Friday, 22 May 2015

PERBEDAAN DISTRIBUSI FREKUENSI UMUR PASIEN MALARIA YANG BEROBAT DI PUSKESMAS GUNUNG AYU DAN YANG RAWAT INAP DI RSUD



BAB I

PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional seperti yang di tetapkan dalam GBHN, maka tujuan umum pembangunan kesehatan untuk mengusahakan kesempatan yang lebih luas lagi bagi setiap penduduk untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dengan mengusahakan kesehatan yang lebih luas dan lebih merata serta dengan adanya peran aktif masyarakat.
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negara-negara yang beriklim tropis dan sub tropis. Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41 % dari jumlah penduduk dunia. Setiap tahun, kasusnya berjumlah sekitar 300-500 juta kasus dan mengakibatkan 1,5 –2,7 juta kematian, terutama di negara-negara benua Afrika (Arlan, 2002).
Gejala klinis yang sering timbul mempunyai variasi sesuai dengan jenis plasmodium yang menyerang. Namun hampir semuanya akan ditemukan demam yang didahului dengan menggigil, pusing, sakit pada otot-otot, splenomegali, dan anemia. Masa inkubasi plasmodium vivax dan plasmodium ovale 10 hari, dan plasmodium malariae selama 28 hari (Soeparman, 1987).
Di Indonesia penyakit malaria ditemukan tersebar di seluruh kepulauan. Derajat endemisitas malaria di Indonesia berbeda antara satau daerah dengan daerah lain. Sebagian wilayah di Jawa, Bali telah bebas dari penularan. Namun pada bulan Juli sampai Agustus 2002 sejumlah daerah di Jawa Tengah dan Jogjakarta dilaporkan terserang penyakit ini. Di kabupaten Kebumen dilaporkan sekitar 3000 orang yang terserang, sedangkan 12 kecamatan di Kabupaten Purbalingga dinyatakan sebagai daerah endemis setelah selama 10-12 tahun tidak ada kasus malaria (Arlan, 2002).
Propinsi Bengkulu yang merupakan daerah pantai yang beriklim panas, banyak terdapat hutan, perkebunan, persawahan dan juga merupakan daerah endemis malaria. Kejadian malaria yang ditunjukkan dengan angka prevalence rate belum adanya penurunan yang cukup berarti. Apabila dilihat perkembangan tiap tahunnya penyakit malaria termasuk penyakit menular yang masih banyak di derita oleh masyarakat Bengkulu, dimana penderita malaria klinis 20.324 jiwa. Berdasarkan hasil pemeriksaan persediaan darah melalui kegiatan PCD (passive detection) terhadap 13.466 spesimen darah, ditemukan 2.267 (16.83%) positif malaria (DinKes, Provinsi Bengkulu, 2004).
Secara geografis Bengkulu adalah suatau Provinsi yang terletak di sepanjang pantai barat Sumatra lebih kurang 525 Km dan gugusan pulau Enggano yang berada lebih kurang 90 mil laut di lautan hindia sebelah selatan provinsi Bengkulu. Provinsi Bengkulu dengan luas wilayah 19.789 kilometer persegi dan secara geografis terletak di antara 20 161–30 311   Lintang selatan dan 1010 011–1030 411 Bujur timur, dengan suhu udara relatif sama dengan daerah-daerah kota pinggiran pantai lainnya di Indonesia. Suhu udara maksimum berkisar 32.9–340C sedangkan suhu udara minimum berkisar antara 22–23.30C, dan curah hujan sepanjang tahun 2003 sebesar 265 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 224 hari (DinKes Provinsi Bengkulu, 2000).
Dalam upaya penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu telah melakukan langkah–langkah dan kebijakan di bidang pembangunan kesehatan dengan visi “Bengkulu Sehat 2010“ yang merupakan gambaran masyarakat Bengkulu di masa depan yang ingin di capai melalui pembangunan kesehatan yang di tandai dengan penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu  secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal dan merata di seluruh wilayah Provinsi Bengkulu (Dinkes. Bengkulu, 2003).
Menurut hasil laporan Sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) di Kabupaten Bengkulu Selatan, diperoleh gambaran kejadian malaria berjumlah 1.443 kasus,  pada tahun 2005. Berdasarkan laporan hasil sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) di Puskesmas Gunung Ayu Manna Kabupaten Bengkulu Selatan pada tahun 2004 diperoleh data penyakit malaria yaitu 94 kasus dan pada tahun 2005 yaitu 75 kasus. Puskesmas Gunung Ayu terletak di Kota Manna Kabupaten Bengkulu Selatan. Survei awal penulis di Rumah Sakit Umum Daerah Manna Bengkulu Selatan menunjukkan angka kejadian malaria masih sangat tinggi yaitu sebanyak 172 orang pasien yang dirawat pada tahun 2004, sedangkan pada tahun  2005 pasien yang dirawat sebanyak 198 orang pasien.
Secara umum, setiap orang dapat terinfeksi malaria, tetapi ada beberapa orang yang meiliki kekebalan terhadap parasit malaria baik yang bersifat bawaan/alamiah. Orang yang paling beresiko terinfeksi malaria adalah bayi dan anak balita, wanita hamil, serta penduduk non imun yang mengunjungi daerah endemis malaria seperti para pengungsi, transmigran, dan wisatawan. Penyakit malaria ditularkan melalui dua cara yaitu alamiah dan non alamiah. 
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik meneliti “perbedaan distribusi frekuensi umur pasien malaria  di Puskesmas Gunung Ayu dan yang rawat inap di RSUD Manna tahun 2004 dan tahun 2005”
1.2  Perumusan Masalah
Berdasarkan ruang lingkup yang telah diuraikan oleh penulis diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian : Apakah ada perbedaan distribusi frekuensi umur pasien malaria  di Puskesmas Gunung Ayu dan yang rawat inap di RSUD Manna tahun 2004 dan tahun 2005
1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Mempelajari perbedaan distribusi frekuensi umur pasien malaria  di Puskesmas Gunung Ayu dan yang rawat inap di RSUD Manna tahun 2004 dan tahun 2005


