Friday 22 May 2015

HUBUNGAN USIA IBU HAMIL DENGAN HAEMORAGIK ANTEPARTUM KARENA PLASENTA PREVIA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator dari keberhasilan dan pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan suatu negara. Tingginya AKI dan AKB menggambarkan belum berhasilnya pelayanan di bidang kesehatan terutama bagi ibu dan bayi. Kesehatan ibu dan bayi sangat penting untuk diperhatikan guna peningkatan kualitas hidup manusia. Kualitas hidup manusia ini ditentukan sejak dari dalam kandungan hingga usia balita, dimana kesejahteraan anak tergantung pada kesehatan saat kehamilan, persalinan, nifas dan laktasi.
Di Indonesia AKI masih sangat tinggi 307 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI, 2003) dan merupakan AKI tertinggi dibandingkan negara yang sedang berkembang lainnya dengan penurunan yang relatif lambat hal ini dapat dilihat dari hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986 tercatat 450 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997, pada tahun 2010 diharapkan menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup. Penurunan yang sangat lambat ini membuat keadaan sangat memperhatikan sehingga diperlukan upaya yang komprehensif serta dukungan dari semua pihak untuk menurunkan angka kematian tersebut.
Hasil survey dari beberapa rumah sakit di Indonesia, penyebab angka kematian ibu terbanyak adalah karena komplikasi obstetri (90%) terdiri dari perdarahan (40,6%), infeksi (22,5%) pre eklamsi dan eklampsi (35%), sedangkan survey kesehatan rumah tangga menyebutkan jumlah perdarahan (45,2%), eklampsi (11%), komplikasi (6,5%), anemia dan penyebab tidak langsung (14,1%) (Dinkes Bengkulu, 2005). Dari data di atas perdarahan merupakan salah satu penyebab kematian maternal perdarahan antepartum. Disebutkan juga oleh Sarwono (1999), bahwa perdarahan antepartum merupakan salah satu penyebab kematian maternal.
Menurut Sastrowinata (1984) haemoragik antepartum adalah perdarahan pada triwulan terakhir kehamilan, sebab utamanya diantaranya adalah plasenta previa, plasenta previa adalah plasenta yang implantasinya tidak normal, letaknya rendah sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium internum.
Plasenta previa adalah suatu keadaan dimana implantasi plasenta pada segmen bawah rahim sehingga menutupi atau mencapai serviks (Chalik, 2002), karena uterus yang berkontraksi dan berdilatasi pada minggu terakhir kehamilan sehingga villi plasenta akan robek dari dinding uterus, membuka sinus-sinus uterus sehingga terjadi perdarahan. Perdarahan ini tergantung pada besarnya sinus yang terbuka, sehingga dapat menyebabkan kematian maternitas bila tidak ditangani secara baik dan benar.
Perdarahan pada ibu maternal dapat terjadi pada saat kehamilan, persalinan maupun setelah persalinan. Perdarahan pada saat kehamilan dapat terjadi pada kehamilan trimester I, II dan III, dimana perdarahan setiap semester ini harus diwaspadai dan dianggap kelainan yang berbahaya terutama bila terjadi pada trimester III, karena biasanya perdarahan bersumber pada kelainan plasenta yang dapat mengakibatkan perdarahan hebat dan gangguan sirkulasi O2. Kelainan plasenta ini bisa berupa plasenta previa, solusio plasenta atau perdarahan lain yang belum jelas diketahui sumbernya (Sarwono, 2001).
Kejadian plasenta previa merupakan penyebab perdarahan antepartum sebesar 32% (Cermin Kedokteran, 2003). Di Indonesia kasus plasenta previa masih tinggi yaitu berkisar antara (2,4%) sampai (3,0%) bila dibandingkan dengan negara maju yang hanya (0,4%) hingga (0,6%) dan angka kematian yang disebabkan plasenta previa di Indonesia sebanyak (0,2%-1,5%). Sedangkan di negara maju yang pelayanan obstetrik telah memadai lebih rendah (0,2%-1,5%) (Dorlan, 1999).
Di Provinsi Bengkulu tahun 2005 jumlah kematian ibu sebanyak 46 (0,09%) orang dari 50.216 ibu hamil, sedangkan angka kematian ibu maternal di Provinsi Bengkulu tahun 2006 sebesar 126/100.000 kelahiran hidup (Dinkes, 2005). Sementara data yang diperoleh dari RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2004 tercatat 56 kasus perdarahan antepartum dari angka tersebut yang mengalami plasenta previa sebanyak 8 orang. Pada tahun 2005 tercatat 276 kasus perdarahan dimana 47 kasus (17,02%) adalah kasus perdarahan antepartum dan angka tersebut yang mengalami plasenta previa sebanyak 28 orang yang memerlukan tindakan operatif penanganannya dimana umur terendah 18 tahun, sedangkan tertinggi umur 47 tahun (Medical Record, 2005).
Survey awal yang dilakukan pada tanggal 25 Maret 2007 di ruang kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dari bulan Januari 2006 sampai Maret 2007 tercatat 68 kasus perdarahan antepartum, dari angka tersebut yang mengalami plasenta previa 37 orang.
Berdasarkan data di atas dapat dilihat peningkatan angka kejadian perdarahan antepartum masih cukup tinggi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil penelitian dengan judul : Hubungan usia ibu hamil dengan haemoragik antepartum karena plasenta previa di ruang kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

