Tuesday, 26 May 2015

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN INFORMASI AUDIOVISUALDENGAN PRILAKU SEKSUAL REMAJA



ABSTRAK

             
Sebanyak 22,36% pernah melakukan hubungan seksual sejak usia 16 tahun untuk remaja perempuan dan 17 tahun untuk remaja laki–laki, hubungan seksual pranikah akan menyebabkan remaja mengalami gangguan kesehatan reproduksi dan infeksi penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan informasi media audio–visual dengan perilaku seksual remaja siswa SMA Pallawa Kota Bengkulu tahun 2012.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara deskritif analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 170 responden diambil dengan teknik stratified random sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat menggunakan uji chi scuare.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir sebagian (36,5%) mempunyai prilaku seksual kurang baik. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan prilaku seksual pada remaja (p=0,029), ada hubungan yang bermakna antara paparan informasi audio-visual dengan prilaku seksual pada remaja (p=0,000).

Disarankan Kepada pihak institusi SMA Pallawa Kota Bengkulu diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dan tentang segala hal yang berhubungan dengan prilaku seksual pada remaja.

Kata Kunci :pengetahuan, informasi audiovisual, prilaku seksual.
FILE LENGKAPNYA DONLOAD DI SINI  http://j.gs/10052769/eva

HUBUNGAN LETAK SUNGSANG DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)



ABSTRAK


Diperkirakan kejadian ketuban pecah dini di indonesia pada tahun 2006 mencapai 17,3% dan tahun 2007 mencapai 19,1% yang merupakan penyebab utama kematian perinatal. Survey awal peneliti terhadap 10 ibu bersalin yang menalami KPD di RSUD Dr M Yunus Bengkulu 3 ibu dengan bayi letak sungsang. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan hubungan letak sungsang dengan  kejadian ketuban pecah dini di ruang CI Kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
Metode penelitian ini adalah analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin di ruang CI Kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu yang berjumlah 569 ibu dengan jumlah Sampel 71 responden, diambil dengan teknik random sampling. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dengan melihat status pasien ibu bersalin di ruang CI Kebidanan. Data diolah secara analisis univariat dan analisis Bivariat dengan uji chi square.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Lebih dari sebagian(62%) responden tidak mengalami kejadian ketuban pecah dini, sebagian besar (74,6%) responden dengan  letak janin tidak sungsang. ada hubungan antara letak sungsang dengan  kejadian ketuban pecah dini (p=0,000)
Diharapkan kepada bidan di RSUD Dr. M. Yunus, dapat memberikan masukan atau informasi bagi rumah sakit untuk dapat meningkatkan pelayanan terhadap ibu khususnya dalam menangani kejadian letak sungsang seperti melakukan penyuluhan tentang perawatan kandungan semasa kehamilan, hal ini dilakukan untuk mengurangi kejadian KPD yang salah satu penyebabnya adalah letak sungsang.