1.3.2        Tujuan Khusus
Ingin mengetahui perbedaan distribusi frekuensi umur pasien malaria  di Puskesmas Gunung Ayu dan yang rawat inap di RSUD Manna menurut golongan umur yaitu; bayi, masa pra sekolah, masa sekolah, remaja, dewasa, dan lanjut usia tahun 2004 dan tahun 2005
1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Manfaat Bagi Pendidikan
Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan mahasiswa-mahasiwi STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu
1.4.2        Manfaat Bagi Tempat Penelitian
1)      Rumah Sakit Umum Daerah Manna
Hasil  dapat dijadikan masukan bagi program pemberantasan penyakit malaria dan dapat diambil suatau kebijakan untuk masa yang akan datang.
2)      Puskesmas Gunung Ayu
Hasil  dapat dijadikan masukan bagi program pemberantasan penyakit menular (P2M) malaria dan dapat diambil suatu kebijakan untuk masa yang akan datang.
1.4.3        Manfaat Bagi Masyarakat
Hasil  penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat  terutama keluarga yang menderita malaria.


1.4.4        Manfaat Bagi Penulis
Hasil penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi penulis yang telah dapat menerapkan ilmu yang di dapat selama pendidikan di STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu.



















BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Malaria
2.1.1    Pengertian Malaria
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium di tandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Arif Mansjoer, 2001). Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium dengan gejala-gejala demam proksimal dan periodic anemia serta splenomegali yang di tularkan melalui vector nyamuk anopeles (Purnawan Junaidi, 1992).
Harisson (1991), Mengatakan bahwa malaria adalah penyakit protozoa yang di tularkan kemanusia melalui gigitan nyamuk anopeles, yang ditandai dengan kekakuan, splenomegali, anemia serta perjalanan yang kambuh menahun. Jadi dapat disimpulkan bahwa malaria adalah penyakit tropis yang disebabkan oleh salah satau genus plasmodium dan ditularkan lewat karier nyamuk genus anopheles yang terinfeksi.
2.1.2        Etiologi
Organisme penyebab penyakit malaria adalah  sporozoa dari genus plasmodium, malaria biasanya didapat dari gigitan nyamuk anopheles betina yang sebelumnya terinfeksi. Ada empat species yang diketahui menginfeksi manusia yaitu : Plasmodium falciparum yang menyebabkan penyakit malaria tropika, Plasmodium Vivax yang menyebabkan malaria tertiana,Plasmodium Malariae yang menyebabkan malaria quartana, dan Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale (Rusepno Hassan,1985).
2.1.3        Patologi
Pada manusia terdapat empat spesies malaria yang dapat menginfeksi, yaitu :           
1.      Plasmodium Palsifarum
Menurut Mursito (2002),penyakit malaria ini termasuk jenis malaria ganas dengan masa inkubasi 9-14 hari, serangan plasmodium palsifarum ini di awali dengan rasa nyeri kepala, pegal linu, dan nyeri pinggang yang di lanjutkan dengan rasa mual serta muntah dan diare. Suhu badan tidak terlalu tinggi, jika tidak segera di obati maka serangan akan semakin berat, bahkan dapat menyerang limpa dan hati. Jika hati sudah terkena maka akan timbul gejala penyakit kuning, yang mana penderita merasa gelisah dan kadang-kadang menggigau yang di sertai dengan keluarnya keringat dingin.
Penyakit ini juga dapat menyerang ginjal yang di tandai dengan warna air seni menjadi keruh dan menghitam. Akibat yang paling buruk adalah apabila penyakit ini sudah menyerang otak sehingga menyebabkan gumpalan darah pada pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan, menurunnya kesadaran, dan akhirnya penderita tersebut meninggal.
2.      Plasmodium Vivak
Mempunyai Frekuensi tertinggi di antara spesies yang lain, masa inkubasinya 12-17 hari bahkan lebih. Serangan pertama di mulai dengan sakit kepala, sakit punggung, mual dan malaise umum (sindrom prodomal). 2-4 hari pertama demam tidak terataur, setelah intermiten dengan perbedaan yang nyata pada pagi dan sore hari, suhu meningkat kemudian turun menjadi normal. Suhu badan dapat mencapai 40,60C atau lebih. Gejala lain akan timbul seperti mual muntah, herper pada bibir, pusing, mengantuk ini hanya bersifat sementara (Ganda Husada, 1998).