1.2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara usia ibu hamil dengan haemoragik antepartum karena plasenta previa pada pasien di ruang kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

1.3.  Tujuan Penelitian
1.3.1.      Tujuan Umum
Untuk mempelajari hubungan usia ibu hamil dengan haemoragik antepartum (HAP) karena plasenta previa pada pasien di ruang kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
1.3.2.      Tujuan Khusus
1.       Mengetahui gambaran tentang usia ibu hamil yang potensial mengalami haemoragik antepartum pada pasien di ruang kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
2.       Mengetahui gambaran tentang kejadian haemoragik antepartum karena plasenta previa pada pasien di ruang kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
3.       Mengetahui hubungan usia ibu hamil dengan haemoragik antepartum karena plasenta previa pada pasien di ruang kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

1.4.  Manfaat Penelitian
1.4.1.      Manfaat Bagi Rumah Sakit
Dapat memberikan informasi dan masukan bagi tenaga kesehatan dalam penanganan kasus haemoragik antepartum karena plasenta previa.
1.4.2.      Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah informasi tambahan dan menjadi referensi bagi mahasiswa STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu.
1.4.3.      Manfaat Bagi Peneliti Lain
Dapat menambah informasi bagi peneliti lain untuk lebih mengembangkan penelitian di masa yang akan datang dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar atau masukan untuk penelitian lebih lanjut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.    Perdarahan Antepartum
2.1.1.      Definisi Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan 28 minggu lebih (Manuaba, 1998). Perdarahan antepartum adalah biasanya dibatasi pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu (Sarwono, 1999).
Menurut Sastrowinata, (1984), perdarahan antepartum adalah perdarahan pada triwulan terakhir dari kehamilan.
Menurut Hanifah Wiknjosastro, (1990), menjelaskan perdarahan antepartum adalah perdarahan pada kehamilan tua, batas kehamilan tua adalah di atas 22 minggu.
Abdul Bari Saefudin (2001) menjelaskan bahwa perdarahan antepartum pada umumnya disebabkan oleh kelainan implantasi plasenta (letak rendah dan previa, kelainan insersi tali pusat atau pembuluh darah pada selaput amnion.

