Friday, 22 May 2015

HUBUNGAN BERAT BADAN DENGAN INTAKE CAIRAN PADA BALITA PENDERITA DIARE YANG DIRAWAT DI RSUD



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan sesuai visi Indonesia sehat 2010 meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk, hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat untuk memiliki kemampuan dan menjangkau pelayanan kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Indonesia (Depkes RI, 2002).
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat diamanatkan agar dapat berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan atau upaya kesehatan penunjang (Yahmono, 1994).
Pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit kepada masyarakat meliputi upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Yahmono, 1994).
Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit pada balita di Indonesia. Diperkirakan angka kesakitan berkisar diantara 150-430 per seribu penduduk setahunnya dengan upaya yang sekarang telah dilaksanakan, angka kematian di rumah sakit dapat ditekan menjadi kurang dari 3% (FKUI, 1985).
Penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan masa anak-anak di negara berkembang. Diperkirakan diare menyebabkan kematian sebanyak 5 juta anak balita setiap tahunnya, kira-kira 80% kematian ini terjadi pada dua tahun pertama umurnya. Sebagai tambahan, selain sebagai penyebab langsung kematian, diare juga menjadi penyebab utama gizi kurang yang kemudian menimbulkan kematian karena penyebab lain, misalnya infeksi saluran nafas (Sunoto, 1990).
Hasil-hasil survei di Indonesia menunjukkan bahwa angka kesakitan diare untuk seluruh golongan umur adalah berkisar antara 120-360 per 1000 penduduk dan untuk balita menderita satu atau dua kali episode diare setiap tahunya atau 60% dari semua kesakitan diare, 12% dari semua kematian pada semua golongan umur disebabkan diare atau 84,4 per 100.000 penduduk. Sebagian besar kematian (76%) terjadi pada bayi dan anak balita masing-masing adalah 15,5%, 26,4 atau 19,1% (Sunoto, 1990). Sedangkan angka kesakitan diare pada tahun 2000 di Indonesia (Survei P2 Diare) adalah 301 per 1.000 penduduk, dimana 40-60% penderita diare adalah balita. Dengan episode diare yang terjadi pada setiap balita adalah 2-3 kali per tahun (Alfa, 1996).
Penyakit diare merupakan penyakit menular, di negara berkembang termasuk Indonesia penyakit ini menjadi masalah utama karena merupakan salah satu penyebab utama kematian anak balita. Di propinsi Bengkulu angka kesakitan diare tahun 2004 sebanyak 13.202 per 100.000 penduduk (Dinkes Propinsi Bengkulu, 2004). Berdasarkan data laporan tahunan penyakit diare di Kota Bengkulu pada tahun 2004, insiden diare pada balita sebanyak 8.609 orang.
Sedangkan di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu berdasarkan data sekunder yang didapat dari medical record angka kejadian diare pada periode Januari sampai Desember 2006 dari 15.820 pasien yang dirawat di ruang rawat inap, penyakit diare merupakan urutan tertinggi di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dari rangking 10 besar penyakit pasien Irna berdasarkan oleh umur < 1 tahun adalah berjumlah 226 orang (12,69%), sedangkan dari data yang diambil dari medical record bahwa pada anak < 1 tahun yang dirawat khusus yang paling tinggi adalah diare 410 orang (20,65%).
Menurut Purbawati (2001) selama ini banyak orang tua cenderung menganggap enteng apabila bayi atau anaknya bila mengalami gejala diare. Sering kali ketika diperiksa ke dokter, penderita sudah keadaan terlambat, lemas atau kekurangan cairan, bila dibiarkan berlarut-larut akan mengakibatkan dehidrasi dan selanjutnya shock, bahkan kematian.
Kematian ini lebih disebabkan bayi kehabisan cairan tubuh, asupan cairan itu tidak seimbang dengan pengeluaran melalui muntah dan berak, meskipun berlangsung sedikit demi sedikit (Widjaja, 2002).
Penderita diare perlu mendapatkan perhatian khusus karena dampak yang diakibatkan oleh penyakit diare apabila tidak mendapatkan penanganan secara baik yaitu terganggu pertumbuhan dan perkembangan anak dan dapat pula mengakibatkan malnutrisi, energi protein, upaya penanggulangan diare bukan saja merupakan tugas dari tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat (Widayanti, 1996).
Dehidrasi sebagai akibat diare kronis disertai intake makanan dan minuman yang kurang, maka dapat timbul dehidrasi, kepada mereka ini perlu dilakukan rehidrasi dengan cara memberikan garam oralit dan minum secukupnya, tetapi sering pula cairan ini kurang dapat mengatasinya, karena dapat timbul mual/muntah, maka sebaiknya segera diberikan cairan infus dengan NaCl dan Ringer Laktat, sebaiknya penderita yang tidak memperlihatkan dehidrasi, hanya cukup diawasi kondisi badannya (Hadi Sujono, 2002).
Demikian pentingnya kejadian penurunan berat badan pada pasien diare maka perlu diadakan penelitian tentang hubungan berat badan dengan intake cairan yang diberikan pada balita yang menderita diare tersebut.

1.2.    Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara berat badan dengan intake cairan melalui parenteral yang diberikan pada balita penderita diare yang dirawat di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2006 ?



1.3.    Tujuan Penelitian
1.3.1.    Tujuan Umum
Untuk mempelajari hubungan antara berat badan dengan intake cairan pada balita penderita diare yang dirawat inap di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2006.
1.3.2.    Tujuan Khusus
1.      Ingin mengetahui gambaran intake melalui parenteral (infus) yang diberikan pada balita penderita diare yang dirawat inap di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2006.
2.      Ingin mengetahui gambaran perubahan berat badan anak yang menderita diare akibat hilangnya cairan.
3.      Ingin mengetahui asuhan keperawatan diare pada anak balita di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
4.      Ingin mengetahui hubungan yang signifikan antara berat badan dengan intake cairan melalui parenteral yang diberikan pada balita penderita diare yang di rawat inap di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2006.