3.      Plasmodium Quartana
Masa inkubasi plasmodium ini berlangsung 18 hari kadang-kadang sampai 30-40 hari. Serangan pertama demam mirip dengan plasmodium vivak, serangannya lebih terataur dan terjadi pada sore hari (Ganda Husada, 1998).
4.      Plasmodium Ovale
Plasmodium ini banyak di jumpai di Indonesia bagian timur, terutama di Papua. Gejalanya mirip dengan plasmodium vivak. Malaria yang di sebabkan parasit jenis ini relatif jarang kambuh dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (Mursito, 2002).
 Parasit plasmodium malaria menyebabkan Sel Darah Merah (erytrosit) saling lengket sehingga mengganggu mekanisme tubuh. Keempat jenis plasmodium ini dikenal sangat mematikan tetapi plasmodium falciparum yang dikenal paling ganas, sebab hanya dalam waktu sekitar 4 jam sesudah nyamuk menggigit manusia, parasit dari ludah nyamuk segera menyebar ke sel darah merah dan langsung ke nyawa si penderita.
2.1.4        Siklus Hidup Parasit Malaria
Siklus hidup parasit malaria terdiri dari:
a.       Siklus secara aseksual dalam tubuh manusia
sporozoid masuk ke dalam darah melalui gigitan nyamuk. Setelah itu setengah jam masuk kedalam hati membentuk siklus preeritrosit (tropozoit - schizont - merozoid). Merozoit masuk kembali kedalam hati meneruskan siklus ekso-eritrosit, sedangkan sebagian lain masuk kedalam darah membentuk siklus eritrositer (merozoi t-tropozoit muda - tropozoit tua – shizont – pecah - merozoit yang memasuki eritrosit baru). Sebagian merozoit melalui gametogeni membentuk mikro dan makrogametosit. (Nadesul, 1996)
b.      Secara seksual dalam tubuh nyamuk
Dalam lambung nyamuk, makro dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan mikrogamet zigot (ookinet) - menembus dinding lambung – ookista - sporozoit, sporozoit dilepaskan dan masuk kedalam kelenjar ludah nyamuk. (Nadesul, 1996)
2.1.5        Patofisiologi
Malaria di sebabkan oleh plasmodium, yang mana plasmodium masuk ke dalam darah (eritrosit) sehingga menyebabkan reaksi antigen/anti body dan terjadi penghancuran atau pemecahan eritrosit yang berlebihan. Reaksi antigen/anti body menimbulkan reaksi inflamasi, dengan adanya reaksi inflamasi sehingga menyebabkan yang pertama demam tinggi yang dapat menimbulkan defisit volume cairan, yang ke dua funciolaesa yang dapat menimbulkan gangguan mobilisasi, yang ke tiga nyeri kepala yang dapat menimbulkan nyeri, yang ke empat mual, muntah yang dapat menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
Terjadi penghancuran dan pemecahan eruitrosit yang berlebihan sehingga menimbulkan pertama hepatosplenomegali, ke dua anemia yang dapat menimbulkan resiko cidera, ke tiga hiperbilirubinemia yang dapat menimbulkan ikterus.
2.1.6        Gejala Klinis
Dibeberapa daerah endemis sering diketahui bahwa seseorang terserang malaria dengan gejala yang sangat khas, seperti rasa ngilu pada tulang, pada malaria berat sering muncul gejala warna air seni menjadi merah tua karena terdapat hemoglobin (Depkes RI, 1993).
Gejala klinis utama tersebut sering diikuti oleh gejala klinis lainnya antara lain :
a.   Demam
a. Bedan lemas, pucat dan berkeringat
b.      Nafsu makan menurun
c.       Mual-mual kadang diikuti dengan muntah
d.      Sakit kepala yang berat dan terus menerus
e.       Pembesaran limpa pada penderita kronis
f.       Kejang-kejang dan penurunan kesadaran sampai koma pada penderita malaria berat
g.      Diare dan anemia merupakan gejala yang sering muncul pada anak-anak
Gejala klasik malaria merupakan suatau paroksisme yang terdiri atas tiga stadium (Stadium dingin atau cold stage, stadium demam atau hot stage dan stadium berkeringat atau sweating stage). Ketiga stadium ini akan berlangsung secara berurutan pada penderita yang berasal dari daerah non endemis. Pada penduduk di daerah endemis malaria, ketiga stadium gejala klinis diatas tidak berurutan dan bahkan tidak semua stadium ditemukan pada penderita.
1)      Stadium Dingin
Stadium ini dimulai dengan badan menggigil dan perasaan sangat dingin, menggigil dan penderita biasanya menutupi tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan dan sianotik. Kulit kering dan pucat, penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.