2.1.2.      Etiologi
Menurut Sarwono (2001), penyebab utama perdarahan antepartum adalah :
1.      Kelainan implementasi plasenta (letak rendah dan previa).
2.      Kelainan insersi tali pusat atau pembuluh darah amnion (vasa pervia).
3.      Separasi plasenta sebelum bayi lahir.
Penyebab non obstetrik perdarahan antepartum adalah :
1.      Luka-luka pada jalan lahir.
2.      Karena terjatuh akibat koitus atau varises yang pecah oleh kelainan serviks seperti : karsinoma, polip serviks uteri, varises vulva dan trauma.

2.1.3.      Klasifikasi
Perdarahan antepartum terjadi kira-kira 3% dari seluruh persalinan. Menurut Sarwono (1990), terjadi perdarahan dibagi menjadi 2, yaitu :
1.      Plasenta previa adalah yang letaknya abnormal yaitu segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
2.      Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri sebelum bayi lahir.
3.      Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya.
Sedangkan menurut Manuaba (1998) terjadinya perdarahan karena :
1.      Plasenta previa
2.      Solusio plasenta
3.      Perdarahan pada plasenta letak rendah
4.      Pecahnya sinus marginalis.
5.      Pecahnya vasa previa.
Menurut Wiknjosastro (1990), perdarahan antepartum dikelompokkan sebagai berikut :
1.      Perdarahan yang ada hubungannya dengan kehamilan
a.       Plasenta previa
b.      Solusio plasenta
c.       Perdarahan pada plasenta letak rendah.
d.      Pecahnya sinus marginalis
e.       Pecahnya vasa previa.
2.      Perdarahan yang tidak ada hubungan dengan kehamilan
a.       Pecahnya varises vagina.
b.      Perdarahan polipus servikalis
c.       Perdarahan perlukan serviks
d.      Perdarahan keganasan serviks.

2.1.4.      Gambaran Klinis Pendarahan Antepartum
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan ketiga atau setelah kehamilan 28 minggu. Pendarahan antepartum tanpa rasa nyeri merupakan tanda khas plasenta previa, apalagi kalau disertai dengan tanda-tanda lain, seperti bagian terbawah janin sebelum masuk ke pintu atas panggul. Kelainan letak janin umur ibu lebih dari 35 tahun dan menderita preeklampsia. Karena tanda pertamanya adalah perdarahan, pada umumnya penderita akan segera datang untuk mendapatkan pertolongan karena disangka sebagai tanda permulaan persalinan biasanya baru setelah perdarahan berlangsung banyak, mereka datang untuk mendapatkan pertolongan.

2.1.5.      Penanganan Secara Umum Perdarahan Antepartum
Penanganan perdarahan antepartum adalah sebagai berikut :
1.      Siapkan fasilitas tindakan gawat darurat karena perdarahan antepartum merupakan komplikasi yang dapat membahayakan keselamatan ibu. Tindakan yang dilakukan seperti observasi tanda vital, mengatur posisi dengan meninggikan daerah tungkai, pemberian O2, pemberian cairan isotonic (NaCl 0,9%).
2.      Setiap tingkat fasilitas pelayanan harus dapat mengenali, melakukan stabilisasi, menunjuk dan menatalaksanakan komplikasi pada ibu dan anak sesuai dengan jenjang kemampuan yang ada.
3.      Setiap kasus perdarahan antepartum memerlukan rawat inap dan penatalaksanaan perdarahan antepartum.
4.      Lakukan retorasi cairan dan darah sesuai dengan keperluan untuk memenuhi defisit dan tingkat gawat yang terjadi.
5.      Tegakkan diagnosis kerja secara cepat dan akurat karena hal ini sangat mempengaruhi hasil penatalaksanaan perdarahan antepartum.
6.      Tindakan konservatif dilakukan selama kondisi masih memungkinkan dan mengacu pada upaya untuk memperbesar kemungkinan hidup bagi yang dikandung.
7.      Pada kondisi yang sangat gawat, keselamatan ibu merupakan pertimbangan utama.