1.4.    Manfaat Penelitian
1.4.1.      Bagi Akademik
Sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu keperawatan khususnya asuhan keperawatan tentang diare
1.4.2.      Bagi Rumah Sakit
Sebagai informasi bagi pihak manajemen rumah sakit mengenai pelayanan keperawatan terhadap upaya pencegahan diare.
1.4.3.      Bagi Peneliti Lain
Memberikan sumbangan pemikiran bagi mahasiswa/mahasiswi STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu untuk pengembangan ilmu keperawatan.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.    Diare
2.1.1.    Pengertian
Menurut Ngastiyah (1997) diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Suandi (1998) mengemukakan bahwa diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja.

2.1.2.    Etiologi
1.   Faktor Infeksi
a.    Infeksi enteral
Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
1)    Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
2)    Infeksi virus : Enterovirus (virus Echo, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll.
3)    Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Biardia Lamblia, Trichomonas huminis), jamur (Candida albicans).
b.    Infeksi parenteral
Infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti : otitis media acut (OMA), tonsillitis/tonsilo faringitis, bronchopneumonia, ensefallitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2.   Faktor malabsorbsi
a.    Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, dan galaktosa) pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa.
b.   Malabsorbsi lemak
c.    Malabsorbsi protein
3.   Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4.   Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas, jarang tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar (Ngastiyah, 1997).





2.1.3.    Jenis Diare
1.   Diare Akut
Ialah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat dalam beberapa jam sampai 7-14 hari. Akibat diare angkut adalah dehidrasi yang merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2.   Diare Kronis
Ialah diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu. Ketentuan ini berlaku bagi orang dewasa, sedangkan pada bayi dan anak ditetapkan batas waktu dua minggu (Mansjoer, 2001)

2.1.4.    Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
1.   Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2.   Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toxin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.  
3.   Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltic usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare (Ngastiyah, 1997).

2.1.5.    Gejala Klinis
Bayi dan anak-anak mula-mula cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare, tinja cair, dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berwarna kehijauan, anus dan daerah sekitarnya lecet, muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak, berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Staf Pengajar IKA, FKUI, 1985).

2.1.6.    Patofisiologi Diare dan Dehidrasi
Perubahan mekanisme absorpsi dan sekresi menyebabkan kehilangan cairan dari tubuh dan terjadi dehidrasi yang merupakan keadaan paling gawat pada diare.
Pada diare infeksius perubahan seperti itu terjadi akibat aktivitas toksin yang dikeluarkan oleh bakteri di mukosa usus, misalnya oleh Escherichia coli dan Vibrio cholerae. Toksin ini merangsang mekanisme seluler yang menghasilkan nukleotid siklik (AMP siklik). Toksin ini menyebabkan turunnya absorpsi aktif natrium dari lumen usus oleh vili dan meningkatkan sekresi aktif NaCl dan air dari kripta mukosa ke dalam lumen usus. Pada Shigella dan organisme invasif lainnya, perubahan absorpsi dan sekresi dengan mekanisme yang sama juga terjadi, walaupun pada tingkat yang lebih rendah.
Diare juga dapat terjadi bila molekul yang aktif daya osmotiknya, misalnya garam-garam atau gula ada di dalam lumen usus dalam konsentrasi cukup tinggi sehingga tekanan osmotik cairan usus lebih tinggi daripada cairan ekstraseluler dinding usus dan darah. Pada keadaan itu air akan berpindah secara pasif dari jaringan ke dalam usus melalui proses difusi. Bila bahan-bahan osmotik aktif tidak diserap (misalnya : laktosa pada anak yang kekurangan enzim laktase) air akan menetap di lumen usus, dan akan dikeluarkan bersama-sama bahan lain sebagai diare. Penggunaan Mg2SO4 (garam Inggris) sebagai bahan pencahar menggunakan prinsip tersebut.
Cairan yang hilang karena diare mengandung cairan tubuh dan elektrolit (natrium, klorida, kalium dan bikarbonat), muntah dan demam yang menyertai akan mempertinggi kehilangan itu, tetapi ginjal mencoba menahan air dan elektrolit.
Cairan yang diminum, bila diabsorpsi dapat menggantikan cairan yang hilang ini pada penderita diare, penting menjaga keseimbangan neto positif cairan atau keseimbangan positif yang artinya keadaan masukan seluruh cairan lebih besar daripada keluaran seluruh cairan dalam jangka waktu tertentu.
Dehidrasi terjadi bila kehilangan cairan berlebihan atau tidak digantikan secara cukup. Gejala dan tanda dehidrasi tidak akan terlihat sampai kehilangan cairan setara dengan 4-5% berat badan. Peningkatan defisit cairan dan dehidrasi ditandai dengan rasa haus, menurunnya turgor kulit, mengeringnya membran mukosa, mata cekung, air mata kering, ubun-ubun cekung pada bayi. Bila dehidrasi bertambah berat, akibatnya dapat menjadi anuria, menurunnya kesadaran. Dehidrasi berat terlihat bila defisit cairan mencapai 10% berat badan. Bila defisit bertambah dapat terjati renjatan dan kematian (Sunoto, 1990).

2.1.7.    Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi, seperti :
1.    Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hitpotonik, isotonic dan hipertonik).
2.    Renjatan hipovolemik
3.    Hipokalemia (dengan gejala meteorisme, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram).
4.    Hipoglikemia
5.    Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus.
6.    Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
7.    Malnurisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan (Staf Pengajar IKA, FKUI, 1985).