2)      Stadium Demam
Setelah merasa kedinginan pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala hebat dan mual serta muntah sering terjadi. Nadi menjadi kuat kembali, biasanya merasa sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41 derajat Celsius atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam.
3)      Stadium Berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai alas tempat tidurnya basah. Suhu badan menurun dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak, pada saat bangun tidur badan terasa lemah, tetapi tidak ada gejala lain. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama setiap penderita, tergantung pada spesies parasit dan umur penderita. Gejala klinis yang berat terjadi pada malaria tropika, dan pada orang dewasa sering kali tidak ditemukan. (Rampengan, 1997).
Gejala klinis malaria pada umumnya  dikenali berdasarkan gejala-gejalanya, dengan gejala yang sering terlihat adalah:
1.      Demam
Demam periodic yang berkaitan dengan pecahnya skizon matang (sporulasi). Pada malaria tertiana (P.vivax dan P.ovale), pematangan skizon 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke 3, sedangkan malaria kuartana (P. malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap hari ke 4, Tiap serangan di tandai dengan beberapa serangan periodic. Demam khas malaria terdiri dari 3 stadium, yaitu mengigil (15 menit - 1 jam), puncak demam (2-6 jam), dan berkeringat (2-4 jam). Demam akan mereda secara bertahap karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada respon imun.(Arif Mansjoer, 2001)
2.      Spelenomegali
Spelenomegali merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah.
3.      Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena P. Falciparum. Anemia disebabkan oleh:
a.       Penghancuran eritrosit yang berlebihan.
b.      Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time).
c.       Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang.
4.      Ikterus
Ikterus disebabkan karenanhemolisis dan gangguan hepar/hati (Arif mansjoer, 2001).