2.2.    Plasenta Previa
2.2.1.      Definisi Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim meliputi bagian serviks yang terlibat pendataran dan pembukaan, dengan demikian bisa menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum dan oleh karenanya bagian terdepan janin sering kali terkendali memasuki pintu atas panggul, Wira (2003). Plasenta adalah keadaan dimana implantasi plasenta yang terletak pada atau di dekat serviks, Sarwono (2002). Plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian klasifikasi atau seluruh pembukaan jalan lahir.

2.2.2.      Klasifikasi Plasenta Previa
1.      Plasenta previa totalis : seluruh ostium iternum tertutup oleh plasenta.
2.      Plasenta previa lateralis : hanya sebagian dari ostium tertutup oleh plasenta.
3.      Plasenta previa marginalis : hanya pada pinggir ostium yang terdapat pada jaringan plasenta.
Farrer (1999) klasifikasi plasenta previa terdiri dari 4 tingkatan, yaitu :
1.      Tingkat I : plasenta previa letak rendah pinggir bawah plasenta berimplantasi segmen antara rahim hanya tepinya saja yang berada pada segmen bawah rahim.
2.      Tingkat II : plasenta previa marginalis, plasenta mencapai pinggir pembukaan.
3.      Tingkat III : plasenta previa parsialis, plasenta menutupi seluruh tidak lagi menutupi ketika sudah ada pembukaan.
4.      Tingkat IV : plasenta previa totalis, bagian terbesar plasenta menutupi seluruh pembukaan.
Plasenta adalah tempat janin dapat melakukan pertukaran nutrisi melalui peredaran darah, plasenta normal mempunyai berat rata-rata 1/6 dan berat janin dengan diameter 15 sampai 20 cm, sedangkan tabel 1,5 sampai 3 cm (Manuaba, 1998).

2.2.3.      Faktor yang Dapat Meningkatkan Kejadian Plasenta Previa
1.      Usia Ibu Hamil
a.    Usia muda < 20 tahun lebih tinggi dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat antara umur 20-35 tahun. Keadaan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk kehamilan, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu dan perkembangan janin.
b.    Usia di atas 35 tahun karena tumbuhnya endometrium yang belum sempat tumbuh karena adanya kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi pada daerah endometrium di fundus uteri akan mengakibatkan plasenta harus tumbuh di bagian bawah segmen bawah rahim yang mendekati atau menutupi seluruh ostium internum dengan terbentuknya segmen bawah rahim umur kehamilan ± 20 minggu maka segmen bawah rahim melebar dan serviks membuka sehingga terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim mengakibatkan perdarahan.
2.      Paritas
Pada setiap kehamilan daerah corpus uteri bagian atas rahim yang mempunyai dinding otot yang paling tebal, sehingga dalam keadaan normal, plasenta berimplantasi pada daerah corpus uteri. Kehamilan pada multipara mengakibatkan keadaan endometrium pada daerah fundus uteri sudah mengalami penurunan fungsi dan berkurangnya vaskularisasi sehingga terjadi degenerasi dan nekrotis pada bekas luka implantasi plasenta sewaktu kehamilan sebelumnya, hal ini yang menyebabkan kehamilan selanjutnya plasenta akan mencari tempat yang lebih subur untuk implantasi yaitu di daerah bawah segmen bawah rahim. Sesuai pendapat Shoc (1992), bahwa menurunnya kemampuan dan fungsi tubuh disebabkan kematian sebagian besar sel pada jaringan tubuh, sehingga implantasi yang lain seperti pada daerah segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
3.      Endometrium yang cacat
a.   Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek, berulang-ulang, bekas operasi, bekas kuratage atau plasenta manual.
b.   Endometrium hipoplasia pada kawin dan hamil muda.
c.   Korpus luteum beraksi lambat karena endometrium. Kurang subur mengakibatkan plasenta tumbuh di segmen bawah biasanya pada usia lebih 35 tahun.
d.  Adanya tumor : mioma uteri (Mochtar, 1995).
4.      Jarak Kehamilan
Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik, mengalami persalinan yang lama, atau perdarahan. Makin banyak anak dan makin sering hamil, rahim ibu menjadi semakin lemah.