2.1.8.    Menilai Derajat Dehidrasi
Tabel 2.1. Derajat Dehidrasi Batasan WHO
Tanda dan Gejala
Dehidrasi (D) Ringan
D. Sedang
D. Berat
Keadaan umum
Sakit, gelisah, haus

Gelisah, ngatuk, rewel

Ngantuk, lemas, dingin, berkeringat, pucat, dapat pingsan
Denyut nadi
Normal : kurang dari 120/menit
Cepat dan lemah : 120-140/menit
Cepat, halus, kadang tak teraba
Pernapasan
Normal
Dalam tapi cepat
Dalam, cepat
Ubun-ubun
Normal
Cekung
Sangat cekung
Kelopak mata
Ada
Cekung
Sangat cekung
Air mata
Ada
Tidak ada
Sangat kering
Selaput lendir
Lembab
Kering
Sangat kering
Elastisitas kulit
Jika dicubit, segera kembali normal
Untuk kembali normal lambat
Untuk kembali normal sangat lambat
Air seni
Normal
Berkurang, berwarna tua
Tidak kencing
(Widjaja, 2002)

2.1.9.    Penatalaksanaan
1.    Pemberian Cairan
a.     Jenis cairan
1)    Cairan rehidrasi oral (oral rehidration salts)
a)    Formula lengkap mengandung NaCl, NaHCO3, KCl dan glukosa. Kadar natrium 90 mEg/l untuk kolera dan diare akut pada anak di atas 6 bulan dengan dehidrasi ringan dan sedang atau tanpa dehidrasi (untuk pencegahan dehidrasi). Kadar natrium 50-60 mEg/l untuk diare non kolera pada anak di bawah 6 bulan dengan dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi. Formula lengkap sering disebut oralit.
b)   Formula sederhana (tidak lengkap) hanya mengandung NaCl dan sukrosa atau karbohidrat lain, misalnya larutan gula garam, larutan air tajin garam, larutan tepung beras garam dan sebagainya untuk pengobatan pertama di rumah pada semua anak dengan diare akut baik sebelum ada dehidrasi maupun setelah ada dehidrasi ringan.
2)    Cairan parenteral
a)    DGaa (1 bagian larutan Darrow + 1 bagian glukosa 5%)
b)   RL g (1 bagian ringer laktat + 1 bagian glukosa 5%)
c)    RL (ringer laktat)
d)   3@ (1 bagian NaCl 0,9% + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian Na laktat 1/6 mol/l)
e)    DG 1:2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%)
f)    RLg 1:3 (1 bagian ringer laktat + 3 bagian glukosa 5%).
g)   Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1½% atau 4 bagian glukosa 5-10% 1 bagian NaCl 0,9%).
b.    Jalan pemberian cairan
1)   Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau minum serta kesadaran baik.
2)   Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi, tetapi anak tidak mau minum, atau kesadaran menurun.
3)   Intravena untuk dehidrasi berat.
c.     Jumlah cairan
Tabel 2.2. Jumlah Cairan yang Hilang Menurut Derajat Dehidrasi pada Anak Di Bawah 2 Tahun
Derajat Dehidrasi
PWL*
NWL**
CWL***
JUMLAH

Pada anak umur di bawah 2 tahun

Ringan
50
100
25
175

Sedang
75
100
25
200

Berat
125
100
25
250

Pada anak umur 2-5 tahun
Ringan
30
80
25
135
Sedang
50
80
25
155
Berat
80
80
25
185




Tabel 2.3. Jumlah Cairan Yang Hilang Menurut Derajat Dehidrasi Berat Menurut Berat Badan Penderita Dan Umur
Berat Badan
UMUR
PWL*
NWL**
CWL***
JUMLAH
- 3 kg
- 1 bulan
150
125
25
300
3 – 10 kg
1 bl-2 th
125
100
25
250
10 – 15 kg
2-5 th
100
80
25
205
15 – 25 kg
5-10 th
80
65
25
170
Keterangan :
* PWL     =   Previous Water Loss (ml/kg BB)
**NWL   =   Normal Water Losses (ml/kg BB)
***CWL  =   Concomitant Water Losses (ml/kg BB)

d.    Jadwal (kecepatan) pemberian cairan
1)   Belum ada dehidrasi
a)   Oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas setiap kali buang air besar.
b)  Parenteral dibagi rata dalam 24 jam.
2)   Dehidrasi ringan
a)   1 jam pertama : 25-50 ml/kg BB per oral atau intragastrik
b)   Selanjutnya : 125 ml/kg BB/hari atau ad libitum
3)   Dehidrasi sedang
a)   1 jam pertama : 50-100 ml/kg BB peroral atau introgastrik
b)   Selanjutnya : 125 ml/kg BB/hari atau ad libitum.
4)   Dehidrasi berat
Untuk anak 1 bulan-2 tahun dengan berat badan 3-10 kg :
1 jam pertama      : 40 ml/kg BB/jam atau 10 tetes/kg BB/menit (dengan infus berukuran 1 ml=15 tetes) atau 13 tetes/kg BB/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 20 tetes)
7 jam kemudian   : 12 ml/kg BB/jam atau 3 tetes/kg BB/menit (dengan infus berukuran 1 ml=15 tetes) atau 4 tetes/kg BB/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 20 tetes).
17 jam berikut      : 125 ml/kg BB oralit peroral atau intragastrik bila anak tidak mau minum, teruskan DG aa intravena 2 tetes/kg BB/menit (1 ml=15 tetes) atau 3 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes)           
Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg :
1 jam pertama      : 30 ml/kg BB/jam atau 8 tetes/kg BB/menit (dengan infus berukuran 1 ml=15 tetes) atau 10 tetes/kg BB/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 20 tetes)
7 jam kemudian   : 10 ml/kg BB/jam atau 3 tetes/kg BB/menit (dengan infus berukuran 1 ml=15 tetes) atau 4 tetes/kg BB/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 20 tetes).
17 jam berikut      : 125 ml/kg BB peroral atau intragastrik bila anak tidak mau minum, teruskan DG aa intravena 2 tetes/kg BB/menit (1 ml=15 tetes) atau 3 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes)
Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg :
1 jam pertama      : 20 ml/kg BB/jam atau 5 tetes/kg BB/menit (dengan infus berukuran 1 ml=15 tetes) atau 7 tetes/kg BB/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 20 tetes)
7 jam kemudian   : 10 ml/kg BB/jam atau 2½  tetes/kg BB/menit (dengan infus berukuran 1 ml=15 tetes) atau 3 tetes/kg BB/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 20 tetes).
17 jam berikut      : 105 ml/kg BB oralit per oral atau intragastrik bila anak tidak mau minum, teruskan DG aa intravena 1 tetes/kg BB/menit (1 ml=15 tetes) atau 1½  tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes)
2.    Penggunaan obat-obatan
a.    Obat anti sekresi
1)   Asetosal
Dosis : 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg.
2)   Klorpromazin
Dosis : 0,5-1 mg/kg BB/hari