2.1.7        Cara Penularan Malaria
Penyakit malaria  ditularkan melalui dua cara, yaitu alamiah dan non alamiah. Penularan secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk anopheles yang mengandung parasit malaria dan non alamiah jika bukan melalui gigitan nyamuk anopheles. Berikut beberapa penularan malaria secara non alamiah :
a.       Malaria bawaan (congenital)
Malaria congenital adalah malaria pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Penularannya terjadi karena adanya kelainan pada sawar plasenta (selaput yang melindungi plasenta) sehingga tidak adanya penghalang infeksi dari ibu kepada janinnya, selain melalui plasenta, penularan dari ibu ke bayi yang baru lahir melalui tali pusat. Gejala pada bayi yang baru lahir berupa demam, iritabilitas (mudah teransang sehingga sering menangis/ rewel). Pembesaran hati dan limpa, anemia, tidak mau makan/minum, serta kuning pada kulit dan selaput lendir. Keadaan ini harus dibedakan dengan infeksi congenital lainnya, seperti toxoplasmosis, rubella, sifilis congenital, dan anemia hemolitik. Pembuktian ini pasti dilakukan dengan deteksi parasit malaria pada darah bayi.(Arlan, 2002)
b.      Penularan mekanik (transfusion malaria)
Tranfusion malaria adalah infeksi malaria yang ditularkan melalui tranfusi darah dari donor yang terinfeksi malaria, pemakaian jarum suntik secara bersama-sama pada pencandu narkoba, atau melalui transplantasi organ. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pencandu obat bius yang menggunakan jarum yang tidak steril. Parasit malaria bisa hidup selama tujuh hari dalam darah donor, biasanya masa inkubasi tranfusion malaria lebih singkat dibandingkan infeksi malaria secara alamiah. (Arlan, 2002)
2.1.8        Komplikasi
Komplikasi tergantung pada sistem organ yang terkena akibat peredaran darah berkurang akibat sumbatan kapiler.
1.      Malaria cerebral ditandai dengan gangguan kesadaran sampai koma, delirium, kejang, terutama pada anak, hiperpireksia dan hemiplegia, bisa terjadi kematian paralise dan afaxia
2.      Gangguan hepar sehingga timbul ikterus, ini disebabkan oleh kerusakan parenkim hati dan juga karena hemolisis eritrosit.
3.      Gangguan pada traktus gastrointestinal, sehingga timbul diare hebat, sangat sering mengandung lendir dan darah disebabkan oleh perdarahan dan lepasnya mukosa usus.
4.      Timbulnya lobuler iskemia akut, akibat iskemia ginjal black water fever dimana urine menjadi merah tua atau hitam karena hemoglobinuria akibat hemolisis berlebihan.
5.      Gejala pada paru timbul batauk dengan sputum berdarah dan dapat terjadi insifiensi paru seperti shock lung syndrome.