2.2.4.      Gambaran Klinis Plasenta Previa
Perdarahan pada plasenta terjadi tanpa rasa sakit pada saat tidur atau sedang melakukan aktivitas. Mekanisme perdarahan karena pembentukan segmen bawah rahim menjelang kehamilan aterm sehingga plasenta terlepas dari implantasi dan menimbulkan perdarahan, bentuk perdarahan dapat sedikit atau banyak menimbulkan anemia sampai syok. Sedangkan untuk janin dapat menimbulkan asfikia sampai kematian janin dalam rahim. Implantasi plasenta dipanggul atau menimbulkan kelainan letak janin dalam rahim. Implantasi plasenta dipanggul atau menimbulkan kelainan letak janin dalam rahim.
1.   Anamnesa plasenta previa
a.    Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu.
b.    Sifat perdarahan
1)      Tanpa rasa sakit secara tiba-tiba
2)      Tanpa sebab yang jelas
3)      Dapat berulang.
2.   Pada inspeksi dijumpai :
a.    Perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal
b.    Perdarahan yang banyak ibu tampak anemis.
3.   Pemeriksaan fisik ibu
a.    Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok.
b.    Tekanan darah turun, nadi pernafasan meningkat
c.    Tidak anemia.
d.   Pemeriksaan khusus pada kebidanan
1)    Pemeriksaan palpasi abdomen
2)    Pemeriksaan denyut jantung janin : bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian.
3)    Pemeriksaan dalam : pemeriksaan dalam rahim dilakukan di atas meja operasi dan siap untuk segera mengambil tindakan sectio secarea.
4)    Pemeriksaan penunjang : Ultrasonograf, radiografi, dan radiosotopi.

2.2.5.      Penanganan Plasenta Previa
Penanganan plasenta previa dilakukan dengan cara :
1.      Perbaikan kekurangan cairan atau darah dengan memberikan infus dan cairan (NaCl 0,9%).
2.      Lakukan penilaian jumlah perdarahan
a.    Jika perdarahan banyak dan berlangsung terus persiapkan sectio secarea tanpa memperhitungkan usia kehamilan atau prematuritas.
b.    Jika perdarahan sedikit dan berhenti dan fetus hidup tapi premature, pertimbangkan terapi ekspektaif sampel persalinan atau terjadi perdarahan.

c.    Syarat terapi ekspektatif
1)    Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
2)    Belum inpartu.
3)    Keadaan umum ibu cukup baik.
4)    Janin masih hidup
3.      Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika.
4.      Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta usia kehamilan, profil biofisik letak dan persentase janin.
5.      Perbaiki anemia dengan pemberian sulfas verosus atau fumarat peroral 60 mg selama 1 bulan.
6.      Pastikan tersedia sarana untuk melakukan transfusi darah.
7.      Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama pasien dapat dirawat jalan (kecuali) rumah pasien di luar kota atau diperlukan waktu lebih dari 2 jam untuk mencapai rumah sakit dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.
8.      Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan resiko ibu dan janin untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dibandingkan dengan terminasi kehamilan. Mekanisme terjadinya haemoragik antepartum karena plasenta previa pada usia ibu hamil di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun.
2.3.    Usia Ibu Hamil
2.3.1.      Definisi Usia Ibu Hamil
Usia adalah lamanya hidup atau sejak dilahirkan (Depdikbud, 1995). Usia adalah umur atau lama hidup sejak dilahirkan (Lukman, 1996). Dari pengertian tersebut maka usia adalah lamanya hidup yang sudah dilewati seseorang.
Ibu hamil adalah seorang wanita yang sedang mengandung janin (Sarwono, 1999). Jadi berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa usia ibu hamil adalah lamanya hidup seorang ibu yang sudah dilewati pada saat mengandung janin.