Kata kunci : Letak Sungsang, Ketuban Pecah Dini

DONLOAD FILE LENGKAPNYA DISINI   http://adf.ly/10052769/rumi

GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PENCEGAHAN BAHAYA RABIES



BAB  I
PENDAHULUAN

A.  Latar  Belakang
Upaya kesehatan yang dilakukan untuk tercapainya Pembangunan Nasional bidang kesehatan adalah mencegah terjadinya dan menyebarnya penyakit menular sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan dari penyakit menular dan penyakit tidak menular, meningkatkan dan memperluas jangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan dasar (Depkes RI, 2003).
Penyakit rabies merupakan penyakit menular akut bersifat zoonosis (menular ke manusia) dari susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Ditularkan oleh hewan penular rabies terutama anjing, kucing dan kera melalui gigitan, aerogen, transplantasi atau kontak dengan bahan yang mengandung virus rabies pada kulit yang lecet atau mukosa (Departemen Pertanian R.I, 2006).
Menurut laporan WHO (2005), penyakit rabies dapat timbul akibat kelalaian manusia “neglected disease” karena penyakit ini sebenarnya dapat dicegah sebelum muncul. Penyakit rabies tersebar di seluruh dunia dengan perkiraan 55.000 kematian per tahun, hampir semuanya terjadi di negara berkembang. Jumlah yang terbanyak dijumpai di Asia sebesar 31.000 jiwa (56%) dan Afrika 24.000 jiwa (44%). Diperkirakan 30% – 50% proporsi dari kematian yang dilaporkan terjadi pada anak-anak di bawah usia 15 tahun.
Menurut Depkes RI (2012) situasi Rabies di Indonesia tahun 2010 diketahui sebanyak 78.203 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR), dengan Lyssa (kematian Rabies) sebanyak 206 orang (0,26%) dan telah dilakukan pemberian VAR (Vaksin Anti Rabies) 63.334 orang (80,9%) dan pada tahun 2011 sebanyak 83.523 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR), dengan Lyssa (kematian Rabies) sebanyak 182 orang (0,22%) dan telah dilakukan pemberian VAR (Vaksin Anti Rabies) 71.273 orang (85,33%). Sedangkan angka kejadian Rabies di provinsi bengkulu pada tahun 2011 dilaporkan 788 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR), dengan Lyssa (kematian Rabies) sebanyak 6 orang (0,76%) dan telah dilakukan pemberian VAR (Vaksin Anti Rabies) 563 orang (71,44%).
Mengingat akan bahayanya rabies terhadap kesehatan dan ketenteraman masyarakat karena dampak buruknya selalu diakhiri kematian serta dapat mempengaruhi dampak perekonomian khususnya bagi pengembangan daerah-daerah pariwisata di Indonesia yang tertular rabies, maka usaha pengendalian penyakit berupa pencegahan dan pemberantasan perlu dilaksanakan seintensif mungkin, bahkan menuju pada program pembebasan. Pemerintah Indonesia secara intensif tetap melakukan program pembebasan rabies secara bertahap. Sehubungan dengan target Indonesia bebas rabies pada tahun 2005 tidak tercapai maka program pembebasan rabies ini menjadi Program Nasional dan diharapkan pada akhir tahun 2012 kasus rabies dapat terkendali sampai nol kasus (Departemen Pertanian R.I, 2006).
Pengendalian penyakit rabies umumnya dilakukan dengan vaksinasi dan eliminasi anjing liar/diliarkan, disamping program sosialisasi, dan pengawasan lalu lintas hewan penular rabies (HPR). Vaksinasi massal merupakan cara yang efektif untuk pencegahan dan pengendalian rabies. Sesuai dengan pedoman pengendalian rabies terpadu, metoda pemberantasan rabies dilakukan dengan berbagai cara, antara alin adalh vaksinasi dan eliminasi dilakukan pada anjing, kucing, dan kera dengan fokus utama pada anjing,  vaksinasi dilakukan terhadap anjing dan kera berpemilik, dan eliminasi dilakukan terhadap anjing tidak berpemilik dan anjing berpemilik yang tidak divaksinasi/diliarkan (Departemen Pertanian R.I, 2006).
Namun demikian pemberantasan rabies tidak hanya tergantung pada masalah anjing, tetapi juga menyangkut masalah manusia. Pada dasarnya keberhasilan pengendalian dan pemberantasan rabies bergantung kepada tingkat pemahaman tentang penyakit rabies dan kesadaran masyarakat. Perlu ada perubahan perilaku yang membuat masyarakat dapat menerima dan mematuhi berbagai kewajiban sesuai aturan yang berlaku. Kewajiban yang dimaksud antara lain mengandangkan atau mengikat anjing yang dimiliki, merawat dan menjaga kesehatannya, serta melakukan vaksinasi secara rutin (Suartha, 2012).
Masyarakat sebagai salah satu faktor yang berperan penting pada penyebaran kasus rabies diharapkan dapat memiliki pengetahuan yang cukup akan penyakit ini dimulai dari unit keluarga nya masing-masing. Peran Keluarga sangat penting untuk melakukan upaya pencegahan kejadian rabies ini. Karena keluarga merupakan unit terkecil dari bagian masyarakat yang mempunyai peranan interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam situasi dan kondisi tertentu (Efendi, 2009).
Pengetahuan keluarga tentang upaya pencegahan rabies merupakan hal yang terpenting dalam partisipasi keluarga dalam mencegah dan mengedalikan rabies di lingkungan tempat tinggalnya. Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan data dari Dinkes Kota Bengkulu diketahui bahwa kejadian rabies di Kota Bengkulu pada tahun 2011 sebanyak 99 kasus dan pada tahun 2012 kasus rabies di Kota Bengkulu mengalami penurunan yaitu 54 kasus dengan rincian kasus Puskesmas Jembatan Kecil 1 orang, Puskesmas Lingkar Timur 2 orang, Puskesmas Jalan Gedang 1 orang, Puskesmas Lingkar Barat 2 orang, Puskesmas Sidomulyo 1 orang, Puskesmas Nusa indah 3 orang, Puskesmas Sawah lebar 3 orang, Puskesmas Anggut Atas 1 orang, Puskesmas Penurunan 1 orang, Puskesmas Pasar Ikan 2 orang, Puskesmas Kampung Bali 3 orang, Puskesmas Sukamerindu 4 orang, Puskesmas Ratu Agung 3 orang, Puskesmas Beringin Raya 4 orang, Puskesmas Bentitring 2 orang, Puskesmas Basuki Rahmad 9 orang, Puskesmas Betungan 5 orang, Puskesmas Kandang 5 orang, dan Puskesmas Padang Serai 2 orang. Berdasarkan data kejadian rabies diatas diketahui jumlah kejadian rabies di Puskesmas Kota Bengkulu paling banyak terdapat di Puskesmas Basuki Rahmad Kecamatan Selebar.
Berdasarkan uraian di atas peneliti berkeinginan untuk melakukan peneliti dengan judul “gambaran pengetahuan keluarga tentang pencegahan bahaya rabies berdasarkan tipe dan fungsi keluarga diwilayah kerja puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu Tahun 2013”.