2.1.9        Penatalaksanaan
2.1.9.1        Penatalaksanaan Medis
Ada 8 golongan obat-obatan anti malaria, yaitu  :
1)      Alkaloid sinkona, misalnya kina (kinina)
2)      4-amino kinolin, misalnya klorokin, amodiakin
3)      8-amino kinolin, misalnya primakin, pamakin
4)      9-akridin, misalnya mepakrin
5)      Biguanid, misalnya proquanil, paludrin
6)      Diamino pirimidin, misalnya pirimetamin
7)      Sulfonamid, misalnya suffadiazin
8)      Sulfon, misalnya DDS
Khasiatnya :
1.      Untuk siklus eritrositer : kinina, klorokin, mepakrin, dan amodiakin
2.      Untuk siklus eksoeritrositer : primakin, proquanil, primetamin
3.      Untuk gametosid : primakin
4.      Obat sporontosidal : primakin, proquanil, peirimetamin
Pengobatan pada anak-anak pada dasarnya sama dengan pengobatan pada dewasa. Umumnya  anak-anak lebih tahan terhadap kina, tetapi pemberian kloroquin IM perlu dilakukan secara hati-hati. Pada pasien dalam keadan koma dan muntah hebat pengobatan enteral segera diberikan, meskipun pemberian obat peroral jauh lebih aman bagi anak-anak. Obat yang dapat diberikan :
1.      Kina
Cara Pemakaian
a)      Infus : 5-10 mg / kg BB 20-30 IM garam fisiologis, diberikan selama 2-4 jam. Bila perlu diulang setelah 6-12 jam sampai maksimal 20 mg/kgBB/24 jam.
b)      Intramuskular : syarat pemberian sama dengan pada dewasa. Dosis tunggal maksimal : 15 mg/kgBB
2.      Kloroquin
Cara pemberian :
a)      IV : Dosis pertama 5 mg/kg BB dalam larutan isotonus 20 IM, di suntikkan selama 10-15 menit. Bila perlu dapat diulang setelah 6-8 jam. Suntikan sebaiknya diberikan separuh dosis dahulu dan sisanya diberikan selang 1-2 jam kemudian.
b)      Infus : 7 mg basa/kg BB diberikan secara terus menerus dalam 24 jam.
c)      IM : Dosis pertama maksimal 5 mg basa/kg BB dengan dosis total tidak lebih dari 10 mg/kg BB/24 jam. Sebaiknya dosis suntikkan dibagi dua dan masing-masing diberikan dengan perbedaan waktu 1-2 jam, tidak diberikan pada bayi dan anak kecil, karena dapat menimbulkan kejang-kejang epileptik yang fatal atau gangguan susunan saraf pusat yang menetap.
2.1.9.2        Penatalaksanaan Perawatan
Penyakit malaria dapat dicegah dengan melakukan pemotongan rantai penularan dengan cara :
1.      Diberikan pada mereka yang akan pergi ke daerah endemik malaria. Obat- obat diberikan mulai satau atau beberapa hari sebelum berangkat sampai kira-kira 28 hari setelah meninggalkan daerah tersebut. Dapat digunakan :
a.       Klorokin 2 tablet (300 mg base) tiap minggu
b.      Kinina 1 tablet (650 mg) tiap hari
c.       Mepakrin 1 tablet tiap hari
d.      Pirimetamin 2 tablet tiap minggu
2.      Mencegah gigitan vektor
a.       Membunuh nyamuk dengan insektisida
b.      Tidur dengan menggunakan kelambu
c.       Menghilangkan kesempatan nyamuk berkembang biak
3.      Kemoprofilaksis
Pemberian obat untuk tujuan profilaksis ini masih diteruskan sampai 1 bulan meninggalkan daerah endemis



Tabel 2.1.  Jenis dan Dosis obat Kemoprofilaksis
No
Obat
< 3 Tahun
3-6 Tahun
7-10 Tahun
>10 Tahun
1

2

3
Proaquanil (tiap hari)
Pirimetamin (tiap minggu)
Kloroquin basa
25-50 mg

6,5-12,5 mg

50-100 mg
50-75 mg

12,5-25 mg

100-250 mg
100 mg

12,5-25 mg

100-250 mg
100-250 mg

25 mg

300 mg

2.1.10    Pemberantasan Malaria di Indonesia
Di Indonesia sekarang ini dilakukan pemberantasan malaria, dengan tujuan Jawa dan Bali menurunkan endemisitas 0,1 – 0,2 % per tahun dan diluar Jawa dan Bali menurunkan endemisitas ke tingkat yang serendah-rendahnya  (Depkes RI, 1999). Dipakai metode sebagai berikut
1)      Program pengobatan
Di Jawa dan Bali, terhadap kasus-kasus yang secara klinik diduga malaria dilakukan :
a.       Buat sediaan darah tepi untuk mencari parasit malaria
b.      Berikan pengobatan persangkaan (presumtif) dengan kloroqin atau amodiakin dosis tungal 600 mg base per-os.
c.       Bila darah malaria positif, berikan pengobatan sempurna (radikal).
d.      Pemeriksaan orang-orang serumah dan sekitarnya terhadap gejala-gejala malaria.