b.    Obat anti spasmolitik
Pada umumnya obat anti spasmotlitik seperti papaverine, ekstrak beladona, opium, loperamid dan sebagainya tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut.
c.    Obat pengeras tinja
Seperti kaolin, pectin, charcoal, tabonal, dan sebagainya tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare.
d.   Antibiotika
Pada umumnya antibiotika tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut, kecuali bila penyebabnya jelas seperti :
1)    Kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari.
2)    Campylobacter, diberikan eritromisin 40-50 mg/kg BB/hari
(Staf Pengajar IKA FKUI, 1985)
3.    Perawatan
a.    Perawatan dilakukan dengan penuh kasih sayang.
b.   Pemberian suasana lingkungan yang menyenangkan dan ceria
c.    Berikan ASI sesering mungkin bila anak menyusui.
d.   Bila tidak menyusui, berikan susu yang biasa digunakan lebih banyak.
e.    Pemberian makanan harus diteruskan dengan porsi sedikit tapi sering, sebaiknya makanan rendah serat (Alfa, 1996).
f.    Bila panas berikan kompres hangat pada dahi, ketiak dan lipat paha (pada aliran pembuluh darah besar).
g.   Menyediakan permainan dan kegiatan fisik segera setelah anak mampu melakukannya (Depkes RI, Dirjen PPM dan PL, 2002)

2.1.10. Pencegahan
Usahakan pencegahan yang dapat dilakukan ibu dan keluarga secara benar dan efektif adalah :
1.  Pemberian ASI
a.  Pemberian ASI eksklusif secara penuh selama 4-6 bulan pertama, sama sekali jangan menggunakan makanan melalui botol, karena bayi akan lebih sering menderita diare.
b.  Meneruskan sebagian ASI sampai anak paling kurang berumur 1 tahun, lebih baik lagi bila lama (sampai usia 2 tahun)
c.  Meneruskan pemberian ASI walaupun anak sedang sakit, terutama bila anak menderita diare.
2.  Memperbaiki makanan sapihan
a.  Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4 x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, teruskan pemberian ASI bila mungkin.
b.  Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
c.  Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak. Suapi anak dengan piring dan sendok garpu yang bersih.
d. Masak atau rebus makanan dengan benar, siapan sisanya pada tempat yang diinginkan dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
3.  Banyak menggunakan air bersih
a.  Ambil air dari sumber air yang terbersih.
b.  Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambilnya.
c.  Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak mandi, dll.
d. Rebus air, bila mungkin ketika memasak makanan atau untuk minum bagi anak-anak kecil atau gunakan air bersih.
e.  Cuci semua piring, gelas, panci dan alat-alat yang digunakan untuk makan, dengan air yang cukup banyak.

4.  Mencuci tangan
Semua anggota keluarga harus mencuci tangan dengan baik :
a.  Setelah membuang tinja anak.
b.  Setelah buang air besar
c.  Sebelum menyiapkan makanan
d. Sebelum makan
e.  Sebelum memberikan makanan anak
5.  Penggunaan jamban
a.  Buat satu jamban yang bersih dan dapat dipakai oleh semua anggota keluarga yang sudah cukup umur. Jaga agar jamban tetap bersih dengan membersihkan secara teratur permukaan yang kotor.
b.  Bila tidak ada jamban :
1)   Buang air besar jauh dari rumah dan tempat anak bermain dan jaraknya paling kurang 10 meter dari sumber air.
2)   Hindari pergi buang air besar tanpa alas kaki.
3)   Jangan biarkan anak pergi sendiri ke tempat buang air besar, jaga tangan anak agar tidak menyentuh tanah dekat tempat bulang air besar.
6.  Cara yang benar membuang tinja bayi
a.  Tinja anak yang sakit berbahaya. Tinja itu harus dibungkus dengan kertas atau daun dan dibuang dengan cepat ke dalam jamban atau lubang yang jauh dari rumah dan sumber air minum.
b.  Segera bersihkan anak yang telah selesai buang air besar, setelah itu ibu harus mencuci tangannya dan tangan anaknya.
7.  Imunisasi campak
Anjurkan anak diimunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan (Sunoto, 1990).

2.2.    Berat Badan
2.2.1.    Pengertian
Menurut Soetjiningsih, 1998) berat badan adalah merupakan ukuran antropometri yang penting menggambarkan hasil peningkatan dan penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara lain tulang, otot, lemah, cairan tubuh dan lain-lain. Sedangkan menurut (Supariasa, 2001) berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus), yang digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR.

2.2.2.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berat Badan
Berat badan dipakai sebagai indikator yang terbaik saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh anak, sehingga dapat dipengaruhi oleh:
1.   Faktor genetik
Merupakan dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh anak melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan, termasuk faktor genetik lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa (Soejiningsih, 1998).
2.   Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan (berat badan) lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan (berat badan normal). Sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Ini merupakan lingkungan “bio-psiko-sosial” yang mempengaruhi berat badan individu setiap hari mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya.
Faktor lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi :
a.   Faktor dalam kandungan (prenatal)
b.   Faktor setelah lahir (post natal)
(Soetjiningsih, 1998)

2.2.3.    Standar Berat Badan Normal pada Balita
1.    Berat badan dalam masa neonatus
Dalam keadaan normal berat badan seorang bayi yang baru lahir akan turun pada hari-hari pertama timbangannya. Karena hilangnya cairan dalam tubuh bayi yang baru lahir itu. Ini berlangsung dari hari pertama hingga hari keempat dan turun ± 200-400 gram. Kemudian berat badan bayi akan berangsur naik lagi, sampai hari ke 14 mencapai kembali timbangan sewaktu lahir.
2.    Berat badan pada umur 1 tahun
Pertambahan berat badan bayi akan kita hitung dalam tiap-tiap triwulan :
a.    Triwulan ke-1 naiknya 2 x berat badan waktu lahir
b.   Triwulan ke-2 naiknya 3 x berat badan waktu lahir
c.    Triwulan ke-3 naiknya 4 x berat badan waktu lahir
3.    Berat badan pada umur 2 tahun
Berat badan 4 x berat badan waktu lahir
4.    Berat badan pada umur 3-5 tahun
Berat badan 5 x berat badan waktu lahir (Senirang, 1985)
Rumus lain tentang pertumbuhan berat badan anak berumur 1 tahun ke atas menurut Prof. Golter.
= Umur N tahun, berat badan :
    (N-1) x 2 + 10 kg = berat badan (Senirang, 1985).