2.3.2.      Faktor Resiko Tinggi Kehamilan dan Persalinan Menurut Usia Ibu Hamil
1.      Usia < 20 Tahun
Pada usia < 20 tahun secara fisik lingkungan endometrium belum optimal untuk implantasi dan matang sehingga perkembangan dan pertumbuhan janin belum optimal yang mengakibatkan implantasi plasenta juga belum optimal sehingga terjadi perdarahan dalam kehamilan dan terjadi BBLR (Spektor, 1993).
Pada usia < 20 tahun memiliki resiko 3 kali lipat dibandingkan dengan kelompok usia reproduksi antara 20 sampai dengan 35 tahun. Resiko ini disebabkan karena pada usia < 20 tahun organ reproduksi wanita belum mengalami pertumbuhan sempurna, khususnya yang berkaitan dengan alat reproduksi. Resiko yang mungkin timbul pada persalinan yang muda adalah keguguran, prematur, BBLR, dan komplikasi pada kehamilan (Mochtar, 1998).
2.      Usia > 35 Tahun
Menurut Shoc (1992), pada usia > 35 tahun resiko kehamilan dan persalinan lebih tinggi dikarenakan alat reproduksi mulai terjadi penuaan dan degenerasi, sehingga terjadi penurunan fungsi yang dapat menyebabkan gangguan kehamilan dan persalinan. Hal ini timbul karena kontraksi uterus tidak baik sehingga terjadi perdarahan.
Pada usia terlalu muda > 35 tahun resiko tinggi dapat disebabkan karena pada usia tersebut telah terjadi perubahan jaringan alat reproduksi uterus sudah melemah dan kurang subur, sehingga dapat menyebabkan perdarahan antepartum sering terjadi (Manuaba, 1998).

2.4.    Hubungan Usia Ibu Hamil dengan Haemoragik Antepartum Karena Plasenta Previa
Kehamilan terjadi melalui proses konsepsi, nidasi dan implantasi, dimana usia kurang dari 20 tahun endometrium di fundus uteri belum sempurna atau belum siap menerima implantasi, mengakibatkan implantasi telur yang rendah dan implantasi plasenta yang rendah pula sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun, plasenta previa terjadi karena keadaan endometrium di fundus uteri yang kurang baik atau kurang subur. Mengakibatkan plasenta harus tumbuh di bagian endometrium yang subur atau di bagian bawah segmen bawah rahim yang dapat mendekati/menutupi seluruh atau sebagian ostium internum. Dengan keadaan rahim yang semakin lama semakin besar menyebabkan istmus uteri tertarik pada dinding rahim, hal ini mengakibatkan bagian plasenta di atas akan terlepas dari dasarnya yang menimbulkan perdarahan pada kehamilan (Sulaeman Sastrawinata, 1984).
Faktor predisposisi terjadinya haemoragik antepartum karena plasenta previa salah satunya adalah usia ibu hamil, hal ini mungkin terjadi karena vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau atau keadaan endometrium yang kurang baik (Hanifah Wiknjosastro, 1990).

2.5.    Kerangka Konsep
Usia ibu hamil yang di bawah 20 tahun dan yang di atas 35 tahun mempunyai hubungan terhadap kesehatan kehamilan serta lebih besar kemungkinan untuk terjadi HAP karena plasenta previa, sehingga usia ibu hamil mempunyai hubungan (HAP) karena plasenta previa.