Di luar Jawa dan Bali, terhadap kasus-kasus yang secara klinik di duga malaria dilakukan :
a.       Berikan pengobatan supresif dengan kloroqin atau amodiakin 600 mg basa, jika gejala menetap pengobatan boleh diulangi
b.      Pengobatan sempurna diberikan bila ada fasilitas laboratorium dan diagnosis malaria dibenarkan, serta tingkat endemisitas rendah (prevalensi kurang dari 5%).
2)      Program penyemprotan
Di Jawa dan Bali, penyemprotan dilakukan terhadap daerah-daerah “fokus aktif” dengan unit desa. Daerah fokus aktif yaitu bila ada penularan di daerah tersebut, hal ini diketahui dengan adanya kasus autochton dan nyamuk anopheles dangan plasmodium di dalamnya.
Di luar Jawa dan Bali, daerah fokus aktif disemprot dengan prioritas:
a.       Tingkat endemisitasnya tinggi
b.      Penduduk yang padat
c.       Produktivitas tinggi
Yaitu terutama daerah-daerah pembangunan dan transmigrasi.
3)      Tindakan anti larva (minyak tanah, “Paris green”)
4)      Laboratorium untuk menyokong program pengobatan.
2.1.11    Pencegahan
1.   Menghindari gigitan nyamuk malaria
Sebaiknya mereka yang tinggal di daerah endemis malaria memasang kawat kasa di jendela dan ventilasi rumah, serta menggunakan kelambu saat tidur. Masyarakat juga dapat memakai minyak anti nyamuk saat tidur malam hari untuk mencegah gigitan nyamuk malaria.
2.      Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa
Untuk membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa, dapat dilakukan beberapa tindakan berikut ini :
a.       Penyemprotan rumah
Sebaiknya, penyemprotan rumah-rumah di daerah endemis malaria dengan insektisida dilaksanakan dua kali dalam setahun dengan interval waktu 6 bulan.
b.      Larvaciding
Larvaciding merupakan kegiatan penyemprotan rawa-rawa yang potensial sebagai tempat perindukan nyamuk malaria.
c.       Biological control
Biological control adalah kegiatan penebaran ikan kepala timah dan ikan Guppy/wadercetul ke genangan-genangan air yang mengalir dan persawahan. Ikan tersebut berfungsi sebagai pemangsa jentik nyamuk malaria.
3.      Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria
Tempat perindukan nyamuk malaria bermacam-macam, tergantung species nyamuknya. Ada nyamuk malaria yang hidup di kawasan pantai, rawa-rawa, empang, sawah, tambak ikan, atau hidup di air bersih pegunungan.
4.      Pemberian obat pencegahan malaria
Pemberian obat pencegahan (Propilaksis) malaria bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi, serta timbulnya gejala-gejala penyakit malaria.
5.      Pemberian vaksin malaria
Pemberian vaksin malaria merupakan tindakan yang diharapkan dapat membantu mencegah infeksi malaria sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat infeksi malaria.
2.1.12    Epidemologi Penyakit Malaria
Penyebaran penyakit malaria pada dasarnya sangat tergantung dengan adanya hubungan interaksi  antara tiga faktor dasar epidemiologi, yaitu agent (Penyebab malaria), host (Manusia dan nyamuk) dan environment (lingkungan). Parasit malaria atau plasmodium merupakan penyebab malaria. Untuk kelangsungan hidupnya parasit malaria tersebut melalui dua siklus yang terdiri dari siklus aseksual dalam tubuh manusia (host intermediare) dan siklus seksual dalam tubuh nyamuk Anopeles (host definitive), Untuk perkembangbiakan nyamuk anopeles sebagai vector penular penyakit  malaria diperlukan  kondisi lingkungan/habitat  yang sesuai dengan kebutuhan hidup nyamuk. Lingkungan dapat ditinjau sebagai lingkungan fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan biologi dan lingkungan sosial budaya.
2.1.12.1    Agent (penyebab malaria)
Penyebab malaria adalah genus plasmodia, dan order cocididae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam spesies parasit malaria, yakni :
1)      Plasmodiom Falcifarum
Terdapat di rawa-rawa penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat atau malaria menyerang saraf otak.
2)      Plasmodium Vivak
Penyebab malaria tertiana menyebabkan penurunan trombosit.
3)      Plasmodium Malariae
Penyebab malaria quartana
4)      Plasmodium Ovale
Jenis ini jarang sekali di jumpai, umumnya banyak di Afrika dan Fasifik barat.
2.1.12.2    Host
Manusia disebut sebagai human reservoir atau sebagai sumber penular apabila didalam darahnya banyak mengandung plasmodium (gametosit). Penularan malaria terjadi apabila vector (nyamuk anopheles) menggigit manusia yang dalam darahnya banyak mengandung gametosit. Di dalam tubuh nyamuk gametosit akan berkembang menjadi gamet jantan dan betina lalu melebur menjadi zygote. Zygote kemudian membentuk ookinet lalu ookista. Ookista pecah menghasilkan sprozoit kemudian menetap di kelenjar ludah nyamuk. Selanjutnya bila nyamuk menggigit manusia maka sporozoit akan masuk ke dalam darah manusia dan berkembang menjadi gametosit.
1)      Manusia (Host Intermediate)
Faktor-faktor pada manusia yang berpengaruh terhadap kejadian malaria, antara lain adalah:
a.       Ras atau suku bangsa
Penduduk Afrika yang kadar haemooglobin S (hb S)nya cukup tinggi ternyata lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum. Penyelidikan terakhir menunjukan bahwa hb. S dapat menghambat perkembangbiakan P. Falciparum baik sewaktu invansi sel darah merah maupun sewaktu pertumbuhannya. Hb S terdapat pada penderita dengan kelainan darah yang merupakan penyakit turunan /herediter yang di sebut sickle cell anemia, yaitu suatau kelainan yang berupa perubahan bentuk sel darah merah karena penurunan tekanan oksigen udara.