2.2.4.    Berat badan merupakan pilihan utama karena berbagai pertimbangan antara lain :
1.  Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.
2.  Memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara periodik memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan.
3.  Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas di Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan penjelasan secara meluas.
4.  Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan pengukur.
5.  KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk pendidikan dan memonitor kesehatan anak menggunakan juga berat badan sebagai dasar pengisiannya.
6.  Karena masalah umur merupakan faktor penting untuk penilaian status gizi, berat badan terhadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana sebagai indeks yang tergantung pada umur.
7.  Alat pengukur dapat diperoleh di daerah pedesaan dengan ketelitian yang tinggi dengan menggunakan dacin yang sudah dikenal oleh masyarakat (Supariasa, 2001).

2.2.5.    Penentuan Berat Badan
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang, alat yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan :
1.  Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain.
2.  Mudah diperoleh dan relatif murah harganya
3.  Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg.
4.  Skalanya mudah dibaca
5.  Cukup aman untuk menimbang anak balita
(Supariasa, 2001)

2.3.    Intake Cairan Melalui Parenteral
2.3.1.   Pengertian
Intake cairan melalui parenteral/infus adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan/zat-zat makanan dari tubuh.
Cairan infus dikenal beberapa jenis cairan infus, yaitu :
1.   Cairan infus glukosa 5%
2.   Cairan infus NaCl 0,9%
3.   Cairan infus KCl 0,3% atau KCl 0,6%
4.   Cairan infus Natrium Karbonat dan
5.   Cairan infus Natrium Laktat
Cairan infus NaCl adalah campuran aquabidest dan garam grade farmasetis yang berguna untuk memasak natrium dan mineral bagi pasien yang dirawat di rumah sakit.
Pada kasus diare disertai muntah, penggantian cairan tubuh harus diberikan lewat infus, pasalnya minuman apapun yang diberikan kepada penderita pasti dimuntahkan lagi, kalau penderita bisa minum berilah cairan sedikit demi sedikit agar tidak memicu mual.
Pemberian cairan intravena. Jika memungkinkan jalur enteral digunakan untuk cairan. Panduan ini hanya digunakan pada anak yang tidak dapat menerima cairan melalui mulut, berlaku juga untuk anak di atas usia neonatus (satu bulan).
Secara umum keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah :
1.   Perdarahan dan jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah).
2.   Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
3.   Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan pemur (Paha), kehilangan cairan tubuh dan komponen darah).
4.   Serangan panas (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)
5.   Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)
6.   Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
(http://www.kompas.com)

2.3.2.   Hubungan Berat Badan dengan Intake Cairan
Berat badan adalah ukuran antropometri yang menggambarkan hasil peningkatan dan penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara lain tulang, otot, lemak dan cairan tubuh (Soetjiningsih, 1998).
Intake cairan adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui sejumlah jarum ke dalam pembuluh darah vena untuk menghentikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Hubungan berat badan dengan intake cairan yang diberikan pada anak yang terkena diare sesuai dengan berat ringannya dehidrasi. Cara menghitung jumlah cairan yang mengalami dehidrasi adalah :
1.      Dehidrasi ringan, kehilangan cairan 0-5% dengan hitungan rata-rata 2,5%, diberikan cairan 25 ml/kg BB.
2.      Dehidrasi sedang kehilangan cairan 5-10% dengan hitungan rata-rata 7,5%, berarti dibutuhkan cairan pengganti 75 ml/kg BB.
3.      Dehidrasi berat kehilangan cairan 10-15% dengan hitungan rata-rata 12,5%, berarti dibutuhkan cairan pengganti 125 ml/kg BB.
Dengan kata lain, penderita diare dengan dehidrasi membutuhkan cairan pengganti untuk dehidrasi ringan 150 ml/kg BB/24 jam dan dehidrasi sedang 200 ml/kg BB/24 jam. Perlu diperhatikan jumlah cairan maksimal yang diperkenankan untuk bayi atau anak kurang dari 1 tahun adalah 1.500 ml/24 jam.
Cairan harus diberikan secepat-cepatnya pada 4 jam pertama sejak anak terserang diare. Cairan ini berguna untuk menaikkan volume darah, mengembalikan defisit air dan defisit elektrolit. Menurut WHO, untuk 1 jam pertama anak boleh diberi 20-40 ml/kg BB/jam dan sisa keperluannya dibagi dalam 23 jam berikutnya.
Jadi penurunan berat badan dengan intake cairan sangat berhubungan, karena apabila terjadi penurunan berat badan yang berlebih, maka kebutuhan akan cairan akan menjadi lebih banyak untuk mengembalikan sejumlah cairan yang hilang, begitu pula sebaliknya bila penurunan berat badan sedikit maka kebutuhan akan cairan juga akan lebih sedikit (Widjaja, 2002)

2.4.    Konsep Asuhan Keperawatan
1.    Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan landasan proses keperawatan yang terdiri dari tiga tahap, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan masalah keperawatan (H. Lismida dkk, 1990)
a.     Data Biografi
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama, alamat.
b.    Riwayat kesehatan
a)    Riwayat kesehatan sekarang
1)   Alasan masuk rumah sakit
Pasien datang diantar siapa, apakah pasien kiriman, keluhan atau alasan untuk berobat, sebelum sakit apakah pasien pernah mengkonsumsi salah satu dari faktor etiologi dari penyakit diare, sebelum berobat ke rumah sakit sekarang sudah berapa hari sakit untuk di rumah dan berobat ke mana.