Variabel Independent                                   Variabel Dependent


 



2.6.    Definisi Operasional
No
Variabel Independent
Definisi Operasional
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1
Usia ibu hamil
Lamanya hidup ibu hamil atau sejak ia dilahirkan sampai ulang tahun terakhir

Pedoman dokumentasi
< 20 tahun atau > 35 tahun = 1

20-35 tahun = 2
Nominal
2
Haemoragik antepartum
Perdarahan saat kehamilan pada trimester ketiga sebanyak 50-100 cc atau lebih yang disebabkan oleh plasenta previa, dimana plasenta menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir
Pedoman dokumentasi
Plasenta previa = 1
Perdarahan lain = 2
Nominal

2.7.    Hipotesis
Ho    :  Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia ibu hamil dengan haemoragik antepartum karena plasenta previa di ruang kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
Ha     :  Terdapat hubungan yang signifikan antara usia ibu hamil dengan haemoragik antepartum karena plasenta previa di ruang kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dari bulan Maret sampai dengan Juli 2007.

Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil dengan haemoragik antepartum sebanyak 68 orang di ruang kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu pada bulan Maret sampai dengan Juli 2007.
Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sampel total artinya seluruh ibu yang mengalami haemoragik antepartum sebanyak 68 orang di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu pada bulan Maret sampai dengan Juli 2007.

Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini cross sectional yang mana variabel dependent dan independent diambil secara bersamaan.


Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh peneliti dari catatan atau dokumentasi di ruang kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

Teknik Pengolahan Data
1.      Editing : untuk melihat apakah isi jawaban atau data yang akan diolah tersebut sudah tersedia lengkap dan apakah sudah relevan dengan tujuan penelitian.
2.      Coding : kode pada setiap jawaban.
3.      Tabulating : mentabulasi data berdasarkan kelompok data yang telah ditentukan ke dalam master tabel.
4.      Entry : memasukkan data yang sudah dilakukan editing dan coding tersebut ke dalam komputer dengan menggunakan perangkat lunak komputer.
5.      Clearing : untuk memastikan apakah sudah siap dianalisis.

Teknik Analisa Data
Univariat
Analisa yang dilakukan adalah analisis univariat dengan maksud untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti baik variabel independent maupun variabel dependent dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
P = x 100%
P = Persentase yang dicari
F = Jumlah frekuensi dari masing-masing variabel.
n = Jumlah sampel (Arikunto, 1998)

Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independent dan variabel dependent dengan menggunakan uji statistik chi-square (X2). Untuk melihat keeratan hubungan digunakan uji contingency coefficient untuk mengetahui kekuatan antara dua variabel terjadi secara signifikan dan ukuran OR, dimana OR digunakan untuk mengetahui berapa resiko kejadian dari variabel tersebut.





DAFTAR PUSTAKA
 

Arikunto. S, 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Chalik, TMA, 2002. Danforth Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika.

Dinas Kesehatan Propinsi Bengkulu, 2005. Profil Kesehatan Propinsi Bengkulu. Bengkulu : Dinkes Propinsi Bengkulu.

Dorlan, 1999. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC.

Farrer, Hellen, 1999. Perawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Luz Heller, 1981. Obstetri Gawat Darurat. Jakarta : EGC.

Lukman, 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke 2. Jakarta : Balai Pustaka.

Manuaba I.B.G, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.

Medical Record. 2005. Data Kasus Plasenta Previa.

Mochtar Rustam, 1995. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.

_____________, 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.

Notoatmodjo. S, 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Syaifuddin Abdul Bari, 2001. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Nasional dan Neonatal. Jakarta : JNPKKR-POGI.

Sarwono, 1990. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

_______, 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

_______, 2001. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
_______, 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sastrawinata, 1984. Obstetri Patologi. Bandung : Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.

Shoc, 1992. Fisiologi Angin. B. C. Dr. Fi. Lilenula.

Spector, 1993. Pengantar Patologi Umum. Edisi II. Yogyakarta : Gajah Mada Universitas Press.

Wiknjosastro Hanifah, 1990. Ilmu Kebidanan.  Jakarta : YBPSP.

Wira K, 2003. Majalah Obstetri dan Ginekologi. Jakarta.

Yoseph, 2003. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta.

No comments:

Post a Comment