B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka didapat masalah pentinggnya pengetahuan keluarga tentang pencegahan bahaya rabies. Sedangkan rumusan masalah penelitian adalah bagaimanakah pengetahuan keluarga tentang pencegahan bahaya rabies berdasarkan tipe dan fungsi keluarga diwilayah kerja puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu Tahun 2013.

C.  Tujuan Penelitian
1.    Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan keluarga tentang pencegahan bahaya rabies berdasarkan tipe dan fungsi keluarga diwilayah kerja puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu Tahun 2013.



2.    Tujuan Khusus
a.    Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang pencegahan bahaya rabies di wilayah kerja puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu Tahun 2013
b.    Untuk mengetahui tipe keluarga diwilayah kerja puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu Tahun 2013.
c.    Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tanda bahaya rabies berdasarkan tipe keluarga diwilayah kerja puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu Tahun 2013.
d.   Untuk mengetahui fungsi keluarga diwilayah kerja puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu Tahun 2013.
e.    Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tanda bahaya rabies berdasarkan fungsi keluarga diwilayah kerja puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu Tahun 2013.
D.  Manfaat Penelitian
1.    Untuk Tempat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai landasan dan acuan dalam dalam menyusun program kesehatan di masyarakat dengan menitik beratkan pada pola pikir yang mengarah ke paradigma sehat, yaitu dengan mengutamakan tindakan promotif dan preventif dengan tidak mengesampingkan tindakan kuratif dan rehabilitative yang berkaitan dengan penyakit rabies.
2.    Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang dapat bermanfaat dalam mengembangkan kurikulum keperawatan komunitas terutama dengan masalah yang berhubungan dengan tindakan pencegahan kejadian rabies.
3.    Untuk Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian serupa yang akan dikembangkan lebih lanjut.
UNTUK BAB 2, 3, DAPUS DAN KUISIONER SILAHKAN DONDLOAD PADA LINK DIBAWAH:
COVER         = http://adf.ly/10052769/diyen-cover




BAB I            =http://adf.ly/10052769/diyen-i


BAB II           = http://adf.ly/10052769/diyen-ii


BAB III          = http://adf.ly/10052769/diyen-iii




DAPUS          = http://adf.ly/10052769/diyen-dapus