2)   Keluhan utama saat dikaji
Keluhan yang dirasakan sering defekasi, penurunan nafsu makan, biasanya disertai dengan muntah, demam, penurunan berat badan, adanya nyeri pada daerah abdomen, kram dan distensi abdomen.
b)   Riwayat kesehatan dahulu
Sebelum sakit pada saat ini, apakah pernah menderita penyakit yang sama dengan sekarang, kapan terakhir sekali dan berobat kemana, sembuh dalam perawatan berapa hari, apakah pengobatan yang lalu berhasil.
c)    Riwayat kesehatan keluarga
Diantara keluarga yang tinggal satu rumah, adakah yang menderita yang sama yang diderita pasien pada saat sekarang ini, atau orang lain yang tinggal satu lingkungan dengan pasien yang menderita yang sama dengan pasien pada saat ini.
c.     Data psikologis
Ekspresi wajah pasien biasanya kelihatan murung dan sedih respon pasien tentang tindakan keperawatan yang diberikan, keinginan atau harapan pasien terhadap penyakitnya, apakah pasien sering meringis, mekanisme koping yang digunakan untuk pemecahan masalah.


d.    Data sosial ekonomi
Bagaimana hubungan pasien terhadap masyarakat, dalam kegiatan, organisasi apa yang diikuti, peranannya dalam masyarakat atau organisasi yang diikuti, peran dalam keluarga. Pekerjaan pasien yang menetap, penghasilan dalam satu bulan dalam keluarga, apakah cukup untuk dikonsumsi setiap hari dari penghasilan yang didapat.
e.     Data Spiritual
Pasien beragama apa, sebelum sakit bagaimana pelaksanaannya, dan sesudah sakit bagaimana pelaksanaannya. Kalau tidak dilaksanakan kenapa.
f.     Pemeriksaan Fisik
1)      Tanda-tanda vital
TD    :  Hipotensi < 100 mmHg
N      : > 90 x / menit tetapi sangat lemah.
S       :  Hipertermi karena disebabkan oleh kekurangan cairan
RR    :  > 28 x / menit (cepat dan dalam)
BB    :  Menurun dari berat badan sebelum mengalami diare.
2)      Keadaan umum
Kesan umum   : nyeri pada daerah abdomen seluruh kuadran
Wajah              : ekspresi gelisah, cemas
Kesadaran       : compos mentis atau sampai pada pre-syok
Bicara              : pelan dengan suasa serak karena disebabkan oleh keringnya mukosa pada daerah mulut.
3)      Kulit
Warna kulit biasanya anemis, suhu meningkat hipertermi, kelembaban kering, turgor kurang baik.
4)      Kepala
a)    Rambut dan kulit kepala
Akan terjadi defisit perawatan diri karena kelemahan fisik, warna kulit akan anemis.
b)    Mata
Palpebra akan cekung, konjungtiva anemis.
c)    Mulut
Bibir kering dan pecah-pecah, gusi anemis, lidah anemis, nafas akan tercium bau.
5)      Dada
a)    Paru-paru
Ekspansi paru, jenis pernafasan, ritme pernafasan, frekuensi kesulitan bernafas, penyakit yang berhubungan dengan pernafasan, nyeri waktu bernafas.
b)    Jantung
Nyeri dada, denyut jantung biasanya cepat dan pelan, suara nafas pembesaran jantung ictus cordis.