b.      Kurangnya suatau enzim tertentu
Kurangnya enzim gflukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi P. Falciparum yang berat. Kekurangngan enzim G6PD ini merupakan penyakit keturunan dengan manifestasi utama pada pria.
c.       Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau membatasi perkembiakannya/ jumlahnya.
Ada dua macam kekebalan :
1.      Kekebalan alamiah (nataural immunity), adalah kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi lebih dahulu.
2.      Kekebalan di dapat (agguaired immunity), terdiri dari kekebalan aktif (active immunity) yang merupakan penguatan dari mekanisme pertahanan tubuh sebagai akibat infeksi sebelumnya atau dari vaksinasi, serta kekebalan pasif atau kekebalan bawaan (congenital immunity) yakni pemindahan anti bodi atau zat-zat yang berfungsi aktif dari ibu kepada janinnya atau melalui pemberian serum dari seseorang yang kebal penyakit.
d.      Umur dan jenis kelamin
Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan wanita atau pada berbagai golongan umur sebenarnya disebabkan oleh faktor lain seperti pekerjaan, pendidikan, perumahan, migrasi penduduk, kekebalan dan lain- lain.
2).  Nyamuk Anopheles (host definitive)
Hanya nyamuk  anopheles betina yang menghisap darah, karena darah di perlukan untuk pertumbuhan telurnya.
Perilaku nyamuk yang diamati:
a.       Tempat perindukan yang di sukai
b.      Tempat hinggap atau istirahat (eksofilik atau endofilik)
c.       Tempat menggigit (eksofagik atau endofagik)
d.      Obyek yang digigit (antrofofilik atau zoofilik)
e.       Waktu (jam) puncak gigitan
f.       Umur nyamuk (longevity)
2.1.12.3    Environment (Lingkungan)
Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kejadian malaria di suatau daerah, Keadaan lingkungan yang mempengaruhi penyakit malaria, yaitu :
1.      Lingkungan fisik
Suhu, kelembaban udara, hujan , angin, sinar matahari dan arus air
2.   Lingkungan kimiawi
dari lingkungan ini baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perindukan
3.   Lingkungan biologi          
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk.
4.   Lingkungan sosial dan budaya
Kebiasaan buruk berada di luar rumah sampai larut malam vektornya lebih bersifat eksofilik, eksofilik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk (Depkes. RI. 1993)
2.1.13    Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada gejala serta tanda klinis seperti tersebut diatas ditambah dengan hasil pemeriksaan preparat darah malaria baik berupa tetes tebal maupun hapusan darah tepi (Rampengan, 1997). Pemeriksaan darah tepi, pembuatan preparat darah tebal dan tipis dilakukan untuk melihat keberadaan parasit dalam darah tepi seperti trofozoit yang berbentuk cincin.
2.2        Umur
2.2.1        Pengertian
Menurut Purwadarmita (1984) Umur adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan sampai meninggal dunia

2.2.2        Klasifikasi Umur
Menurut Prof. Dr. Sumiati Ahmad Muhammad merupakan guru besar Universitas Gajah Mada pada Fakultas Kedokteran  membagi periodisasi perkembangan manusia sebagai berikut :
0-28 hari             : Bayi
1-6 tahun            : Masa pra sekolah
6-10 tahun          : Masa sekolah
10-20 tahun        : Masa remaja
20-40 tahun        : Masa dewasa
40-65                  : Masa setengah umur (pra senium)
65 tahun ke atas : Masa lanjut usia (senium)

No comments:

Post a Comment