmawati.

Long, B.C, (1996), Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung.

Mansjoer A, Triyanti, K, Savitri, R, Wardhani, W.I dan Setiowulan W, (1999), Kapita Selekta Kedokteran (edisi  III), Jakarta : Media Aeskulapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Maril S, etl. al, (1999), Medical Surgical Nursing Care Plans, Jakarta : EGC.

Marlyn, et. al, (1989), Nursing Care Plans, Edisi III, Jakarta : EGC.

Moore, M.C, (1957), Diit dan Nutrisi (edisi II), Jakarta : Hipocrates.
Notoatmodjo, S, (2002), Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.

Nurachmah Elly, (2001), Nutrisi Dalam Keperawatan, Jakarta : CV. Sagung Seto.

Octa, 2002, Artikel Diabetes Melitus, www.promosikesehatan.com.

PB. Perkeni, (2006), Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe II, Jakarta : FKUI.

Price A. Sylvia, Lerraine M. Willson, (1994), Patofisiologi, Edisi 4, Jakarta : EGC.

Purnawan Junaidi, dkk (1989), Kapita Selekta Kedokteran Jilid II, Jakarta : FKUI.

Sjaifoellah, (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Ketiga, Jakarta : FKUI.

Tambayong, J, (2000), Patofisiologi untuk Keperawatan, Jakarta : EGC.

Tucker, Susan Martin, Standar Perawatan Penderita Volume II, Edisi V, Jakarta : EGC.

Vitahealth, (2004), Diabetes, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Waspaji, Sarwono, dkk, (2002), Pedoman Diit Diabetes Mellitus, Jakarta : FKUI.

WHO, (1999), Pencegahan Diabetes Mellitus, Jakarta : Hipokrates.


No comments:

Post a Comment