6)      Abdomen
Nyeri tekan, lepas dan ketok di daerah abdomen seluruh kuadran, apakah ada pembesaran hepar (hepatomegali), distersi abdomen, kram pada abdomen, acites dan striae, bunyi perkusi hipertimpani, bising usus meningkat akan 7 dari 35 x /menit.
7)      Anus/rectum
Biasanya akan nyeri pada daerah anus karena sering defekasi berwarna kemerahan dan lembab.
8)      Muskulokskletal
Tonus otot akan mengalami kelemahan, kontrasi kurang, skala kekuatan otot-otot biasanya akan berada pada skala 1-3 atau 5-50% kenormalan otot.
9)      Ekstreitas
Ekstremitas atas : biasanya salah satu tangan akan dipasang infus untuk jalur yang sangat efektif pemasukan cairan dan elektrolit, tetapi akan terasa lemah, apakah ada tanda-tanda infeksi terhadap pemasangan infus.
Ekstremitas bawah : terasa lemah, apakah ada kelainan (cacat).
g.    Data Penunjang
1)      Laboratorium
a)    Darah
LED              :  pada proses peradangan terdapat peninggian LED.
HB                :  pada malabsorbsi dan proses peradangan terjadi penurunan HB
Gula darah    :  biasanya menurun.
b)    Tinja
(1)   Makroskopik
Bentuk, warna, kandungan seperti darah, lendir, pus, lemak, dan lain-lain. Bau spesifik, misalnya : bau anyir (disentri ambebika), telur busuk (disentri basiler), bau minyak busuk (sindroma malabsorbsi).
(2)   Mikroskopik
Terdapat leukosit, eritrosit, telur cacing, parosit, bakteri dan lain-lain.
c)    Urine
Pada urin perlu diperiksa warna, kepekatan, berat jenis biasanya akan meningkat lebih dari batas normal 1.025 kemungkinan adanya bakteri.
2)      Radiologi
Pada foto polos abdomen : dapat dijumpai pengapuran (klasifikasi) di dalam pankreas yang menunjukkan kemungkinan adanya pankreatitis kronik, umumnya alcohol yang berat biasanya menderita diare dengan steatorea.
Barium meal : dapat dijumpai adanya pistula gostrokolil yang disebabkan karsinoma lambung dan tukak peptic.
Barium anema : dapat menunjukkan kelainan kolon, antara lain : skip lesion ditambah tukak aphtosa pada penyakit crohn.
2.    Diagnosa Keperawatan (Lynda Juall Carpenito, 1996)
a.   Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan output.
b.   Diare berhubungan dengan inflamasi usus.
c.   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan diare, vomiting, dan perubahan absorbsi.
d.  Potensial kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan :
1)      Resiko terhadap kekurangan cairan atau nutrisi.
2)      Tirah baring
e.   Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan iritasi pada usus.
3.    Perencanaan Keperawatan
a.    Diagnosa I : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan output
Tujuan     :  Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi.
Kriteria   :  -  Tanda-tanda vital normal
                   -  Turgor kulit baik, membran mukosa lembab.
                   -  Haluaran urine berkisar 1.000-1.500 cc per hari
                   -  Konsistensi dan frekuensi BAB normal
                   -  Pemeriksaan laboratorium normal
Intervensi :
1)      Pantau tanda dan gejala dini defisit volume cairan
Rasional  :  Deteksi dini memungkinkan therapi penggantian cairan segera untuk memperbaiki defisit.
2)      Pantau masukan dan haluaran, yakinkan masukan mengkompensasi haluaran.
Rasional  :  Dengan mempertahankan masukan dan haluaran maka dehidrasi dapat teratasi.
3)      Pertahankan pemasukan cairan parenteral maupun oral
Rasional  :  Pemasukan cairan parenteral maupun oral untuk mengganti haluaran
4)      Gambarkan frekuensi out put dan karakteristiknya
Rasional  :  Frekuensi output (feses dan muntah) dan karakteristiknya mengetahui perkembangan penyakit.
5)      Timbang berat badan pasien tiap hari pada waktu yang sama dengan pakaian yang sama dan alat penimbang yang sama.
Rasional  :  Penimbangan berat badan harian yang tepat dapat mendeteksi kehilangan cairan.
6)      Berikan obat antimetik parenteral, sesuai pesanana
Rasional  :  Antimetik mencegah muntah dengan menghambat rangsang terhadap pusat muntah.
b.    Diare berhubungan dengan inflamasi usus
Tujuan     :  Memperlihatkan penurunan dalam frekuensi defekasi
Kriteria   :  -  Karakteristik feses telah kembali normal
                   -  Urgensi untuk BAB
                   -  Flatus
                   -  Steatorea
                   -  Tidak terdapat darah, mucus, atau pus dalam feses
                   -  Kadar albumin serum normal
Intervensi :
1)      Observasi feses untuk jumlah, frekuensi, konsisten dan warna
Rasional  :  Menentukan efektivitas agen anti diare dan pembatasan diet.
2)      Pertahankan lingkungan bebas untuk pasien :
a)      Pispot kosongkan dengan segera
b)      Ganti linen yang basah
c)      Berikan pengharum ruangan
3)      Lakukan perawatan parineal yang baik
Rasional  :  Iritasi parineal karena sering BAB berarti harus dicegah
4)      Turunkan aktivitas fisik selama diare dan mencerna makanan khusus
Rasional  :  Penurunan aktivitas fisik menurunkan peristaltik usus dan menghindari makanan yang dapat mengiritasi.
5)      Gantikan cairan dan elektrolit dengan cairan peroral yang mengandung elektrolit yang tepat seperti : jus apel, cola, root beer, dan air jahe.
Rasional  :  Tipe cairan pengganti tergantung pada kebutuhan elektrolit.
c.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan diare, vomiting, dan perubahan absorbsi
Tujuan     :  Kebutuhan nutrisi fisik terpenuhi sesuai dengan kebutuhan fisik
Kriteria   :  -  Nafsu makan dan tingkat energi meningkat
                   -  Berat badan meningkat atau kembali normal
                   -  Kondisi mukosa oral lembab dan merah muda
                   -  Data laboratorium normal : seperti : Hb, albumin, serum hematokrit, jumlah limfosit total.
Intervensi :
1)      Berikan makanan dengan diit TKTP dan tinggi mineral
Rasional  :  Diharapkan makanan TKTP dan tinggi mineral dapat memenuhi nutrisi pasien.
2)      Anjurkan kepada pasien untuk makan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional  :  Dengan cara yang demikian sangat menguntungkan untuk menghindari rangsangan muntah.
3)      Motivasi pasien sesuai dengan waktu makan sesuai yang telah direncanakan
Rasional  :  Perencanaan waktu makan, pasien termotivasi untuk makan lebih banyak
4)      Hindari makanan yang dapat menyebabkan kram dan diare
Rasional  :  Untuk mencegah lebih lanjut terjadinya diare.
5)      Berikan dorongan pada pasien untuk makan dengan lambat, mengunyah dengan baik dan menggigit dalam jumlah sedikit .
Rasional  :  Dengan cara yang demikian pasien mampu makan dengan baik.
6)      Sajikan makanan yang menarik selera dan bervariasi tetapi tidak melanggar diit yang ditentukan
Rasional  :  Makanan yang menarik dan bervariasi dapat meningkatkan selera makan pasien.
7)      Pertahankan keseimbangan intake dan output pasien
Rasional  :  Untuk mendeteksi adekuatnya intake dan output.
d.   Potensial kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan :
1)      Resiko terhadap kekurangan cairan atau nutrisi.
2)      Tirah baring
Tujuan     :  Integritas kulit utuh
Kriteria   :  -  Turgor baik
                   -  Anus dan perineum kering
                   -  Intake dan output seimbang
                   -  Diare berhenti
                   -  Kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi :
1)      Teliti are perirectal terhadap inflamasi dan iritasi
Rasional  :  Karena perirectal kemungkinan besar akan iritasi karena seringnya defekasi.
2)      Berikan perawatan perirectal setiap kali setelah defekasi.
Rasional  :  Untuk mencegah terjadinya infeksi daerah rectal.
3)      Lap dengan kering dan oleskan salep pelindung daerah rectal setelah defekasi.
Rasional  :  Daerah rectal kering akan membantu mengurangi terjadinya iritasi dan inflamasi.
4)      Lakukan perawatan kulit pada bagian-bagian tulang yang menonjol.
Rasional  :  Karena bagian-bagian tulang yang menonjol akan besar penekanannya.
5)      Lakukan perubahan posisi dengan baik
Rasional  :  Dengan perubahan posisi akan mengurangi penekanan yang terlalu lama terhadap kulit.
6)      Yakinkan pemenuhan kebutuhan nutrisi segera untuk mendukung perbaikan jaringan.
Rasional  :  Nutrisi yang baik akan membantu perbaikan jaringan.
e.    Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan iritasi pada usus
Tujuan     :  Nyeri pasien teratasi
Kriteria   :  -  Pasien mengetahui faktor yang meningkatkan dan meringankan nyeri
                   -  Ekspresi wajah tidak tegang
                   -  Pasien tidak menampakkan gejala-gejala nyeri
                   -  Pemeriksaan laboratorium normal.
Intervensi :
1)      Observasi tingkat nyeri pasien berdasarkan PQRST
Rasional  :  Dengan mengetahui tingkat nyeri pasien yang dirasakan dapat mengetahui tindakan yang akan dilaksanakan.
2)      Tetapkan efek nyeri terhadap gaya hidup pasien.
Rasional  :  Nyeri dapat menyebabkan menarik diri, depresi, marah dan ketergantungan.
3)      Bantu dengan perubahan posisi yang nyaman.
Rasional  :  Pengubahan posisi dapat membantu menggerakan udara dalam usus, menghilangkan kram.
4)      Berikan bantalan hangat di atas abdomen
Rasional  :  Kehangatan merilekskan otot abdomen
5)      Dorong latihan relaksasi
Rasional  :  Relaksasi dapat meningkatkan efek terapeutik obat nyeri.
6)      Dorong aktifitas pengalihan seperti kunjungan keluarga, hubungan telpon dan keterlibatan perawatan diri
Rasional  :  Pengalihan dapat membantu mengalihkan pasien dari nyeri.
4.    Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana tindakan yang telah ditentukan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Pada tindakan keperawatan keterampilan dalam berkomunikasi dan teknik dalam melaksanakan tindakan keperawatan dalam pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan dan manajemen yang menentukan keberhasilan dari tindakan yang dilakukan. Pelaksanaan tindakan keperawatan ini harus dilaksanakan oleh tim perawatan pasien dan tenaga kesehatan lainnya.
5.    Evaluasi
Tahap evaluasi adalah menyangkut pengumpulan subjektif yang akan menunjukkan asuhan keperawatan tercapai atau belum. Masalah apa yang dipecahkan dan apa masalah yang perlu dikaji ulang, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali (Depkes RI, 1991).
Dari hasil ini dapat diketahui kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi untuk menentukan asuhan keperawatan selanjutnya, yaitu :
a.       Masalah diatasi sepenuhnya.
b.      Masalah teratasi sebagian.
c.       Masalah sama sekali tidak teratasi
d.      Timbul masalah baru.
Meski evaluasi merupakan tahap akhir dari proses asuhan keperawatan tetapi bukan berarti berhenti di sini, jika masalah belum teratasi atau timbul masalah baru maka tindakan perlu dilanjutkan atau dimodifikasi kembali.
2.5.    Kerangka Konsep
Dari studi literatur kasus penurunan berat badan pada diare disebabkan oleh banyak faktor tetapi karena keterbatasan penulis, maka penulis hanya mengambil pada permasalahan hubungan berat badan dengan intake cairan penderita diare adalah :








Variabel Independent
 

Variabel dependent
 


 




2.6.    Definisi Operasional
Tabel 2.5. Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1
Variabel Independent
Berat Badan



Merupakan ukuran antropometri yang penting menggambarkan hasil peningkatan dan penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain tulang, otot lemah, cairan tubuh, dll



Menimbang berat badan (hari pertama dan hari kedua)


Timbangan



Penurunan BB dalam gram 




Rasio
2
Variabel Dependent
Intake cairan


Suatu cairan yang menggantikan cairan tubuh yang hilang pada anak penderita diare



Menghitung intake cairan melalui infus


Pedoman dokumen tasi



Jumlah cairan yang masuk dalam ml



Rasio

2.7.    Hipotesis
Ho  : Tidak ada hubungan yang signifikan antara berat badan dengan intake cairan melalui parenteral yang diberikan pada anak di balita yang dirawat inap di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2006.
Ha  : Ada hubungan yang signifikan antara berat badan dengan intake cairan melalui parenteral yang diberikan pada anak di balita yang dirawat inap di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2006..




BAB III
METODE PENELITIAN

            Lokasi dan Objek Penelitian
Penelitian ini bertempat di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, dengan objek penelitian yaitu seluruh pasien balita yang menderita diare di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

            Populasi dan Sampel
                       Populasi
Seluruh pasien diare pada balita yang ada dirawat di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu selama bulan Juli tahun 2007.

                       Sampel
Subjek untuk sampel adalah digunakan accidental sampling, yakni pasien yang dirawat di ruang rawat inap terutama yang menderita diare (balita) selama penelitian.

            Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mendapatkan hubungan tentang suatu keadaan secara objektif.
            Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
                     Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh melalui observasi langsung pada balita yang menderita diare di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
                     Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumentasi Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
Dengan melihat status pasien untuk mengetahui identitas pasien dan diagnosa medis dari pasien yang diteliti.

            Analisis Data
Analisis Univariat
Analisis yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi dari variabel independent (berat badan) dan variabel dependent (intake cairan) dan mendeskripsikan asuhan keperawatan yang dilakukan.



Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara 2 variabel yaitu variabel independent dan variabel dependent dengan menggunakan uji korelasi product moment.


DAFTAR PUSTAKA
 


Alfa, Y, 1996. Diare Akut pada Anak. EGC, Jakarta.

Depkes RI, 2002. Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Direktorat Jenderal PPM dan PL, Jakarta.

Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, 2004. Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota Bengkulu.
--------------------, 2004. Profil Kesehatan Bengkulu. Dinas Kesehatan Propinsi Bengkulu.

Hadi Sujono, 2002. Gastroenterologi, EGC. Jakarta.

http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar5.pdf.

Mansjoer, 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ke-3. Media Aesculapius. Jakarta..

Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran. EGC, Jakarta.

Senirang, MAA, 1995. Perawatan Bayi dan Anak. Percetakan Pengikat, Palembang.

Soetjiningsih, 1998. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

Staf Pengajar IKA FKUI, 1985. Ilmu Kesehatan Anak, FKUI. Jakarta.

--------------------, 1995. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi Ke-3. Informed. Jakarta.

Suandi, 1997. Diit Pada Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

Sunoto, dkk, 1990. Pendidikan Medik dan Pemberantasan Diare, Buku Ajar Diare. Departemen Kesehatan RI, Ditjen PPM dan PLP. Jakarta.

Suntoso, 1998. Gastroenterologi Anak Praktik. FKUI. Jakarta.

Widjaja, 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Kesehatan Anak.            EGC. Jakarta.


No comments:

Post a Comment